Respons Pj Walikota Cirebon Soal Polemik Tahta Keraton Kasepuhan Cirebon
Pj Walikota Cirebon, Agus Mulyadi tanggapi polemik Keraton Kasepuhan Cirebon. -Dedi Haryadi-Radar Cirebon
RADAR CIREBON – Konflik di Keraton Kasepuhan hingga kini belum juga usai. Sejumlah pihak pun masih mengklaim dirinya sebagai Sultan Sepuh Keraton Kasepuhan Cirebon.
Mereka yang masih mengklaim dirinya sebagai Sultan Sepuh Keraton Kasepuhan adalah Sultan Sepuh Jaenudin II Arianatareja, Pangeran Heru Rusyamsi Arianatereja yang biasa disebut Pangeran Kuda Putih.
Kemudian Sultan Aloeda 2 Rahardjo Djali atau yang dikenal dengan Sultan Umah Kulon.
Dalam catatan radarcireboncom sejumlah kericuhan terjadi dalam masalah konflik perebutan tahta di Keraton Kasepuhan ini.
BACA JUGA:BREAKING NEWS: Kota Cirebon Diguncang Gempa Lagi, Kekuatan 2,5 Magnitudo
BACA JUGA:Perkuat Dukungan Priangan Timur, Syaikhu-Habibie Kompak Kampanye di Ciamis
Pada tahun 2021 terjadi aksi saling lempar batu antarkelompok pendukung Sultan Aloeda 2 Rahardjo Djali dengan kelompok pendukung keluarga Sultan Sepuh XV Pangeran Raja Adipati (PRA) Luqman Zulkaedin.
Perang saling lempar batu tersebut terjadi di Keraton Kasepuhan Cirebon usai upacara pelantikan perangkat Kasultanan Kasepuhan Cirebon versi Sultan Sepuh Aloeda II Rahardjo Djali di Bangsal Jinem Pangrawit Keraton Kasepuhan Cirebon.
Peristiwa yang terbaru adalah kericuhan antara masyarakat sekitar Keraton Kasepuhan dengan delegasi atau utusan dari Pangeran Kuda Putih Heru Rusyamsi yang menghadiri pertemuan diskusi di Markas Macan Ali Nuswantara Cirebon.
Kericuhan itu terjadi di Alun-alun Sangkala Buana Kasepuhan, Rabu (2/10/2024).
BACA JUGA:Kampanye di Ciamis, Ahmad Syaikhu Ziarah ke Makam Adipati Singacala dan Pangeran Usman
Masyarakat sekitar yang tidak suka dengan kehadiran kelompok Pangeran Kuda Putih Heru Rusyamsi itu langsung melakukan pengusiran dan gesekean pun tak terhindari.
Polemik yang terjadi di Keraton Kasepuhan Cirebon tersebut mendapat sorotan dan tanggapan dari masyarakat dan pemerhati sejarah budaya Cirebon.
Mustaqim Asteja selaku pemerhati sejarah dan budaya Cirebon mengungkapkan, untuk menyelesaikan persoalan tersebut perlu mediasi dan campur tangan pemerintah daerah, Provinsi hingga Pusat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: