Prabu Siliwangi Ada 8 Bukan 1, Bermula dari Perang Bubat
Kenapa Kerajaan Pajajaran hilang, pada versi sejarah diceritakan dibakar oleh Kesultanan Banten.-Ilustrasi/Dzulham Fadoli-radarcirebon.com
Radarcirebon.com, CIREBON - Prabu Siliwangi ada 8, bukan 1 seperti yang dikenal selama ini yakni, Sri Baduga Maharaja yang bertakhta di Pakuan Pajajaran, Ibu Kota Kerajaan Sunda.
Pendapat bahwa Prabu Siliwangi ada 8, diungkapkan oleh Profesor Dr Ayatrohaedi, ahli bahasa, arkeolog dan peneliti Sejarah Sunda, dari Universitas Indonesia (UI).
Profesor Dr Ayatrohaedi yang meneliti Naskah Wangsakerta dari Cirebon sejak tahu 1970-an, kemudian membuat kesimpulan bahwa Prabu Siliwangi ada 8, bukan 1 orang saja.
Adapun Prabu Siliwangi adalah julukan untuk raja di Kerajaan Sunda. Sekaligus meluruskan bahwa yang benar memang buka Kerajaan Pajajaran, tetapi Kerajaan Sunda. Pajajaran adalah Ibu Kota Kerajaan Sunda yang bernama Pakwan Pajajaran.
BACA JUGA:Tragis, Anggota TNI dan Istri Tewas Ditabrak oleh Anaknya Sendiri
Naskah Wangsakerta yang diteliti Prof Ayatrohaedi dibuat selama 21 tahun yakni dalam rentang 1677-1698. Sebab, banyak memuat kisah mengenai riwayat Nusantara. Sekaligus catatan tentang pada leluhur terdahulu.
Lalu, bagaimana Prof Ayatrohaedi bisa berkesimpulan bahwa ada 8 Prabu Siliwangi? Rupanya hal itu menarik kisah paca Perang Bubat. Di mana pada pertempuran tidak seimbang, Prabu Wangi atau Prabu Maharaja alias Prabu Linggbhuwana gugur.
Peristiwa tewasnya Prabu Linggbhuwana dalam Perang Bubat tersebut, tidak lain adalah upaya mempertahankan kehormatan dan marabat Kerajaan Sunda, akibat kelicikan Maha Patih Gadjah Mada.
Peristiwa tewasnya Prabu Linggbhuwana terjadi pada tahun 1357, bersama dengan Dyah Pitaloka, gugur dalam pertempuran melawan pasukan yang dibawa oleh Maha Patih Gadjah Mada.
BACA JUGA:Didepan Presiden FIFA, Jokowi: Stadion Kanjuruhan Malang Kita Runtuhkan
BACA JUGA:Hasil Investigasi KNKT Soal Penyebab Kecakalaan Maut di Cibubur: Kegagalan Rem
“Lalu, raja-raja sesudahnya dikenal sebagai Prabu Siliwangi yang maksudnya asilih prabu wangi atau ‘menggantikan Prabu Wangi’,” kata Profesor Ayatrohaedi, seperti dilansir dari Historia, Rabu, 19, Oktober 2022.
Setelah itu, penerus takhta Raja Sunda menggunakan julukan Prabu Siliwangi termasuk Sri Baduga Maharaja yang dianggap sebagai pemimpin di masa puncak Kerajaan Sunda.
Namun, dilihat dari masa berkuasa, sebenarnya Sri Baduga Maharaja hanya memerintah selama 39 tahun (1482-1521). Bahkan, takhta Kerajaan Sunda baru diemban saat usianya sudah di atas 70 tahun.
Klaim bahwa Sri Baduga Maharaja adalah raja terbesar di Kerajaan Sunda, juga masih perlu diuji. Sedangkan dari sisi lama berkiasa, tidak ada yang mengalahkan Niskala Wastukancana yang berkuasa selama 104 tahun (1371-1475).
BACA JUGA:Charly dan Nunung Alvi Buka Gala Diner TTG XXIII di Pendopo Bupati Cirebon
BACA JUGA:Anggota Brimob Sindir Oknum Polisi yang Coreng Nama Baik Polri: Otakmu Dimana?
“Dengan mengikuti Naskah Wangsakerta berarti raja terbesar adalah Niskala Wastukancana sebagai Prabu Siliwangi I sedangkan raja terakhir adalah Suryakancana yang berjuluk Prabu Siliwangi VIII,” kata Profesor Ayatrohaedi.
Naskah Wangsakerta menyebut bahwa raja Sunda terakhir adalah Suryakancana atau dalam Carita Parahayiangan bernama Nu Siya Mulya yang memerintah selama 12 tahun (1567-1579).
Profesor Ayatrohaedi juga tidak sependapat dengan persepsi bahwa Sri Baduga Maharaja adalah raja terakhir.
Sebab, Kerajaan Sunda baru runtuh tahun 1579 tepatnya 58 tahun setelah Sri Baduga Maharaja meninggal. Menurut dia, mengacu pada penjelasan itu, Prabu Siliwangi memang ada 8.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: