Berpeluang Kembali ke MA

Berpeluang Kembali ke MA

JAKARTA - Kasus dugaan suap yang melibatkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, tampaknya, berdampak pada pembahasan rancangan undang-undang pemilihan kepala daerah (RUU pilkada). Salah satu isu krusial, yakni terkait dengan penyelesaian sengketa hasil pilkada, diperkirakan mengerucut pada satu opsi. \"Mayoritas fraksi, tampaknya, akan menyepakati opsi penyelesaian sengketa hasil pilkada di Mahkamah Agung (MA),\" ujar Wakil Ketua Komisi II Abdul Hakam Naja kepada koran ini kemarin (4/10). Selama ini, kata dia, pendapat fraksi-fraksi memang masih terbelah, antara penyelesaian sengketa di MK, MA, atau kombinasi dua lembaga yudikatif tersebut. \"Tapi, dengan kejadian kemarin (kasus Akil, red), sulit memulihkan kepercayaan publik. Semua akan diselesaikan di MA,\" jelas Hakam yang juga pimpinan panitia kerja RUU pilkada. Namun, keputusan pengalihan dari MK ke MA itu juga disertai catatan, yakni perkara ditangani panel hakim karir dan ad hoc yang memiliki latar belakang atau pemahaman tentang pemilihan umum. Sementara itu, MK, menurut dia, diberi kesempatan untuk berfokus pada perkara-perkara di luar pilkada, seperti pengujian undang-undang terhadap konstitusi. \"Biar MK berfokus pada perkara judicial review,\" ujar politikus PAN tersebut. Hakam mengungkapkan, hingga saat ini pembahasan RUU pilkada masih seputar penyamaan pendapat terhadap beberapa poin krusial. Selain soal penyelesaian sengketa, salah satu yang belum mencapai kata sepakat adalah soal mekanisme pemilihan kepala daerah. \"Untuk pilgub sudah disepakati pemilihan langsung, tapi untuk bupati dan wali kota belum ada kesepakatan,\" ujar Hakam. Usul pemerintah, pemilihan bupati/wali kota dikembalikan kepada DPRD, sedangkan fraksi-fraksi masih meminta pilgub/pilwali dilaksanakan lewat pemilihan secara langsung. Wakil Ketua Komisi II yang lain Arif Wibowo mengatakan, penyelesaian sengketa hasil pilkada di MA juga akan mengurangi beban MK dengan jumlah hakim sembilan orang. Apalagi jika nanti pilkada dilaksanakan secara serentak. \"Bisa dibayangkan berapa banyak perkara sengketa hasil pilkada nanti yang diajukan bersamaan. Kan tidak ada MK daerah,\" katanya. Dalam pembahasan RUU pilkada, pilkada serentak dilaksanakan dengan dua pengelompokan waktu, yaitu 2015 dan 2018. Pilkada serentak 2015 diusulkan untuk daerah yang seharusnya melaksanakan pilkada pada 2013-2015. Sementara itu, pilkada 2018 diikuti daerah yang seharusnya menyelenggarakan pilkada pada 2016-2018. (fal/c7/fat)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: