Rp 9,07 Triliun Bangun Bandara Kertajati, Alih Rute Jadi Pertaruhan Besar

Rp 9,07 Triliun Bangun Bandara Kertajati, Alih Rute Jadi Pertaruhan Besar

Pembangunan Bandara Kertajati telah menelan anggaran negara hingga Rp 9,07 triliun. -Baehaqi-radarcirebon.com

MAJALENGKA, RADARCIREBON.COM - Pembangunan Bandada Kertajati menghabiskan APBN sebanyak Rp 9,07 triliun, dan kini tinggal menunggu dioptimalkan.

Presiden RI, Ir Joko Widodo atau Jokowi tentu berharap Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati ramai pengunjung dalam waktu dekat.

Oleh karena itu, kembali digagas alih rute penerbangan dari Bandara Husein Sastranegara seperti yang sudah pernah dilakukan di tahun 2019.

Hanya saja kali ini berbeda. Alih rute dari Bandara Husein Sastranegara sudah didukung dengan beroperasinya Jalan Tol Cisumdawu. Sehingga dapat memudahkan perjalanan Bandung - Cirebon dan sebaliknya.

BACA JUGA:Jangan Terkecoh Kasus Panji Gumilang, Waspadai Ratusan Rekeningnya, Konon Triliunan Rupiah

Masalah alih rute ini, menjadi jalan untuk meramaikan Bandara Kertajati. Kendati demikian, tidak sepi juga dari kritik terhadap rencana itu.

Aktivis medsos, Palung Mariana misalnya. Dia membuat sebuah utas berkaitan dengan Bandara Internasional Kertajati. 

"Kertajati merupakan ide pendahulunya itu, jadi proyek sia-sia. Landasan burung besi itu terancam sepi," katanya.

Dari awal 2023 lalu, jelang rampungnya semua seksi proyek Cisumdawu, Kemenhub telah mewacanakan penggeseran jadwal penerbangan jet niaga ke Kertajati.

BACA JUGA:Ditahan Selama 20 Hari, Inilah Sosok Pengganti Panji Gumilang Pimpin Ponpes Al Zaytun

Alih rute ini bukan ide baru, malah terbilang gagal. Juli 2019, negara sempat merelokasi 13 rute pesawat dengan intensitas 56 penerbangan/hari dari Bandara Husein.

Pada saat itu, hanya menyisakan penerbangan armada baling-baling rute carter di Bandara Husein Sastranegara. 

"Sayang, ketika itu konsumen tak juga terpikat. Garuda Indonesia berserta anak usahanya, Citilink Indonesia, menghentikan rute penerbangannya dari dan ke Kertajati di thn yang sama, lantaran okupansi yg kurang dari 50 persen," katanya. 

Okupansi ini jauh dari idealnya yang sebesar 75 persen. Para penumpang dinilai lebih memilih Soetta ketimbang Kertajati. Yang terjadi kemudian, jumlah penumpang anjlok, jadi 2.500 yg sblmnya 3.000-4.000/hari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: