13 Nelayan Terluka saat Bentrokan

13 Nelayan Terluka saat Bentrokan

INDRAMAYU - Front Nelayan Bersatu (FNB) menyebutkan sedikitnya 13 nelayan mengalami luka-luka dalam bentrokan saat unjuk rasa, di terminal transit utama Pertamina unit pemasaran dan niaga Balongan, Senin (17/2) kemarin. Nelayan yang terluka diantaranya Tardi dari KM Pasifik, Parno dari SNT, Sunaryo dari KM Putra Jasa dan pengurus KPL Mina Sumitra, Kartono dari KM Teguh Jaya, Hasan Bisri dari KM Setia Kawan, Nano dari KM Abadi, Nano dari KM Andora, Warnadi dari KM Rosalinda, Busro dari KM Mandala Perkasa, Sudrajat dari KM Andora, Abikon, Warto, dan Ahmad Sahrani. Beberapa pengunjuk rasa juga dimintai keterangan di Mapolres Indramayu terkait kericuhan tersebut. FNB memastikan, nelayan tidak melakukan penyerangan terhadap petugas kepolisian yang mengawal aksi unjuk rasa tersebut. Hal itu diungkapkan Kajidin, sebagai koordinator umum dalam aksi unjuk rasa nelayan. “Yang pasti ada penyusup dan menjadi provokator. Seharusnya kepolisian mendukung gerakan rakyat, bukan malah berupaya melakukan kriminalisasi terhadap nelayan,” tutur Kajidin, Selasa (18/2). Polisi telah melakukan pemeriksaan kepada Ono Surono sebagai ketua FNB terkait aksi unjuk rasa yang berujung ricuh tersebut. Selain itu, pengunjuk rasa lainnya yang juga diperiksa adalah Budi Santoso, Kajidin, Karyawan, Siradjudin, Carkaya, Firman, Heru, Abikon, Warto, Suwenda, Ahmad Sahrani, dan Khaerul Anam. Sementara itu, Ono Surono mengatakan sampai saat ini belum ada kejelasan terkait BBM subsidi untuk kapal nelayan di atas 30 GT. Akibatnya hingga saat ini kapal-kapal yang sudah merapat belum bisa berangkat untuk melaut karena terkendala BBM. Bila dipaksakan menggunakan BBM nonsubsidi, maka dipastikan nelayan akan mengalami kerugian. “Kita akan tetap menyuarakan tuntutan ini. Meski kemarin gagal bertemu dengan pihak Pertamina, namun kita sudah menyiapkan langkah-langkah selanjutnya,” ungkap Ono. Bahkan aksi yang lebih besar akan dilakukan nelayan mulai dari Medan hingga ke Ambon untuk menyuarakan tuntutan tersebut. Pemerintah dituntut mengeluarkan kebijakan yang pro terhadap nelayan. Pencabutan subsidi BBM akan membuat kapal-kapal asing dengan mudah mengeruk kekayaan laut Indonesia. Sementara nelayan Indonesia terkekang pembatasan-pembatasan yang diterapkan pemerintahnya sendiri. “Pokoknya jangan sampai ada dikotomi antara nelayan besar dan kecil, semuanya harus bisa diproteksi oleh pemerintah. Yang ada hanya nelayan Indonesia dan nelayan asing,” pungkasnya. (cip)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: