Mengungkap Makna di Balik Pameran Lukisan Karya Yopi Hendiana
“Negeriku Kaya Raya”, Saat Jelata Menggapai Cita Pelukis Indramayu, Yopi Hendiana menggelar pameran lukisan di Tugu Kunstkring Paleis Menteng Jakarta Pusat, 31 Desember 2013–2 Februari 2014. Lukisan yang dipamerkan ternyata sangat menarik Utoyo Prie Achdi, Indramayu ADA beberapa hal yang disukai Yopi Hendiana untuk dijadikan objek lukisannya. Karena itu tak jarang sambil menenteng kamera ia mendatangi objek-objek itu. Objek-objek itu antara lain pasar, nelayan, terminal, perajin, dan tempat-tempat rakyat lainnya. Secara sosiologis, tempat-tempat itu merepresentasikan gambaran penduduk yang riil dari seluruh lapisan masyarakat setempat. Di situ elemen masyarakat bertemu dan melakukan transaksi. Transaksi pertama pada awalnya adalah ekonomi. Kemudian dari ekonomi mencerminkan budaya, sosial sampai dengan politik. Di luar itu, objek atau tempat seperti pasar, terminal, kawasan kerajinan menjadi ikon tersendiri bagi kebersahajaan, kerja keras, ketekunan, ketabahan atau kesederhanaan. Nilai–nilai inilah yang kemudian menimbulkan empati dan simpati. Karena itu lukisan–lukisan dengan objek petani memanen padi, nelayan yang memanggul ikan atau pedagang di pasar merupakan tema–tema lukisan yang tak pernah mati. Agaknya inilah yang disadari Yopi Hendiana. Setelah malang melintang di beberapa aliran lukisan, pelukis yang tinggal di Jl Kresna No 8 Bumi Mekar Indramayu ini tampak lebih sreg dengan aliran ini. “Saya pernah mencoba melukis di aliran lain, tapi saya tidak bisa menikmati,” ujarnya. Dari lukisannya yang dipamerkan di Tugu Kunstkring Paleis Menteng Jakarta Pusat bersama pelukis Dirot Kadirah, tampak Yopi kuat dalam memilih ide dan amanatnya. Ada beberapa ciri yang dapat kita tarik dari karya–karya lukisnya. Umumnya ia memilih objek wong cilik seperti pedagang pasar tradisional, nelayan, perajin gerabah, mobil omprengan dan yang lainnya. Objek–objek tersebut memang mengundang empati dan simpati. Sisi human interest inilah yang sengaja dimunculkan oleh pelukis. Sehingga emosional penikmat lukisan dengan sendirinya timbul. Tentu tak sembarang objek kerakyatan yang dipilih Yopi. Ia tentu mempertimbangkan warna, komposisi, dan bagus tidaknya objek itu bila dipajang. Pada warna misalnya, alumni ISI Jogjakarta ini tampak lebih sering memunculkan warna yang cerah. Itu sebabnya mengambil objek pedagang pasar, khususnya pedagang buah. Buah pepaya yang hijau, jeruk yang oranye, pisang yang kuning atau buah mangga gedong perpaduan antara hijau kuning dan warna gincu sering menjadi objek lukisannya. Tema lukisan yang menampilkan rakyat kecil dengan suasana ceria mengundang dua makna filosofi tersendiri. Rakyat kecil mewakili ketidakberdayaan dan keterbatasan sementara suasana ceria melambangkan keceriaan. Dua hal yang bertolak belakang ini akhirnya menyampaikan pesan bahwa semangat dan optimisme harus tetap ada pada kondisi yang terpuruk sekalipun. Pada komposisi, Yopi sering mengambil objek yang menantang. Ia misalnya melukis objek pedagang buah dengan latar belakang barang dagangan yang detil dan menyeluruh. Hal ini sengaja ia garap sehingga kesan naturalnya begitu tampak. Pertimbangan lainnya dalam lukisannya ia kerap menyajikan amanat yang tersirat dalam lukisannya. “Amanat itu tidak harus vulgar disampaikan,” ujarnya. Bahkan menurutnya amanat itu tidak harus dikonsep lebih awal. Dalam melakukan hunting objek lukisan misalnya, hal yang pertama menjadi pertimbangan adalah objek, warna dan komposisi. Jika tiga hal ini menarik hatinya ia kemudian akan menjadikannya sebuah lukisan. Apabila sudah tercipta, maka dengan sendirinya amanat itu muncul. Lukisan dengan objek beberapa sisir pisang yang digantung sementara di depannya tumpukan jeruk dengan latar belakang pedagang yang lelap tertidur merupakan salah satu contohnya. Tatkala ia sedang hunting di pasar Karangampel, ia tak menduga menemukan objek ini. Yopi lalu memindahkan objek ini ke kanvas. Hasilnya luar biasa. Ada susasana cerah dari warna buah-buahan dan ada semacam parodi dan satir dari ibu-ibu pedagang buah itu yang terlelap tidur. Lukisan ini kemudian diberi judul “Mimpi Indah”. Ada amanat yang kita tangkap dari lukisan itu yakni ada harapan, ada impian yang hendak diraih dari sebuah kerja keras. Demikian pula ada amanat tentang keharmonisan keluarga dari lukisan dengan objek nelayan. Dalam lukisan itu ada nelayan yang sedang memperbaiki jaring di perahu. Sementara dua orang anaknya tampak sedang riang gembira bermain dekat ayahnya. Lahir di Tasikmalaya 8 November 1975, Yopi memiliki bakat seni rupa yang kuat. Karena itulah atas arahan gurunya usai menyelesaikan SD dan SMP Yopi masuk ke Sekolah Seni Rupa Indonesia (SSRI) Jogjakarta. Usai dari sini ia melanjutkan ke Institut Seni Indonesia (ISI) Jogjakarta jurusan desain komunikasi. Keluar dari perguruan tinggi Yopi mepraktikkan talentanya di beberapa perusahaan yang menangani animasi, visual merchandising, desain visual perfilman sampai dengan melukis dinding (mural) di beberapa negara antara lain Kuwait, Dubai, dan Jordania. Saat bekerja di Timur tengah inilah ia mempersunting gadis asal Sukaurip Indramayu. Merasa tak betah sebagai pegawai, ia kini benar-benar total di dunia lukisan. Setelah usai mengadakan pameran di Jakarta, kini hari-harinya dipenuhi dengan kegiatan melukis unrtuk mempersiapkan pameran tunggalnya. “Saya ingin menjadi pelukis profesional yang membawa nama harum Indramayu di mata internasional,” ujarnya menutup pembicaraan. (oet)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: