Akui Gunakan Rp300 Juta
****Ada Kesengajaan, Penyidik Bisa Turun Lakukan Pendalaman KESAMBI– Fakta baru soal penggelapan uang retribusi dari Terminal Harjamukti kembali terkuak. Sang oknum pejabat yang disebut-sebut belum menyetorkan uang retribusi, mengakui hal tersebut. Hanya saja angkanya tak sampai Rp876 juta sebagaimana yang diungkapkan Kadishubinkom Taufan Bharata. Hal ini disampaikan sumber Radar yang ditemui Rabu (25/9). Sumber ini mendengarkan cerita langsung dari pejabat yang pernah bertugas di Terminal Harjamukti itu. Menurutnya, uang yang belum disetorkan jumlahnya sekitar Rp300 juta. “Bukan Rp800 juta lebih, tapi Rp300 juta. Dia (oknum pejabat, red) mengakui hal itu terjadi,” ucap sumber Radar. Jumlah tersebut belum disetorkan karena digunakan untuk keperluan operasional. Hanya saja, dia tidak menyebutkan keperluan operasional dimaksud. Sumber Radar lainnya menyebutkan, keperluan operasional dimaksud adalah kebutuhan di luar teknis yang diperhitungkan. Saat ini pejabat tersebut sedang mengupayakan untuk mengembalikan dana yang belum disetorkan. Dengan berbagai upaya dan jalan, usaha pengembalian dilakukan. “Bisa jadi dari ngutang, atau menjual sesuatu. Itu risiko yang harus dipertanggung jawabkan,” terangnya. Pemberitaan beberapa hari ini, membuat pejabat ini tidak masuk kerja dengan alasan sakit. “Mungkin ingin menenangkan diri dulu. Urusan itu harus segera diselesaikan,” masih kata sumber Radar. Akibatnya, kinerja yang bersangkutan tidak maksimal. “Sikapnya masih tertutup. Kita di sini juga tidak mengetahui masa lalu dia kalau tidak diberitakan media massa,” ucap salah seorang pejabat di lingkungan tempatnya bekerja saat ini. APARAT BISA TURUN Sementara pengamat hukum pidana, Nur Qomar Veri Tanis SH mengatakan dalam hukum pidana mengenal beberapa asas penyelesaian hukum. Yakni, cara penal dan non penal. Penal adalah menyelesaikan persoalan menggunakan jalur hukum tertulis dan aturan. Sementara non penal bisa dilakukan dengan mediasi dan sejenisnya. Namun, untuk tindak pidana korupsi, sudah menjadi keharusan menggunakan hukum tersendiri. Pasalnya, secara jelas sudah ada UU Tindak Pidana Korupsi yang mengaturnya. Pengembalian kerugian Negara dalam hukum pidana, tidak membatalkan proses hukum. “Kalau sudah diproses, hukum tetap jalan walaupun kerugian negara dikembalikan,” terangnya kepada Radar, Rabu (25/9). Pasalnya, tindak pidana korupsi bukan kejahatan biasa. D imana, pelakunya menggunakan cara canggih untuk mengambil uang negara tersebut. Dalam kasus Terminal Harjamukti, hal ini menunjukan bukti permulaan yang cukup. Penyidik tak perlu menunggu laporan dari siapa pun. Sebab, pernyataan Kadishubinkom Taufan Barata sudah jelas menunjukan adanya keuangan terminal yang belum disetorkan hingga beberapa tahun. Hal ini hampir dipastikan karena motif kesengajaan. “Kalau korupsi itu extra ordinary crime. Kejahatan kerah putih yang terorganisir dan rapih,” terang pria yang akrab disapa Veri Tanis itu. Dalam hal ini, penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Cirebon dapat melakukan penyelidikan maupun langsung penyidikan, dalam mengungkap jaringan atau aliran dana tersebut. Sebab, pelaku dalam tindak pidana korupsi, dipastikan tidak akan sendiri. Sebelumnya, Kepala Dishubinkom Kota Cirebon, M Taufan Bharata SSos membenarkan bila adanya oknum yang selama ini bermain dan memakan uang di Terminal Harjamukti. Alumni IPDN itu mengakui pula bahwa selama ini pemasukan terminal ke kas daerah hanya sekitar 50 persen dan tidak pernah penuh. “Memang setelah ditelusuri, para pemilik kios ini membayar tetapi ternyata tidak masuk ke kas daerah. Ada oknum yang memakainya,” ungkapnya, belum lama ini. Taufan sudah mengumpulkan data-data terkait penyelewengan dana yang dilakukan oleh oknum tersebut. Data itu dilaporkan kepada wali kota dan Inspektorat, agar ditindaklanjuti sesuai aturan yang berlaku. (ysf)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: