Abrasi Ratusan Meter Per Tahun
INDRAMAYU – Abrasi pantai yang melanda daerah-daerah pesisir di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Bahkan dalam satu tahun abrasi pantai bisa mencapai ratusan meter. Kondisi itu tentu sangat mengkhawatirkan, sehingga butuh upaya serius untuk mengatasinya. Hal tersebut disampaikan Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Abdul Halim, saat ditemui dalam acara peringatan Hari Perikanan Sedunia di Pantai Pancer Adem Desa Pabean Udik, Kecamatan Indramayu, Kamis (21/11). Menurut Abdul Halim, harus ada langkah nyata yang dilakukan pemerintah dan seluruh pihak, termasuk masyarakat, untuk mengatasi abrasi. Karena jika terus dibiarkan, maka abrasi akan mengancam kehidupan masyarakat, terutama masyarakat pesisir. Selain masalah abrasi, lanjut Abdul Halim, pantai juga banyak yang telah tercemar oleh berbagai bahan pencemar. Akibatnya, berbagai biota laut menjadi rusak dan mati sehingga berdampak pada penghasilan nelayan. Hal senada diungkapkan Ketua Koalisi Masyarakat Pesisir Indramayu (Kompi), Juhadi Muhammad. Dia menyatakan, pencemaran di pantai sangat meresahkan nelayan maupun petambak, terutama di Kabupaten Indramayu. Ia juga berharap kepada semua pihak untuk ikut peduli terhadap persoalan ini. “Ini merupakan permasalahan klasik yang sudah tidak asing lagi, sehingga perlu ada perhatian dari semua pihak secara terus menerus,” ujarnya. Dalam Peringatan Hari Perikanan Sedunia tersebut, Kiara bersama Kompi juga menggelar parade 58 perahu nelayan, penanaman 1.000 bibit mangrove jenis pidada, dan penebaran 1.000 bibit ikan bandeng ke laut. Selain itu, ada kegiatan pemasangan ban bekas untuk menahan gelombang laut. Ditambah lagi, festival makan ikan sepanjang 5,8 meter, pentas seni pesisiran, dan kesaksian enam tokoh nelayan penyelamat lingkungan dan ekonomi kreatif. Adapun enam tokoh itu, yakni Abdul Latif, penemu alat penahan gelombang yang terbuat dari ban bekas. Kemudian Darsan, pelopor petani rumput laut dan Sarli, petani pelopor garam Losarang. Selain itu ada Ranadi (pelopor budidaya udang vanamei sistem tradisional), Hatta (pelopor budidaya bandeng), dan Duloh (nelayan tradisional). Abdul Halim mengungkapkan, acara tersebut diharapkan mampu membuka mata pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah mengenai laut dan perikanan. Dia menyatakan, pengelolaan sumber daya ikan dan penyelamatan lingkungan pesisir dan laut harus segera dilakukan demi kemakmuran rakyat. Acara serupa juga digelar serentak di berbagai daerah lainnya. Yakni di Jakarta, Jepara, Langkat, Pangkal Pinang, Bau Bau dan Manado. (oet)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: