Nelayan Ingin Dibangun Breakwater di Pesisir Suranenggala

Nelayan Ingin Dibangun Breakwater di Pesisir Suranenggala

Dian (baju putih tangan dibelakang), Tarji (baju batik topi hitam) dan nelayan Suranenggala melihat pesisir Desa Karangreja, Kecamatan Suranenggala.-Cecep Nacepi-radarcirebon.com

CIREBON, RADARCIREBON.COM - Para nelayan di Kecamatan Suranenggala cukup bersabar. Sudah bertahun-tahun lamanya, pesisir Desa Karangreja, Kecamatan Suranenggala terjadi pendangkalan. Saat air laut surut para nelayan yang keluar untuk berlayar ke laut terpaksa harus di dorongan melewati pesisir, saat keluar dari muara Sungai.

Ya, karena waktu surut, kedalaman air hanya 40 cm dan dipenuhi lumpur. Sehingga, untuk perahu besar tidak bisa lewat. "Kalau perahu kecil sama perahu sedang, kita bisa didorong saat lewat, tapi kalau perahu besar tidak bisa lewat," kata Dian selaku nelayan Kecamatan Suranenggala.

Padahal.Kata Dian, Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Sambung Jayamulya, Kecamatan Suranenggala merupakan TPI yang masi aktif melakukan pelelangan di Kabupaten Cirebon. Dari pelelangan itu, menjadi penyumbang PAD untuk Kabupaten Cirebon. Namun, kondisi nelayan sekitar mengalami kesulitan saat air laut surut.

"PAD kami lancar, setahun bisa Rp 25 juta. Jadi kami harap Pemerintah pusat maupun Pemerintah Kabupaten (Pemkab) memperhatikan kami para nelayan di Suranenggala. Kami ingin pesisir kami dilakukan Breakwater, agar keluar masuk lebih mudah. Terutama agar perahu besar bisa masuk," ujar Dian.

BACA JUGA:Viral! Aksi Peminta Sedekah Secara Paksa di Komplek Makam Sunan Gunung Jati, Begini Kata Ratu Raja Arimbi

Dian bercerita, dulu pendangkalan cukup parah, hingga banyak perahu berukuran sedang sulit untuk keluar menuju pantai. Ia kemudian berupaya dengan meminta bantuan CSR dari beberapa perusahaan BUMN di sekitarnya. Akhirnya, pesisir dilakukan normalisasi.

"Kita pernah normalisasi dari BUMN, karena dana terbatas hanya normalisasi Sungai. Tidak sampai breakwater. Sementara setiap hari ada surutnya, jadi kembali lagi lumpurnya," katanya.

Bahkan, para nelayan dan Pemerintah Desa (Pemdes) juga sudah berupaya semaksimal mungkin agar tidak terjadi pendangkalan. Baik melalui swadaya dan lainnya. Sayangnya, upaya itu tidak maksimal, selama tidak dilakukan Breakwater.

Kata Dian, Breakwater butuh dana miliaran rupiah, karena itu pihaknya bingung dana dari mana, karena Pemdes pun alokasi terbatas. Ia berharap ada solusi dari pemerintah, baik pemerintah pusat maupun Pemkab agar memperhatikan nelayan di Suranenggala.

BACA JUGA:Tatap Piala AFF 2024, Shin Tae-yong Panggil 3 Pemain Persib Bandung

"Harapan kami pemerintah pusat maupun daerah memperhatikan kami. Nelayan kita banyak, kalau keluar masuk perahu lancar, maka PAD juga bakal naik, apalagi kalau bisa dilintasi perahu besar, dari luar sana lebih besar lagi, PAD yang masuk," katanya.

Dian mengaku pernah mendengar dari Dewan, kalau di daerahnya ini, bakal ada pembangunan untuk Breakwater untuk mencegah ombak dan abrasi. Namun, wacana ini tidak ada realisasi sampai dengan saat ini.

Hal senada disampaikan oleh Tarji Jibang selaku Ketua TPI Sambung Jayamulya mengatakan, sejak tahun 2020 terjadi abrasi besar dan terjadi tanah timbul. Sehingga terjadi pendangkalan di pesisir tersebut.

Katanya pendangkalan sangat dirasakan oleh para nelayan. Hal itu, terlihat dari jumlah PAD yang menurun. Namun, setelah dilakukan normalisasi Sungai, PAD naik.

BACA JUGA:Jabar Panen Penghargaan Penyiaran di Ajang Anugerah KPI 2024

"PAD yang masuk dulu hanya Rp 15 juta pertahun. Setelah normalisasi yang dibantu BUMN naik PAD menjadi Rp 25 juta. Kalau nanti di Breakwater kemungkinan bisa dua kali lipat naiknya. Karena kapal besar bisa masuk dan ikut lelang ke TPI kami," jelasnya.

Tarji sempat mendengar akan ada pembangunan Breakwater di pesisir Suranenggala. Namun, sudah bertahun-tahun lamanya bantuan itu tidak teralisasi. "Sudah ada rencana dulu, cuman belum ada realisasi karena ada Covid-19," tandasnya. (cep)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: