Lebaran Lesung
Tiga kali saya berbuka puasa di luar kota: di Lumajang-nya Gunung Semeru, di Bee Jay Bakau Resort Probolinggo, dan di sepulang dari Kembang Janggut nan jauh di Kaltim.
Baca juga: Kembang Janggut
Lalu dua kali pula berbuka puasa di Jakarta.
Syukurlah tahun ini masih belum banyak acara undangan berbuka puasa. Semoga tidak kembali seperti sebelum Covid.
Ups...masih satu kali lagi saya berbuka puasa di luar rumah: di acara yang diadakan putri saya, Isna Iskan. Yakni untuk para penghuni perumahan yang dikelolanyi. Di Sidoarjo.
Begitulah.
Meski selalu berolahraga, saya tidak pernah merasa kehausan berlebihan. Kecuali satu kali: waktu di Kembang Janggut itu. Haus sekali. Tenggorokan sangat kering. Hampir saja saya mokel –membatalkan puasa. Tapi malu. Terutama pada teman-teman Kristen yang satu mobil, yang telanjur ikut tidak makan.
Sedang soal rasa lapar, itu tiap hari. Tapi setelah terbiasa merasa lapar selama satu minggu, lapar berikutnya terasa nikmat. Lapar yang bisa bikin kangen. Lapar yang membuat badan terasa ringan.
Rasanya seperti ingin puasa terus. Meski itu mustahil.
Tulisan ini saya buat menjelang berbuka di hari terakhir puasa kemarin.
Saya lupa menyebutkan: saya lagi di Banyuwangi. Berarti satu kali lagi saya berbuka di luar kota. Hanya saja berbuka terakhir ini tidak seperti di luar kota: keluarga lengkap –istri, anak, menantu, cucu-cucu ikut serta.
Anak saya memutuskan untuk kali ini liburan di dalam negeri saja. Dan saya harus setuju. Harus ikut.
Kami akan dua hari di Banyuwangi. Salat Idul Fitri di sini. Di masjid kampung terdekat dengan hotel.
Setelah itu anak saya harus berlatih keras. Menuntaskan tantangan bersepeda nanjak dari Surabaya ke Bromo. Lalu, ikut balap sepeda di Kansas.
Saya sendiri harus segera ke Singapura. Dan Malaysia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: