Soal JKN, Nasib Gakin Terbengkalai

Soal JKN, Nasib Gakin Terbengkalai

KUNINGAN – Nasib warga miskin (gakin) yang tidak terkaver program jamkesmas alias peserta jamkesda, rupanya belum jelas. Karena anggaran untuk jaminan kesehatan nasional (JKN) yang dialokasikan dalam APBD 2014, bagi peserta jamkesda masih jauh dari cukup. Kepala Dinas Kesehatan H Raji K Sarji MMKes sempat menyebutkan, dana yang dibutuhkan untuk itu sebesar Rp11,7 miliar. Uang sebesar itu guna memenuhi kebutuhan 51.300 warga yang tidak terkaver jamkesmas. Sebab premi untuk mereka dihitung Rp19.225 per bulan. Keterangan tersebut diperkuat Ketua Komisi D DPRD, H Ending Suwandi MM. Pengalokasian anggaran untuk peserta jamkesda menurutnya, baru terpenuhi senilai Rp2,5 miliar. Padahal kebutuhannya cukup besar, nyaris mencapai Rp12 miliar. “Dana untuk peserta jamkesda itu biasanya sharing antara pemda dengan Pemprov Jabar. Kalau sekarang baru teralokasi Rp2,5 miliar, maka kurangnya masih jauh,” ujar politikus asal Partai Golkar itu, kemarin (4/3). Jika persentasenya 60 persen dari pemda dan 40 persen dari pemprov, maka APBD Kuningan mesti mengalokasikan kekurangan Rp5,2 miliar. Pada saat pembahasan APBD 2014, TAPD telah memikirkan penyusunan anggaran tersebut. Namun ternyata sampai pengetukan palu, dana itu tidak ada. “Kami meminta agar esekutif segera koordinasi dengan provinsi. Ini harus segera karena masyarakat membutuhkan layanan JKN seiring dengan diberlakukannya aturan baru tentang BPJS,” harapnya. Selain anggaran untuk peserta jamkesda, Ending juga berharap agar utang pemda ke PT Askes jadi pemikiran bersama. Ia mendengar total utang yang ditanggung sampai sekarang mencapai Rp51 miliar. Saat dikonfirmasikan ke Sekda Drs H Yosep Setiawan MSi, dirinya belum memberikan respons. Terpisah, Ketua LSM Kampak Fri Maladi mengkritisi pelaksanaan JKN lewat BPJS. Setelah dirinya melakukan pengecekan, cukup banyak masyarakat yang menjadi korban iklan. Gotong royong atau subsidi silang dari peserta JKN kaya ke peserta JKN tidak mampu, dianggapnya bohong. “Kenyataannya warga tidak mampu tetap harus membayar premi Rp25.500 per bulan, itu pun untuk kelas 3. Kejadian ini menimpa warga Lengkong berinisial TW. Dia itu kan masuk kategori tidak mampu, tapi tetap harus bayar premi,” ungkapnya. Mestinya, warga tidak mampu terbebaskan dari premi. Kebutuhan mereka harus ditanggung pemerintah atau subsidi silang sesuai dengan iklan layanan masyarakat yang dipasang BPJS. Melihat ketidak ketimpangan tersebut, Maladi meminta agar Kuningan menolak BPJS. “Dengan otonominya Kuningan harus tegas menolak BPJS yang tidak prorakyat,” pinta Maladi. (ded)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: