Pesanggrahan Djoyoadhiningrat

Pesanggrahan Djoyoadhiningrat

ANDA sudah tahu: saya ke makam RA Kartini. Kapan itu. Saya hanya mengantarkan istri ke situ. Juga istri teman-teman istri saya. Sekalian menebus dosa: sudah ke berbagai penjuru dunia kok belum ke Ibu Kita Kartini.

Makam itu tidak seperti yang saya bayangkan: ternyata masih jauh dari Kota Rembang. Hampir satu jam —di senja hari yang hujan tanggal 22 November lalu.

Mungkin saya tidak akan sampai ke makam itu kalau tidak dalam perjalanan dari Blora ke Rembang —menuju Pati.

Bahkan, kalau di peta, letak makam itu masih sedikit lebih dekat ke Kota Blora daripada ke Rembang. Dan memang begitu kenyataannya.

Posisi makam itu nyaman. Posisinya di sebelah kiri jalan raya dua arah Blora-Rembang. Agak masuk ke dalam —sedikit membukit. Jalan masuk itu dua lajur —yang ada taman di tengahnya.

Saya tinggalkan istri saya berlama-lama di makam itu. Saya tertarik pada satu rumah di jarak sekitar 100 meter dari makam. Hanya ada jalan setapak menuju rumah itu. Melewati kebun jagung yang belum tinggi.

\"\"

Suasana sepi. Senja. Tidak ada orang di kebun. Tidak ada suara orang di rumah itu. Jalan setapak itu melewati samping rumah. Sepi. Saya pun menuju depan rumah. Sepi. Saya masuk ke beranda. Sepi. Saya melongok ke dalam sambil mengucap salam.

Ternyata ada satu orang lelaki di dalam rumah itu. Sendirian. Gagah. Berdahi lebar. Berkumis. Berjenggot. Berkaus oblong hijau.

Saya pun minta maaf karena lancang memasuki rumah itu. Kalau di Amerika ulah saya itu bisa jadi perkara pidana. Bahkan bisa ditembak.

Beliau tidak marah. Beliau ramah. Saya pun memperkenalkan diri. Beliau terlihat seperti mengenal nama saya. Saya pun dipersilakan duduk.

Ngobrol.

Namanya: Goenadi. Lengkapnya: Goenadi Siswanto Djoyoadhiningrat.

Berita berlanjut di halaman berikutnya...

Baca juga:

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: