IPHA: Hemat Biaya Produksi hingga 40 Persen

IPHA: Hemat Biaya Produksi hingga 40 Persen

Mesin tanam padi atau transplanter yang dimodifikasi BBWS Cimancis saat dipamerkan di kantor BBWS setempat, Rabu (19/3/2025).-ADE GUSTIANA-radarcirebon.com

CIREBON, RADARCIREBON.COM - Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung (BBWS Cimancis) mengembangkan metode Irigasi Padi Hemat Air (IPHA). Yaitu, untuk memaksimalkan pemanfaatan air irigasi, memangkas budget produksi hingga meningkatkan hasil pertanian.

Kepala BBWS Cimancis Dwi Agus Kuncoro ST MM MT menjelaskan latar belakang IPHA. Diciptakan karena perubahan iklim global dan tata guna lahan yang semakin terbatas, terutama di musim kemarau. Sehingga budidaya pertanian harus menyesuaikan dengan ketersediaan air yang ada.

"Artinya, kita harus mengevaluasi bahwa budidaya pertanian harus hemat, tidak harus berlebih-lebih air. Dan memang tanaman padi ini bukan tanaman akuatik, tapi semi-akuatik. Metode IPHA muncul karena keprihatinan itu," jelas Dwi kepada wartawan di kantor BBWS setempat, Jalan Pemuda, Kota Cirebon, Rabu (19/3/2025).

Sebelum mengenalkan inovasi IPHA, tahapan-tahapan telah dirumuskan. Sampai pada suatu kesimpulan bahwa untuk mempercepat penyebaran IPHA harus berfokus pada masalah teknik menanam benih, yang memang berbeda dengan metode lain. Kata Dwi, harus dangkal dan konfigurasi L --padi tidak ditanam secara tegak lurus.

BACA JUGA:Mantan Anggota DPRD Majalengka Kasus Narkoba, Endingnya Jadi Begini

"Kalau manusia menanam padi ya betul 10 meter pertama datar, menyeret (konfigurasi L). Tapi lama-lama nancep (tegak lurus). Setelah kita amati, semua orang begitu. Sehingga perlu ada satu alat yang memang bisa otomatis dangkal dan konfigurasi L," jelas Kabalai.

BBWS Cimancis memodifikasi alat menanam padi yang disebut Transplanter. Telah diujicoba dan berhasil. Sejumlah kekurangan masih dianalisa dan diperbaiki. Seperti, bahan bakar minyak yang disebut Kabalai masih tergolong boros.

"Kita evaluasi dan menciptakan alat serupa dengan teknologi listrik menggunakan aki yang bisa dicharger agar bisa lebih hemat," jelas Agus Dwi.

Anggaran yang dikeluarkan untuk memodifikasi alat yang sudah ada, kata Dwi, tak lebih dari Rp5 juta. Sementara untuk menciptakan alat baru sebesar Rp10 juta.

BACA JUGA:Manfaatkan Indibiz, SMK Swadaya PUI Cilimus Kuningan Wujudkan Digitalisasi Sekolah

Kabalai menegaskan, hadirnya transplanter bukan untuk menggantikan para buruh tandur. Tapi memberdayakan mereka dengan teknologi terkini. Ditegaskan juga, transplanter atau mesin menanam padi difokuskan untuk kelompok tandur, bukan untuk kelompok tani.

"Kalau ada program pemerintah mau memikirkan alat itu, bisa dihibahkan kepada kelompok tandur tadi," jelas Kabalai.

Dwi Agus membeberkan kelebihan transplanter. Dari hasil padi, katanya, bisa meningkat 2 sampai 3 ton/hektare gabah kering panen. Kemudian air hemat 30 persen dalam satu musim tanam.

"Dari mulai tanam sampai panen, 30 persen volume air kita hemat," tukasnya.

BACA JUGA:Mudik Sebentar Lagi, Polres Cirebon Kota Pastikan Siap Gelar Operasi Ketupat Lodaya 2025

Kabalai melanjutkan, pupuk dan benih juga bisa hemat 40 persen. Sehingga jika diakumulasi, biaya produksi dari tanam hingga panen bisa menghemat 40 persen. (ade)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: