Sektor PAD Tak Terganggu Perda Miras
*Pemkot Pastikan Pariwisata Tidak Terkendala LEMAHWUNGKUK– Keberadaan perda tentang larangan minuman keras (miras) hingga nol persen tak berdampak apapun terhadap pendapatan asli daerah (PAD). Bahkan untuk sektor pariwisata samasekali tak terganggu atas pemberlakuan perda tersebut. Karena itu, perda ini tak perlu direvisi. Kabid PAD Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Daerah (DPPKD) Kota Cirebon Ir Dede Achmady mengatakan data sepanjang tahun 2013 lalu, PAD dari sektor yang ada keterkaitan dengan minuman beralkohol (mihol) atau miras tidak mengalami penurunan sejak diberlakukannya perda larangan miras pada pertengahan tahun 2013 lalu. Bahkan, justru terjadi peningkatan PAD dari karaoke, diskotik dan pub malam, serta sektor pajak hotel maupun restauran. “Mengalami peningkatan. Lebih dari 100 persen,” terangnya kepada Radar Cirebon, Rabu (26/3). Dengan demikian, Dede menyimpulkan tidak ada penurunan pada PAD sejak perda larangan miras diberlakukan. Bahkan, untuk tahun 2014 seluruh target PAD dinaikkan. Memasuki triwulan pertama tahun ini, capaian PAD dari beberapa sektor pajak tersebut, cenderung masih stabil dibandingkan tahun sebelumnya. Meskipun demikian, untuk capaian PAD di tahun 2014 dari sektor pajak hotel, pajak restoran dan pajak hiburan, belum dapat dipastikan angkanya sebelum tutup buku di bulan Desember 2014 nanti. “Kami optimis target PAD di tahun ini akan tercapai. Khususnya di sektor pajak yang berhubungan dengan perda larangan miras,” ujarnya. Keberadaan perda larangan miras hingga nol persen, tidak memiliki dampak apapun bagi PAD. Selain hanya memberikan sumbangan tidak lebih besar dibanding pajak lainnya, Dede yakin masyarakat dan pengusaha mendukung pemberlakuan perda larangan miras. Hal ini dibuktikan dengan capaian PAD di tahun 2013. “Itu menunjukan tidak ada pengaruh sama sekali antara PAD dari sektor hiburan maupun hotel, dengan keberadaan perda larangan miras nol persen,” jelas pria yang sebelumnya menjabat kepala Bidang Ekonomi Bappeda itu. Berdasarkan data yang dihimpun Radar, pemasukan pajak hotel di tahun 2013 lalu terbagi menjadi beberapa item. Untuk hotel bintang tiga dari target Rp3,7 miliar dapat tercapai hingga Rp3,8 miliar. Secara prosentase jumlah ini sama dengan 102,57 persen. Begitupula untuk hotel bintang dua, dari target Rp1,6 miliar diperoleh hampir Rp2 miliar atau mengalami capaian hingga 125 persen. Begitupula dari PAD pajak restauran dan cafe atau bar, mengalami peningkatan. Dari target Rp10 miliar untuk restauran, tercapai Rp11,2 miliar atau 112 persen. Cafe dan bar ditargetkan menyumbang Rp1 miliar tercapai Rp1,2 miliar atau 121 persen. Sedangkan dari sektor pajak karaoke, diskotik dan pub malam ditargetkan Rp282 juta dan tercapai hingga Rp363 juta atau 128 persen. Memasuki tahun 2014 ini, hingga triwulan pertama untuk capaian pajak dari hotel bintang tiga mencapai sekitar 21 persen dari target Rp4 miliar. Sementara, hotel bintang dua mencapai 22,6 persen dari target Rp1,9 miliar. Untuk pajak restauran, sampai triwulan pertama mencapai 26 persen dari target Rp10 miliar. Sedangkan, cafe dan bar menyumbang 27,3 persen dari target Rp1,1 miliar. Sementara, dari karaoke, diskotik dan pub malam menyumbangkan hampir 20 persen dari target Rp363 juta. “Itu sampai triwulan pertama. Saya yakin target tercapai,” ucap Dede Achmady. Hal senada disampaikan Kepala Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Disporbudpar) Kota Cirebon, Drs Dana Kartiman. Menurutnya, hingga saat ini sejak perda larangan miras disahkan di Kota Cirebon pada sekitar Juni 2013 lalu, aspek pariwisata tidak mengalami gejolak penurunan. “Pariwisata baik-baik saja. Masih banyak pariwisata lain yang layak dikunjungi. Seperti keraton dan tempat wisata lainnya,” ucap Dana kepada Radar. Karena itu, dia menilai tidak ada persoalan dengan pemberlakukan perda larangan miras hingga nol persen, dengan aspek pariwisata di Kota Cirebon. Selain itu, lanjut Dana Kartiman, sampai hari ini pihaknya belum pernah menerima aduan dari pengusaha hiburan malam maupun sejenisnya, tentang keberadaan perda larangan miras itu. Dimungkinkan, aduan langsung ditujukan kepada pemegang kebijakan tertinggi. “Menurut saya, tidak ada dampak dari pemberlakuan perda itu. Kita wujudkan kota wali dengan visi Religius, Aman, Maju, Aspiratif dan Hijau,” tukasnya didampingi Sekretaris Disporbudpar, Bagja Edi Rohaedi SSn MM. Era otonomi daerah seperti saat ini, pemerintah daerah dalam hal ini Pemerintah Kota Cirebon, memiliki kewenangan dalam menentukan arah kebijakan yang terbaik untuk daerahnya. Karena itu, Dana menilai penting untuk duduk bersama bersama Kementrian Dalam Negeri membahas surat klarifikasi terhadap perda larangan miras hingga nol persen itu. “Tidak semua aturan pemerintah pusat perlu diadopsi daerah. Jika itu tidak masuk diterapkan, jangan dipaksakan. Karena daerah memiliki kewenangan mengatur sendiri,” terangnya. Perda tersebut dibuat atas dasar komitmen dan kajian dari semua pihak. Baik unsur eksekutif maupun legislatif. Bahkan, para tokoh agama dan tokoh masyarakat beserta elemen terkait lainnya, turut terlibat aktif dalam perumusan hingga penetapan aturan daerah itu. Dengan demikian, kajian dan argumentasi pasti dimiliki dalam mempertahankan perda larangan miras agar tetap nol persen. (ysf)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: