Musim Liburan Sekolah, Cuaca Masih Dinamis dan Ekstrem, Begini Imbauan BMKG

Musim Liburan Sekolah, Cuaca Masih Dinamis dan Ekstrem, Begini Imbauan BMKG

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati.-Foto: Sekretariat Presiden-radarcirebon.com

JAKARTA, RADARCIREBON.COM - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan seluruh pihak untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap kondisi cuaca yang masih dinamis dan berpotensi ekstrem di berbagai wilayah Indonesia.

Imbauan ini menjadi semakin penting mengingat saat ini merupakan masa libur sekolah atau high season, di mana aktivitas masyarakat untuk berwisata dan bepergian ke luar kota mengalami peningkatan signifikan.

Meskipun sebagian wilayah telah memasuki musim kemarau, kondisi atmosfer dan laut masih sangat dinamis dan bisa berdampak pada keselamatan serta kelancaran aktivitas masyarakat.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menyampaikan bahwa sesuai hasil prakiraan dan peringatan dini BMKG yang disampaikan sepekan sebelumnya, selama sepekan terakhir telah terjadi berbagai kejadian cuaca ekstrem yang berdampak signifikan, seperti hujan lebat, angin kencang, banjir, longsor, hingga kecelakaan transportasi.

BACA JUGA:Perkuat Inovasi Pertanian Modern, UGJ dan BBPP Lembang Jalin Kolaborasi Strategis

BACA JUGA:Berprestasi di MTQ, Kafilah Kabupaten Cirebon Diguyur Kadeudeuh, Sekda: Kita Berikan Secara Cash

Salah satunya adalah insiden kapal KMP Tunu Pratama Jaya yang tenggelam di Selat Bali pada 2 Juli 2025, serta sejumlah gangguan penerbangan akibat cuaca buruk.

“Kondisi ini nampaknya sesuai dengan peringatan dini yang sudah kami keluarkan sejak H-1 bahkan hingga sepekan sebelumnya, baik untuk sektor publik, pelayaran, maupun penerbangan. BMKG secara rutin memperbarui prakiraan cuaca dan potensi gangguan cuaca ekstrem melalui berbagai kanal komunikasi,” ujar Dwikorita.

Hingga akhir Juni 2025, BMKG mencatat bahwa sekitar 30 persen zona musim di Indonesia telah memasuki periode musim kemarau.

Angka ini masih jauh di bawah kondisi klimatologis normal, di mana pada akhir Juni biasanya lebih dari 60 persen wilayah telah mengalami musim kemarau.

Kondisi ini dipicu oleh anomali curah hujan yang berada di atas normal sejak awal Mei dan terus berlanjut hingga saat ini.

BACA JUGA:Hadiri Munas ASWAKADA, Siti Farida Tegaskan Peran Penting Wakil Kepala Daerah

BACA JUGA:Ingin Indonesia Maju di 2045, Berikut Saran dari Bupati Imron untuk Desa dan Kelurahan

Data BMKG menunjukkan bahwa hujan kategori atas normal tercatat di sekitar 53 persen wilayah Indonesia, terutama di Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, sebagian Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.

"Cuaca ekstrem juga masih berlangsung hingga awal Juli, seperti yang tercatat pada 2 Juli 2025, ketika Stasiun Geofisika Deli Serdang mencatat curah hujan ekstrem sebesar 142 mm, dan Stasiun Meteorologi Rendani Papua Barat sebesar 103 mm," papar Dwikorita.

Menjelaskan lebih jauh, Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menyampaikan bahwa dinamika atmosfer yang memicu cuaca ekstrem saat ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor global dan regional.

Meskipun fenomena Madden-Julian Oscillation (MJO) berada di fase kurang aktif, kondisi atmosfer masih sangat labil akibat lemahnya Monsun Australia dan aktifnya gelombang ekuator seperti Rossby dan Kelvin.

“Hal ini menyebabkan udara di wilayah selatan Indonesia tetap lembap dan mendukung pembentukan awan hujan, bahkan di wilayah-wilayah yang secara klimatologis seharusnya sudah memasuki musim kemarau,” jelas Guswanto.

BACA JUGA:Tanam Pohon Mangga di Eks TPA Grenjeng, Wujud Rasa Syukur PPPK Kota Cirebon

BACA JUGA:Ditpolairud Polda Jabar Tangkap Dua Pelaku Penyelundupan Benih Lobster

Menurut Guswanto, kondisi laut juga turut memperparah potensi cuaca ekstrem. Bibit siklon tropis 98W yang terpantau di sekitar Luzon memang tidak berdampak langsung ke Indonesia, namun menyebabkan peningkatan kecepatan angin di Laut Cina Selatan.

Sementara itu, sirkulasi siklonik di Samudra Hindia barat Sumatera dan Samudera Pasifik utara Papua Nugini menciptakan zona konvergensi dan konfluensi di beberapa perairan Indonesia, seperti Laut Jawa, Laut Flores, dan wilayah Maluku bagian utara.

“Fenomena ini meningkatkan risiko gelombang tinggi dan hujan lebat di perairan terbuka. Kondisi ini perlu menjadi perhatian serius bagi sektor pelayaran dan nelayan,” tegasnya.

Direktur Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani, menambahkan bahwa prakiraan cuaca mingguan periode 4–10 Juli 2025 menunjukkan potensi hujan lebat masih tinggi di berbagai wilayah.

BACA JUGA:Wujudkan Generasi Jabar yang Berkarakter, KDM Luncurkan Kurikulum Nyaah ka Indung

BACA JUGA:Aturan ODOL Picu Sopir Truk Beraksi, Ternyata Ini Sanksi yang Ditakuti

Dalam periode 4–6 Juli, wilayah yang perlu diwaspadai antara lain Sulawesi Barat, Maluku, dan Papua Selatan untuk kategori siaga hujan lebat.

Sementara angin kencang berpotensi terjadi di Kepulauan Riau, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, dan beberapa wilayah di Sulawesi dan Papua.

“Pada 7–10 Juli, potensi hujan sangat lebat bahkan diperkirakan di Papua Pegunungan, sementara wilayah Maluku masih masuk kategori siaga. Masyarakat harus tetap waspada, terutama terhadap banjir bandang, longsor, dan gangguan aktivitas harian,” ujar Andri. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: reportase