Porsi APBD 2014 Belum Ideal

Porsi APBD 2014 Belum Ideal

MAJALENGKA–Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Majalengka tahun anggaran 2014 yang telah mendapatkan evaluasi dan rekomendasi gubernur Jawa Barat, ternyata komposisinya masih belum ideal. Hal ini mengingat porsi belanja tidak langsung yang sebagian besar untuk belanja pegawai, masih jauh lebih besar proporsinya dari belanja publik. Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Majalengka M Habibi mengatakan, jika pada ABPD suatu daerah, belanja rutin yang dominan, maka bisa dikatakan APBD daerah tersebut tidak sehat dan belum pro rakyat. Jika meninjau dari APBD 2014 yang ditetapkan oleh Paripurna DPRD pertengahan Desember 2013 lalu, di sana tercantum pos belanja tidak langsung Rp1.188.840.145.790,04 yang sebagian besarnya dipakai untuk keperluan belanja pegawai. Sedangkan, belanja langsung yang justru merupakan pos untuk pembiayaan belanja publik jauh lebih rendah di angka Rp732.119.255.368,69. Dengan kata lain, sambung Habibi pada pos belanja daerah tersebut, angka perbandingan belanja tidak langsung dengan belanja langsungnya berada di kisaran 63 persen berbanding 37 persen, yang artinya porsi perbandinganya belum ideal dalam memenuhi kebutuhan pos-pos belanja publik. Menurutnya, struktur dan komposisi tersebut menunjukkan masih minimnya keberpihakan pemerintah daerah terhadap masyarakat. Sementara dari tahun ke tahun birokrasi masih menyimpan pekerjaan rumah yang besar, karena dianggap belum bisa maksimal dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. “Idealnya komposisi perbandingan antara belanja langsung dan belanja tidak langsung, setidaknya mesti fifty-fifty. Kalau untuk gaji pegawainya tinggi, dimana jatah untuk rakyat berupa pembangunan infrastruktur, sarana pendidikan, dan jaminan kesehatan rakyat miskin,” sebutnya. Sebelumnya, Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan Aset Daerah (DPKAD) Kabupaten Majalengka Drs Edy Noor Sudjatmiko MSi mengakui jika porsi anggaran APBD 2014 ini masih belum bisa mencapai angka ideal 50:50 antara belanja tidak langsung dan belanja langsungnya. “Idealnya memang 60:40, tapi melihat kondisi sekarang sulit untuk diwujudkan, karena banyak pos-pos program belanja dari pusat yang dibebankan ke daerah. Misalnya penyediaan anggaran untuk program sertifikasi ribuan guru yang sudah tersertifikasi. Itu kan sebetulnya program pusat, tapi daerah yang mesti menyediakan sebagian anggarannya. Jadi ya jelas terbebani,” ujarnya. Meski demikian, alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) ini beranggapan jika upaya Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) selama ini sudah maksimal untuk membuat rancangan anggaran mendekati porsi ideal. Karena saat ini porsi belanja tidak langsung dan belanja langsung pada APBD 2014 sudah hampir mendekat porsi ideal di angka 63 persen berbanding 37 persen. (azs)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: