PDIP Incar Kursi DPR “Milik Hanura dan Demokrat”
CIREBON - Target PDI Perjuangan untuk meraih suara pemilu 30 persen dan meleset menjadi di bawah 20 persen, membuat penasaran partai berlambang moncong putih ini. Saat ini PDIP ingin menggenapkan capaian kursi DPR RI hingga 20 persen, sehingga bisa mencalonkan sendiri para pilpres mendatang. Informasi yang dihimpun Radar, saat ini PDIP sedang berjuang keras meraih tambahan kursi di DPR RI untuk menggenapkan 20 persen sebagai syarat mencalonkan capres dan cawapres. Salah satu yang menjadi target menggenapkan 20 persen adalah Dapil VIII Jabar meliputi Cirebon dan Indramayu. Kursi DPR RI yang hampir pasti diraih PDIP adalah 2 kursi, namun partai ini akan mengincar 1 kursi tambahan sehingga menjadi 3 kursi DPR RI untuk menggenapkan 20 persen kursi parlemen. Salah satu kursi yang menjadi target, kata kata sumber Radar, antara kursi Hanura dan Partai Demokrat, karena kedua partai ini terancam tidak mendapatkan kursi dari Dapil VIII Jabar. Dan PDIP sangat berhasrat untuk mengambil 1 kursi tambahan. “PDIP sekarang sedang bergerak untuk meraih 3 kursi itu supaya genap capaian 20 persen kursi DPR RI sebagai syarat mengusung capres sendiri,” kata sumber Radar. Azhar dari Team Relawan Selly A Gantina (Caleg DPR RI PDIP) kepada Radar tadi malam menjelaskan, PDIP untuk kursi DPR RI dari dapil Cirebon dan Indramayu menargetkan 3-4 kursi. Dan, peluang untuk mendapatkan target itu masih besar. Hanya saja Azhar enggan merilis siapa saja yang bakal mendapatkan tiket kursi DPR RI dari PDIP. “Semuanya masih punya peluang besar, yang jelas PDIP targetnya mendapatkan 3-4 kursi DPR RI,” katanya singkat. Sementara itu aktifis Gerakan Alumni HMI (GAHMI), Ade A Utama (AAU), carut marutnya penyelenggaraan pileg saat ini membuat KPU menjadi tertuduh. Empat kali sudah Indonesia menggelar pemilu di era reformasi, idealnya yang keempat ada peningkatan kualitas berdemokrasi serta kualitas penyelenggaraannya. Kualitas pemilu, kata AAU, paling tidak dapat dinilai dari sisi partisipasi pemilih, kejujuran dan sportifitas peserta serta independensi penyelengara/KPU, mulai dari tingkat pusat, propinsi hingga kab/kota. Minimnya tingkat partisipasi, kecurangan sistematis dan keberpihakan KPU kepada parpol ataupun caleg tertentu seolah menjadi ketidaklaziman yang dilazimkan. “Besarnya angka golput menunjukkan KPU gagal melakukan sosialisasi, hal ini diperkuat dengan fakta banyak pemilih yang tidak mengetahui tata cara pencoblosan yang benar,” kata AAU. Dalam hal teknis, masih kata AAU, lebih buruk lagi ada temuan tertukarnya surat suara yang mustahil terjadi karena salah kirim surat suara. “Kecuali ditangani oleh petugas buta huruf, kasus tertukarnya surat suara terjadi di 23 provinsi. Bahkan di Jawa Barat memiliki 20 persen suara dari total DPT keseluruhan banyak ditemukan masalah,” katanya. Salah satu yang paling fatal, sambung AAU, tertukarnya surat suara. Akibat dari tertukarnya surat suara di 21 kabupaten dan kota, KPU Jawa Barat terpaksa menggelar pemungutan suara ulang (PSU) dihampir 300 TPS di Jawa Barat. Bahkan ada indikasi KPU Jawa Barat beserta KPU kab/kota sudah kehilangan objektifitasnya dan cenderung berpihak pada parpol tertentu. Pihaknya mencontohkan indikasi ini diperkuat dengan temuan kecurangan sistematis dan keberpihakan KPU Kabupaten Indramayu dengan tertukarnya surat suara DPRD tingkat II dan DPR RI di semua dapil. Anehnya surat suara DPRD Provinsi tidak ada yang tertukar, ditambah lagi tidak sigap mengantisipasi pemadaman listrik saat penghitungan suara.(abd)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: