DPPKD Batal Dipecah
KEJAKSAN- Keinginan Pemkot Cirebon memecah Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah (DPPKD) menjadi Dinas Pendapatan dan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah sulit terealisasi. Tim pansus DPRD Kota Cirebon yang melakukan konsultasi ke kemendagri 24 Januari lalu mengatakan pemecahan DPPKD tidak bisa dilakukan. Pemkot justru disarankan untuk menggabungkan DPPKD dengan bagian perlengkapan sekretariat daerah yang mengelola aset daerah, dan berubah nama menjadi DPPKAD Kota Cirebon. Ketua Pansus Lili Eliyah SH MM mengatakan bila memang hendak dikembangkan menjadi dua OPD, maka OPD baru yang dipecah dari DPPKD harus berbentuk dinas, bukan berbentuk badan. Namun, bila melihat kondisi Kota Cirebon, hal tersebut tidak bisa dilakukan. \"Berdasarkan scoring, nilai kita 64. Itu artinya di bawah 70. Di mana bila sesuai aturan harusnya memiliki 15 OPD baik dinas ataupun badan. Tetapi sekarang di Kota Cirebon saja sudah ada 18 dinas dan badan, di mana 12 dinas dan 6 badan. Maka bila dipaksakan, dikhawatirkan menyedot anggaran,\" ujarnya. Sehingga, sambungnya, sangatsulit bila memang ingin memecah DPPKD. \"Kami juga mempertimbangkan anggaran, Kota Cirebon sendiri sudah terlalu gemuk,\" lanjutnya. Dirinya pun membenarkan bila tupoksi DPPKD nantinya akan ditambah menjadi pengelola aset. Sehingga bagian perlengkapan sekretariat daerah kemungkinan besar akan masuk ke dalam DPPKD. Sehingga nama dinas pun akan berubah menjadi DPPKAD. Anggota pansus lainnya, Drs Priatmo Adji membenarkan bila pengelolaan aset disarankan dalam DPPKD. Sehingga bagian perlengkapan di sekretariat daerah akan ditiadakan. \"Setelah konsultasi, ternyata memang DPPKD tidak bisa dikembangkan. Disarankan digabungkan dengan bagian perlengkapan. Sehingga bagian perlengkapan di sekretariat daerah tidak ada,\" ujarnya, kemarin. Di samping DPPKD, keinginan pihak eksekutif untuk menambah dua staf ahli juga sulit terealisasi. Saat sudah dikonsultasikan, kemungkinan besar jumlah staf ahli hanya bisa ditambah 1. \"Mentok-mentoknya hanya bisa menambah satu. Dibolehkan staf ahli bertambah tapi maksimum 1,\" lanjutnya. Tidak hanya itu, untuk pengubahan unit layanan pengaduan (ULP) yang tadinya menjadi bagian sekretariat daerah menjadi kantor, juga tidak bisa direalisasi. Keinginan untuk merekrut tenaga outsorcing di kantor Satpol PP pun harus mendapatkan izin dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara. \"ULP tetap di sekretariat daerah, tak boleh jadi kantor. Begitu juga Satpol PP, kalau ingin menambah tenaga outsorcing harus ada izin dari menteri,\" tukasnya. (kmg)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: