Ferry: Pemerintah Loyo Hadapi Australia

Ferry: Pemerintah Loyo Hadapi Australia

CIREBON- Penyadapan yang dilakukan pemerintah Australia terhadap Indonesia, terus menuai kritikan dari dalam negeri, bahkan tidak sedikit yang menuding pemerintah SBY lamban dalam bersikap. Caleg DPR RI dari Partai Gerindra, Ferry J Juliantono mengkritik lambannya pemerintah menyikapi persoalan penyadapan yang dilakukan Australia kepada bangasa Indonesia. Pasalnya, bila bangsa Indonesia memiliki karakter kuat, mestinya hal ini tidak perlu terjadi. “Justru berbeda dengan pemerintah Malaysia dibawah kepemimpinan Perdana Mentri Malayasia Mahatir Muhammad yang berani membangun kebijakan dalam negeri lebih melihat timur, dan itu salah satu keberanian Mahatir berhadapan dengan negara-negara barat tanpa harus bermusuhan,” bebernya, kepada Radar. Indonesia, kata Ferry, tidak pernah punya sikap seperti itu, termasuk bersikap terhadap pemerintah Australia. Ini karena politik luar negeri kita sangat pasif dan membingungkan, dan kondisi demikian juga cerminan kondisi  dalam negeri. “Kita di dalam negeri juga tidak tahu ideologi kita apa, di satu sisi kita tidak mengenal sistem liberal, tapi justru bangsa kita malah penganut liberal. Menolak menjadi negara satelitnya Amerika, tapi justru sikap bangsa ini mencerminkan hal itu. Ini yang harus direnungkan presiden SBY,” tegasnya. Pilpres mendatang dan ada presiden baru, lanjut dia, politik luar negeri kita harus jelas, dan itu akan menjadi cermin dari dalam negeri. Dan Ferry optimis  bangsa Indonesia kedepan akan memiliki ketegasan dengan presiden yang baru. Yang menjadi persoalan selama ini, kata mantan tahanan politik 2008 itu,  presiden puncak prestasinya hanya memberikan statemen prihatin dan menyesalkan, tidak lebih dari itu . Untuk itu butuh kepala negara yang tegas dan punya sikap politik, mau melindungi kepentingan dalam negeri. Kandidat doktor Universitas Indonesia ini mencontohkan neraca perdagangan Indonesia. Sedikit sekali  menjual ke Amerika, justru untungnya sebenarnya lebih banyak ke Cina, Korea, dan Jepang yang punya kesamaan kultural dengan Indonesia, tanpa kita harus melompat ke negara-negara barat,” paparnya. Dirinya juga tidak menampik penyadapan itu terkait dengan persiapan pemilu tahun 2014, apalagi  banyak mata-mata dari negara asing sudah ada sejak tahun 1966. “Kaki tangan mereka ada di seluruh Indonesia dan  jumlahnya mencapai ribuan, baik yang jadi agen sadar maupun agen tidak sadar,” katanya. Indonesia, masih kata Ferry,  seharusnya bersikap tegas terhadap Australia, namun introspeksi ke dalam juga penting dilakukan. Penarikan dubes Australian menjadi acuan menyangkut hubungan dua negara, presiden punya sikap hubungan diplomatik dua negara. Selama ini, Indonesia terlalu lemah dalam hubungan diplomatik, termasuk terhadap Australia, bahkan di bawah pemerintahan SBY kebijakan luar negeri kita cenderung pasif dan membingungkan. Dirinya mencontohkan sebelum era reformasi dulu, Indonesia proaktif menjadi negara dan masuk kedalam gerakan non blok, tapi begitu mengklaim menjadi negara demokratis, mestinya tetap bisa menjaga keseimbangan dan menjadi kutub, minimal kritis terhadap negara-negara yang memaksakan liberalisasi, tapi yang terjadi malah membingungkan. “Indonesia sekarang sudah sangat liberal dan sangat menginduk ke Amerika. Mestinya membangun hubungan keseimbangan seperti memperkuat hubungan dengan Cina, Korea Jepang yang sudah sangat jelas berbeda dengan kutub blok barat,” tegasnya. Belum lagi kepentingan Indonesia melindungi kepentingan penduduk mayoritas beraga Islam, tapi kepentingan itu justru tidak pernah terakomodir dengan baik. Yang terjadi ketika ada persoalan presiden hanya bisa menyampaikan statemen sebatas menghimbau atau prihatin, sesalnya. (abd)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: