Memayu Trusmi Sambut Musim Hujan

Memayu Trusmi Sambut Musim Hujan

CIREBON - Ribuan warga dari berbagai desa, memadati pinggiran jalan Desa Panembahan, Trusmi Wetan, Trusmi Kulon hingga Jalan Raya Pasar Pasalaran dan Pasar Kueh Plered, kemarin. Warga berdesakan menyaksikan ritual ider-ideran (arak-arakan) tradisi Memayu Kramat Buyut Trusmi. Ider-ideran dimulai pukul 06.00 hingga 08.00 WIB mengambil start (diawali) dari kompleks situs Buyut Trusmi di depan kantor Kuwu Trusmi Wetan, dan memutar ke bebarapa desa sekitar, kemudian finish ke Situs Buyut Trusmi. Ketua panitia yang juga Kuwu Trusmi Wetan, Kamal Bahari Al Kosim mengatakan, ritual Memayu Buyut Trusmi tersebut ditujukan untuk memohon kepada yang kuasa agar segera diturunkan hujan. Selain ider-ideran, digelar juga pergantian welit (ilalang), tahlilan, pertunjukan seni seperti wayang dan organ. “Ini diadakan rutin tiap tahun. Tujuannya untuk memohon agar segera diturunkan hujan,” ujarnya kepada Radar kemarin. Menurutnya, ider-ideran ini sebagai bagian dari prosesi Memayu Ki Buyut Trusmi untuk menyambut datangnya musim hujan. Sejumlah pusaka warisan Ki Buyut Trusmi serta hasil bumi ikut dikirab dalam prosesi ini. “Tradisi merupakan warisan dan ritual turun-temurun, dan semua masyarakat di wilayah Trusmi dan sekitarnya sangat menyambut dengan suka cita. Terbukti mereka secara sukarela menampilkan kreasi masing-masing,” ungkapnya. Sementara itu, Camat Plered Drs Munangwar MM mengungkapkan, usai karnaval, akan diadakan pergantian welit atau ilalang pada atap situs Buyut Trusmi. Welit atau atap rumbia yang terbuat dari ilalang ini akan dipasang di komplek makam keramat Ki Buyut Trusmi. Pengantian atap juga berarti persiapan memasuki musim hujan. Tradisi Memayu ini merupakan perwujudan rasa syukur atas datangnya musim hujan. Bagi para petani, datangnya musim hujan merupakan berkah dari Tuhan, sehingga mereka dapat bercocok tanam. Dalam prosesi ini, tumpeng raksasa, padi, sayur mayur dan hasil bumi juga ikut dikirab. Bagi warga, tradisi memayu ini menjadi ajang untuk mengais barokah atau mendapat berkah. Di tengah perjalanan, warga berebut mengambil nasi tumpeng dan hasil bumi. Arak-arakan tersebut juga dimeriahkan sejumlah atraksi seperti kudang lumping, jangkungan (enggrang) serta kreasi seni berupa replika-replika. Untuk menarik perhatian, sejumlah warga dan anak-anak dilumpuri cairan arang bercampur minyak. “Tradisi semacam ini harus tetap dilestarikan, supaya anak cucu kita kelak dapat menikmati dan terus menghayati tradisi ini. Dalam rangka melestarikan dan mengayomi adat istiadat dan budaya lokal, ke depan kami berharap ada sentuhan dari pemerintah dalam hal ini Disbudparpora menganggarkan di APBD Kabupaten Cirebon sekaligus dijadikan kalender wisata tahunan,” tuturnya. (via)   FOTO: NUR VIA PAHLAWANITA/RADAR CIREBON  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: