Virus Lassa Serang Nigeria, 300Ribu Orang Terpapar Tiap Tahunnya

Virus Lassa Serang Nigeria, 300Ribu Orang Terpapar Tiap Tahunnya

Ilustrasi demam-Gundula Vogel-Pixabay

Radarcirebon.com - Ternyata virus Lassa lebih menular dan mematikan dibandingkan Covid-19.

Dalam laporan rumah sakit Nigeria telah merawat 100.000 hingga 300.000 orang yang terpapar virus Lassa setiap tahunnya.

Salah seorang bernama Victory Ovuoreoyen terpapar virus Lassa, dia mengalami demam, muntah dan diare parah serta dirawat di Pusat Medis Federal.

Hanya dalam empat hari, badan Victory menjadi kurus meskipun pihak dokter mengungkapkan bahwa dia akan segera pulih.

BACA JUGA:PKS Puji Kinerja Pemerintah Soal Penanganan Kasus Kematian Fredy Sambo

Dokter juga mengungkapkan bahwa virus Lassa mirip dengan Ebola, di mana tingkat kematian mencapai 15 persen dari pasien yang ditangani di rumah sakit Nigeria.

Menurut WHO, masa inkubasi virus Lassa antara dua dan 21 hari, gejala yang parah mulai muncul dalam waktu seminggu setelah terpapar virus tersebut.

Gejala awal termasuk sakit kepala dan otot, sakit tenggorokan, mual dan demam.

Demam Lassa menurunkan jumlah trombosit dalam darah dan kemampuannya untuk menggumpal, menyebabkan pendarahan internal, bahkan kegagalan organ yang fatal dapat terjadi dalam beberapa hari.

BACA JUGA:Luis Milla Bakal Bawa Dua Asisten Pelatih dalam Menukangi Persib Bandung

Awalnya, banyak yang tidak bisa dibedakan dari gejala malaria, penyakit umum di wilayah tersebut.

Laboratorium rumah sakit di Owo merupakan tempat satu-satunya di negara Nigeria yang dapat melakukan tes darah diagnostik Lassa dan hasilnya baru keluar setelah dua hari. 

Kombinasi faktor ini sering menyebabkan penderita deman Lassa baru keketaui setelah dalam kondisi parah dan lebih sulit untuk diobati.

Owo, pusat pasar pertanian 300 kilometer dari ibukota Nigeria Abuja, merupakan pusat wabah Lassa yang dimulai awal tahun 2022.

BACA JUGA:Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil Dorong Kepala Desa Melek Digital

Virus Lassa telah menyebabkan lebih dari 160 kematian, di mana pada puncaknya pada Maret lalu 38 tempat tidur di bangsal isolasi tidak mencukupi dan 10 tempat tidur tambahan ditambahkan untuk kasus yang dicurigai. 

Warga Owo lebih takut pada virus Lassa daripada virus corona karena sejak tahun 2020 mencatat 171 kematian yang disebabkan oleh Lassa.

Menurut Pusat Penelitian dan Pengendalian Infeksi di rumah sakit tersebut, sedangkan kematian akibat Covid-19 hanya mencapai 85.

Kepala perawat, Josephine Funmilola Alabi memeriksa infus yang memberikan obat antivirus Ovuoreoyen dan mengobati dehidrasi, masalah yang harus dihadapi pasien demam Lassa yang sakit parah.

BACA JUGA:Begini Kondisi Tiga Orang yang Lakukan Kontak Erat dengan Pasien Cacar Monyet di DKI Jakarta

Dalam menangani pasien, Alabi mengenakan setelan hazmat putih, topi bedah, masker wajah, dan pelindung wajah. 

Hanya dengan berpakaian seperti ini dia dapat memasuki ‘zona merah’, sebutan bangsal isolasi untuk pasien yang sangat menular. 

Tak hanya itu, Alabi juga menggunakan sepatu bot karet yang didesinfeksi dan dua pasang sarung tangan bedah. 

“Kami menganggap virus ini sangat serius. Sangat menular sehingga kami hanya diizinkan masuk ke bangsal dengan APD lengkap,” kata Alabi.

BACA JUGA:Gempa Bumi 5,8 Magnitudo Guncang Lombok Tengah, Satu Rumah Rusak

Meskipun kehadirannya tersebar luas di Afrika Barat, penyakit ini masih sedikit diketahui di sebagian besar dunia.

Virus ini ditemukan pada tahun 1969 di kota Lassa, Nigeria utara, sekitar 1.000 km (621 mil) dari Owo. 

Sejak itu, telah menjadi endemik di setidaknya lima negara di Afrika Barat.

Nigeria, negara terpadat di Afrika, mencatat jumlah kasus tertinggi, hingga 1.000 per tahun. Tahun ini, pada bulan Januari saja, Nigeria mencatat 211 kasus yang dikonfirmasi, dimana 40 pasien meninggal.

BACA JUGA:Begini Kondisi Tiga Orang yang Lakukan Kontak Erat dengan Pasien Cacar Monyet di DKI Jakarta

Penyakit ini cenderung menyerang di daerah pedesaan yang miskin dan makanan yang terkontaminasi dengan kotoran tikus atau urin sering menjadi sumber infeksi.

Hewan buruan, yang dikenal secara lokal sebagai daging hewan liar, juga dapat tercemar jika hewan yang disembelih telah bersentuhan dengan hewan pengerat. 

Tikus sering masuk ke rumah orang untuk mencari makan saat hujan berhenti dan itulah yang membuat demam Lassa biasanya memuncak di musim kemarau Nigeria, dari November hingga April, meskipun kasusnya tetap ada sepanjang tahun.

BACA JUGA:Gara-gara Gagal Nyalip, Pelajar Asal Arjawinangun Meninggal Dunia

Dilansir dari aljazeera.com, hingga saat ini, tidak ada obat atau vaksin yang terbukti melindungi terhadap demam Lassa, kata Olayinka.

Saat ini, satu-satunya obat yang digunakan untuk melawan demam Lassa adalah ribavirin, obat antivirus yang biasa digunakan untuk mengobati Hepatitis C. 

Tetapi efektivitasnya terhadap virus Lassa belum diteliti secara menyeluruh, dan studi pra-klinis dan uji klinis yang mahal diperlukan untuk membuktikan kemanjurannya.  (disway)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: reportase