Kejaksaan Tegaskan Heru Hidayat Sudah Merugikan Negara, Terkait Kasus ASABRI

Kejaksaan Tegaskan Heru Hidayat Sudah Merugikan Negara, Terkait Kasus ASABRI

KEJAKSAAN Agung (Kejagung) menanggapi duplik penasihat hukum terdakwa dugaan korupsi PT. ASABRI, Heru Hidayat. Dalam keterangannya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) Leonard Eben Ezer Simanjuntak menyampaikan, putusan hakim bersifat ultra petita dibenarkan berdasarkan hukum acara pidana Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 182 ayat (4) KUHAP.

Dalam hal ini, mengatur musyawarah terakhir untuk mengambil keputusan harus didasarkan atas surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di persidangan.

“Artinya berdasarkan ketentuan tersebut Majelis Hakim dalam memutus suatu perkara tidak semata-mata hanya berdasarkan pada Surat Dakwaan, namun juga berdasarkan atas segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang,” kata Leonard dalam keterangannya, Rabu (22/12).

Ratio logis yang dianut KUHAP adalah Hakim dalam memeriksa perkara bersifat aktif dan bebas mempertimbangkan segala sesuatunya terkait dengan perkara yang sedang diperiksa tersebut. Oleh karena itu, sepanjang hal tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kepentingan masyarakat luas atau publik, maka putusan Hakim harus berani mengakomodir nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat.

“Termasuk didalamnya berani menerapkan asas hukum yang dianggap memberikan rasa keadilan dan kemanfaatan kepada masyarakat dan negara,” tegas Leonard.

Dalam perkara dugaan korupsi PT. Asabri, Heru Hidayat memang didakwa dengan Pasal 2 ayat 1 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan pada saat di persidangan ditemukan hal-hal yang memberatkan akibat perbuatan pidana yang dilakukan. Terdakwa Heru Hidayat telah melakukan suatu perbuatan tindak pidana korupsi secara bersama-sama yang menimbulkan kerugian keuangan negara sangat besar dengan jumlah seluruhnya sebesar Rp 22.788.566.482.083.

“Dimana atribusi dari kerugian keuangan negara tersebut dinikmati Terdakwa Heru Hidayat sebesar Rp 12.643.400.946.226,” ungkap Leonard.

Dalam praktik peradilan, lanjut Leonard, Hakim dinilai bisa memutus perkara di luar dari pasal yang didakwakan kepada Terdakwa adalah bukan sesuatu hal yang baru. Terkait putusan perkara atas nama Susi Tur Andayani hanyalah salah satu contoh sebagai penegasan bahwa Putusan Hakim diberikan kebebasan untuk memutus perkara di luar dari pasal yang didakwakan oleh Penuntut Umum kepada Terdakwa.

“Putusan-putusan Hakim lain yang menggambarkan kebebasan memutus dapat dilihat, antara lain dalam putusan Hakim pada Pengadilan Negeri Boyolali Nomor: 02/Pid.B/2007/PN.Bi dengan Terdakwa I Agus Santoso dan Terdakwa II YUSRONI (Pengeroyokan Psl 170 KUHP), dan juga Putusan Mahkamah Agung Nomor: 810 /K.Pid.sus/2012 (Narkotika) dengan Terdakwa Idris Lukman Bin Lokman Hendrik,” papar Leonard.

Selain itu, di dalam Persidangan terungkap fakta bahwa Heru Hidayat tidak memiliki sedikit pun empati dengan beritikad baik mengembalikan hasil kejahatan yang diperoleh dan telah dinikmatinyanya secara sukarela. Serta tidak pernah menunjukkan bahwa perbuatan yang dilakukannya adalah salah, bahkan telah dilakukan berulang-ulang karena beranggapan bahwa transaksi di pasar modal yang dilakukannya adalah perbuatan perdata yang lazim dan lumrah.

“Padahal banyak pihak dirugikan terutama negara dirugikan dengan timbulnya kerugian keuangan negara yang dinikmati oleh Terdakwa Heru Hidayat dari dua perbuatan pidana tindak pidana korupsi yang dilakukan secara berulang-ulang yakni Jiwasraya dan Asabri yaitu sebesar Rp 23.372.184.321.226,” pungkasnya.

Dalam tuntutannya, Heru Hidayat dituntut hukuman mati dalam kasus dugaan korupsi PT. ASABRI, oleh jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung. Heru Hidayat diyakini bersama-sama merugikan keuangan negara sebesar Rp 22.788.566.482.083 atau Rp 22,7 triliun.

Selian tuntutan pidana hukuman mati, Heru Hidayat juga dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 12.643.400.946.226 dengan ketentuan jika tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu satu bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Heru Hidayat dituntut melanggar melanggar Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan kedua primair Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.(jp)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: