Pemkot Lamban

Pemkot Lamban

KEJAKSAN – Komentar aktivis Forum Pengembangan Ekonomi Lokal (FPEL), Sutikno SH MH yang menganggap keberadaan Pasar Mambo lebih menguntungkan dan jika perlu izinnya diperpanjang, mendapat reaksi keras dari mantan aktivis mahasiswa, Agung Supirno SH. Menurutnya, sebagai warga negara sudah seharusnya taat kepada hukum, bukan malah turut serta melanggar hukum. Karena sudah jelas, sesuai Perda Nomor 8 tahun 2005 tentang Sempadan Sungai menegaskan tentang larangan mendirikan bangunan, baik secara permanen maupun semi permanen. Berbicara soal mendapatkan keuntungan, kata Agung, tidak harus dengan cara melanggar dan tidak menaati hukum. Mantan demonstran yang getol menolak pembangunan Pasar Mambo ini menganggap pemkot terkesan tidak tegas dan lamban dalam menyelesaikan persoalan ini. Padahal sudah sangat jelas seperti apa yang sudah digariskan Pemprov Jabar, bahwa batas akhir Pasar Mambo adalah tanggal 25 Desember  2010. Hal ini menyebabkan publik tersesat dari opini yang lari dari tujuan hukum itu. “Ini refleksi akhir tahun 2010 yang menyisakan rentetan berbagai persoalan sampai Kota Cirebon mendapatkan predikat kota terkorup se-Indonesia. Semua ini disebabkan ketidakmampuan daerah dalam mengelola dan mengatur daerahnya,” tandasnya. Sebelumnya, Ketua FPEL Kota Cirebon, Sutikno SH MH  menjelaskan, jangka waktu pengelolaan dan penataan Pasar Mambo hanya 5 tahun dan telah berakhir 15 Desember 2010, namun berdasarkan hasil kajian ekonomi lokal, keberadaan pasar ini tidak dalam posisi merugikan, justru malah menguntungkan. Tidak hanya itu, kata Sutikno, berdasarkan kajian hukum bidang pemerintahan, pekerjaan umum dan lingkungan hidup, penataan bangunan semi permanen Pasar Mambo tidak ditemukan pelanggaran yang berdampak merugikan masyarakat luas. WALIKOTA DEADLINE RELOKASI PEDAGANG Meski belum satu pun pedagang yang bersedia direlokasi ke Lantai II Pasar Pagi, namun Walikota Subardi SPd, sudah memberikan deadline kepada pedagang untuk segera menertibkan diri dari Pasar Mambo. “Kami sudah memberikan surat kepada koperasi agar melakukan penertiban. Saya lupa tanggalnya sampai tanggal berapa diberikan kesempatan kepada koperasi untuk menertibkan pedagang,” ujar Subardi, Rabu (29/12). Menurut Subardi, dalam persoalan Pasar Mambo dirinya tidak memiliki persoalan dengan pedagang. Tetapi hanya dengan Koperasi Mambo Mulya, sebab dalam Memorandum of Understanding (MoU) yang pernah dibuat, pemkot hanya berurusan dengan koperasi. Sehingga dalam penertiban pedagang, pemkot juga menyerahkan sepenuhnya kepada koperasi. “Kita tidak ada urusannya dengan pedagang, kita urusannya dengan koperasi. Tindaklanjutnya kita serahkan kepada koperasi. Dalam persoalan ini urusannya adalah pemkot dengan koperasi,” tegas dia. Soal adanya keberatan dari pedagang untuk pindah dari Pasar Mambo, Subardi mengaku masih akan menunggu perkembangan sebelum melakukan tindak lanjut. Yang jelas, hingga saat ini dirinya masih menunggu apakah pedagang akan pindah sesuai dengan batas waktu yang diberikan atau tidak. “Saya tinggal melihat seperti apa, yang jelas dalam persoalan ini adalah persoalan pemkot dengan koperasi. Pedagang ya urusannya dengan koperasi itu tadi,” katanya. Terpisah, Kepala Unit Pasar Pagi, Popon Ernawati, mengaku belum ada satu pun pedagang yang mendaftar ke lantai II Pasar Pagi. Meski demikian, pihaknya sudah melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi perpindahan pedagang. Salahsatu upaya tersebut adalah dengan menyiapkan lapak-lapak dan kios untuk pedagang. “Belum ada, belum ada yang daftar,” ucap dia di ruang kerjanya. Dijelaskannya, jumlah lapak yang dipersiapkan untuk pedagang adalah 22 unit, sedangkan jumlah kios yang dipersiapkan mencapai 18 unit. Untuk lapak, luas yang disiapkan oleh PD Pasar adalah 2x1,8 meter untuk masing-masing lapak dan untuk kios luasnya 2x2 meter. “Kalau kita sudah menawarkan, tinggal menunggu saja pedagang yang mau pindah,” katanya.(abd/yud)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: