Polri Bingung Tangani Penyuap Gayus

Polri Bingung Tangani Penyuap Gayus

JAKARTA - Harapan masyarakat agar kasus Gayus Tambunan diusut secara lengkap tampaknya sulit terwujud. Polri hanya fokus pada dugaan penyuapan yang dilakukan Gayus pada petugas rumah tahanan. Sedangkan, motif Gayus ke Bali dan pengusutan skandal penyuap Gayus dalam kasus pajak berjalan di tempat. “Saat ini memang masih fokus ke suap,” kata Kabidpenum Mabes Polri Kombes Marwoto Soeto di Mabes Polri kemarin. Dia menyebut, untuk kasus Gayus sebelum diajukan ke persidangan sudah dikupas tuntas oleh tim independen yang sekarang sudah dibubarkan. Pengacara Gayus, Adnan Buyung Nasution sebelumnya sudah menantang pihak penyidik Mabes Polri untuk menyelesaikan kasus Gayus secara utuh. Termasuk, mengusut siapa yang menyuap Gayus, sehingga pecatan PNS golongan III-A Dirjen Pajak itu bisa hidup bergelimang harta. “Sekarang perkara ini aneh, karena yang menyuap Gayus tak pernah disentuh,” kata Buyung Kamis (18/11) lalu. Menurut Kombes Marwoto, saat Gayus diperiksa tim independen, keterangan tentang asal muasal uangnya sudah didapatkan. “Waktu pak Mathius (Irjen Mathius Salempang, mantan ketua tim independen) itu tentu sudah didalami,” kata mantan Kapoltabes Samarinda itu. Pernyataan Marwoto itu menegaskan pernyataan Kabareskrim Komjen Ito Sumardi yang seakan lepas tangan tentang penyidikan penyuap Gayus. Pada wartawan Kamis lalu, Ito mengatakan, penyidik sudah menelusuri aliran dana dan mencari bukti-bukti yang dapat membuktikan adanya suap dari berbagai perusahaan ke Gayus. “Kita harus hati-hati dan harus cermat. Asas praduga tak bersalah harus kita kedepankan karena bagaimanapun, hal itu menyangkut kredibilitas seseorang atau lembaga yang harus dijaga penyidik,” katanya. Sebelumnya di muka pengadilan, Gayus berkali-kali sudah mengaku menerima suap dari tiga perusahaan di bawah Grup Bakrie, yakni PT Bumi Resources, PT Arutmin, dan PT Kaltim Prima Coal, saat mengurus masalah pajak. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Brigjen Ketut Untung Yoga menyatakan pihaknya tidak akan terlalu jauh menyidik penyuap Gayus. “Itu belum,” katanya kemarin. Saat ini penyidik masih berusaha keras menyelesaikan berkas dugaan pidana plesiran Gayus ke Bali. Namun, kata Ketut, sejumlah barang bukti sudah hilang. “Wig dan kacamata tidak ada,” kata jenderal bintang satu ini. Wig dan kacamata itu diduga sudah dimusnahkan oleh istri Gayus Milana Anggraeni yang ikut bersama suaminya ke Bali. (JP 15/11). Apakah Milana bisa jadi tersangka? “Menurut Ketut, polisi belum sampai sejauh itu. Masih ke Gayus dan petugas,” katanya. Sikap polisi yang terkesan mengaburkan pihak yang menyuap Gayus itu disesalkan oleh kalangan praktisi hukum. Pengamat hukum pidana UI Prof Dr Rudi Satrio menilai, langkah itu sebagai bentuk kebingungan polisi. “Bisa bingung, atau justru pura pura bingung. Sebab, buktinya gamblang di depan mata,” kata Rudi saat dihubungi kemarin. Menurut Rudi, polisi bisa melakukan pembuktian dengan memanggil pihak-pihak yang mengetahui transaksi pemberian sejumlah uang pada Gayus oleh pihak perusahaan tertentu itu. “Saya kira penyidiknya sudah paham prosedur pembuktian. Tinggal pimpinannya mau atau tidak,” katanya. Ketua Divisi Monitoring Analisa Anggaran Indonesia Corruption Watch Firdaus Ilyas dalam keterangan di kantornya, Jumat (19/11). Nilai total harta Gayus adalah Rp114 miliar. Harta tersebut tersimpan dalam sejumlah rekening senilai Rp925 juta dan 3,5 juta USD, serta simpanan di kotak deposit sejumlah Rp75 miliar. Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Gayus mengaku dari Rp28 miliar hartanya berasal dari PT Megah Jaya (US $ 500 ribu), Roberto (Rp925 juta) dan Bumi Resource Group (US $ 3 Juta). Sementara kini yang disidangkan justru kasus dugaan penggelapan pajak di PT Surya Alam Tunggal senilai Rp290 juta. Gayus yang sejak pertengahan tahun 2007 sudah masuk pengadilan, pajak dinilainya punya kemampuan untuk melihat celah pengurangan pajak. Sayangnya dari 144 perusahaan yang pernah ditangani Gayus, baru satu perusahaan kecil, PT Surya Alam Tunggal, yang naik ke persidangan. Firdaus mengemukakan, sumber kekayaan Gayus tidak pernah disentuh aparat penegak hukum. “Yang kena justru orang-orang yang tak punya beking kuat dan yang tak punya posisi tawar,” katanya. Dakwaan jaksa penuntut umum terhadap Gayus Tambunan memang tidak menyinggung soal penerimaan sejumlah uang dari perusahaan Grup Bakrie. Dalam surat dakwaan setebal 24 halaman yang dibacakan dalam sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 8 September lalu, Gayus dijerat dengan empat dakwaan yang disusun secara kumulatif. Pertama, jaksa membeber perbuatan Gayus yang menyalahgunakan wewenang terkait dengan dikabulkannya keberatan dari wajib pajak PT Surya Alam Tunggal (SAT). Keberatan itu terkait dengan kewajiban PT SAT untuk membayar pajak kurang bayar sebesar Rp 487,2 juta. Gayus yang mendapat tugas meneliti formal dan membuat resume awal, lantas mengusulkan menyetujui keberatan dari PT SAT. Padahal seharusnya Gayus tidak mengusulkan persetujuan keberatan itu. Alasan jaksa, Gayus tidak meneliti dengan tepat, cermat, dan menyeluruh. Akibat dikabulkannya keberatan itu, PT SAT menerima pengembalian dana Rp 570.952.000 dari Negara. Jumlah itu merupakan nilai pajak kurang ditambah dengan bunga. Menurut jaksa, perbuatan Gayus itu dilakukan secara bersama-sama dengan Humala Napitupulu, Maruli Pandopotan Manurung, Johny Marihot Tobing, dan Bambang Heru Ismiarso. Kemudian dakwaan kedua, jaksa menguraikan perbuatan Gayus bersama dengan Haposan Hutagalung yang memberikan sejumlah uang kepada penyelenggara negara, yakni penyidik Bareskrim Polri. Itu berkaitan dengan hasil laporan dari PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) yang menyebutkan adanya transaksi mencurigakan pada rekening Gayus. Pemberian sejumlah uang kepada penyidik itu agar Gayus tidak dikenakan penahanan, rekening Gayus di Bank Mandiri tidak diblokir, dan penyidik tidak menyita rumah Gayus di Gading Park View, Kelapa Gading. Dakwaan ketiga untuk Gayus berkaitan dengan perbuatannya menyuap hakim Muhtadi Asnun yang menyidangkan perkaranya di Pengadilan Negeri Tangerang dalam perkara tindak pidana pencucian uang (money laundering dan penggelapan. Tujuannya, agar dia tidak divonis bersalah atau mendapat hukuman ringan. Sementara dakwaan keempat adalah perbuatan Gayus yang dengan kesengajaan tidak memberikan keterangan yang tidak benar untuk kepentingan penyidikan. Hal itu terkait dengan Gayus yang beberapa kali menerima uang dari wajib pajak atau konsultan pajak Rp 28 miliar. Di hadapan penyidik, Gayus mengungkapkan bahwa asal usul hartanya itu karena drinya memiliki hubungan kerja sama dengan Andi Kosasih. Di bagian lain, Kejaksaan Agung menyatakan telah menerima SPDP (surat pemberitahuan dimulainya penyidikan) atas nama Gayus Halomoan Tambunan. Dengan begitu, Gayus sudah resmi menjadi tersangka atas perbuatan suap terhadap petugas Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok. “SPDP Gayus sudah kami terima. Kami minta ke JAM Pidsus untuk menunjuk jaksa penelitinya,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Jaksa Agung Darmono di Kejagung, kemarin (19/11). Selanjutnya, jaksa peneliti itu yang akan mengikuti perkembangan penyidikan kasus tersebut. “Dan mengambil langkah-langkah seperlunya supaya perkara segera tuntas,” sambungnya.(rdl/fal/ken)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: