Pleno KPU Kota Kisruh

Pleno KPU Kota Kisruh

*Caleg Demokrat Ngamuk, Emosi Celotehan Oknum Penyelenggara Pemilu CIREBON - Rapat pleno rekapitulasi perolehan suara yang digelar KPU di Griya Sawala berlangsung kisruh, kemarin. Bahkan, salah satu pengurus dan caleg Partai Demokrat, Achmad Sofyan ngamuk dan sempat naik ke meja rapat untuk meluapkan kekesalannya pada penyelenggara pemilu. Beruntung, keributan itu bisa ditangani cepat oleh petugas keamanan. Pantauan Radar, tindakan Sofyan yang sempat membuat kisruh arena penghitungan, karena dipicu celotehan salah seorang petugas pemilu di salah satu kecamatan. Penyelenggara tersebut berceloteh bahwa caleg yang sudah kalah harus menerima nasib. Sontak, celotehan tersebut menyinggung Sofyan yang kala itu meminta rekapitulasi ditunda. Aksi Sofyan tersebut langsung mengundang perhatian. Pihak keamanan beserta pengurus Partai Demokrat lainnya langsung berusaha mengamankan suasana. Akhirnya, Sofyan dan pengurus partai lainnya dibawa keluar ruang rapat. Sementara itu, kepada Radar, Achmad Sofyan mengatakan, tindakan yang dilakukannya merupakan spontanitas. Saat mendengar salah seorang penyelenggara pemilu berceloteh dan merendahkan dirinya, Sofyan merasa tersinggung. \"Ini kan rekap saja belum, ya masih belum tahu kan siapa saja yang meraih suara terbanyak,\" tuturnya. Menanggapi tindakan yang dilakukan kader Demokrat, Ketua DPC Partai Demokrat Kota Cirebon, Drs H Nasrudin Azis SH menilai hal tersebut merupakan sesuatu yang wajar. Azis justru menilai celotehan penyelenggara pemilu merupakan penghinaan, dan langkah yang dilakukan Sofyan adalah reaksi atas celotehan yang dilontarkan. \"Sebenarnya, mengutarakan ketidakpuasan di forum resmi seperti ini benar adanya. Tapi karena ada penyelenggara pemilu yang nyeloteh tidak pada tempatnya, dan celotehannya menyinggung perasaan, wajar kalau responnya seperti itu. Jangan menyalahkan partai. Kejadian itu tidak akan terjadi kalau tidak ada yang nyeloteh,\" ujarnya. Tidak hanya itu, sebelum rapat pleno dimulai, Komisioner KPU juga dibanjiri interupsi, baik dari para saksi ataupun pengurus partai. Dalam interupsi tersebut, sejumlah saksi dan pengurus partai meminta dilakukan penundaan rekapitulasi suara, karena pelaksanaan pemilu 9 April lalu dinilai carut marut. Pengurus Partai Gerindra, Ahmad Subur Karsa mengatakan, rekapitulasi suara harus ditunda, karena dalam pelaksanaannya, terdapat banyak keganjilan, termasuk juga adanya dugaan aksi money politics yang dilakukan sejumlah calon. \"Kami meminta rekap ini ditunda,\" tuturnya. Dia juga menyinggung alasan KPU menggelar pemungutan suara ulang (PSU) di TPS, padahal PSU dapat diulang apabila terjadi bencana alam dan atau kerusuhan. Tidak hanya itu, Subur juga mempertanyakan berita acara tertukarnya surat suara dari dapil II Kesambi dan Pekalipan ke Dapil III Kejaksan dan Lemahwungkuk. Menjadi sesuatu yang aneh manakala surat suara bisa tertukar. Kejadian ini, lanjutnya, menunjukkan KPU telah teledor melakukan tugasnya sebagai penyelenggara pemilu karena tidak teliti dalam pelipatan suara suara. Hal senada dilontarkan Saksi Gerindra, Budi Permadi. Dia bahkan secara tegas mendesak digelar pemilu ulang. Tidak hanya pemilu ulang di 12 TPS, tetapi di seluruh TPS di Kota Cirebon. Desakan pemilu ulang bukan persoalan tertukar surat suara, tapi ada indikasi kecurangan masif dalam pelaksanaan pemilu. “Ini skenario besar menciderai pemilu,” kata mantan politisi PDIP. Atas kejadian itu, KPU harus bertanggung jawab. Pihaknya mengancam akan men-DKPP-kan KPU. Permintaan maaf dari KPU saja tidak cukup, ini termasuk kesalahan fatal. Ketua DPD PAN Kota Cirebon, Ir Wawan Wanija juga mempertanyakan kejanggalan proses penghitungan suara di salah satu TPS di Kelurahan Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk. Karena ada indikasi oknum KPPS menggelembungkan suara, padahal suara sebenarnya tidak ada. Karena itu, perlu di cross check datanya, termasuk meminta penjelasan dari KPU. Belum lagi, para caleg yang menggunakan money politics membuat sistem demokrasi yang dibangun selama ini menjadi rusak. “Di Kelurahan Kasepuhan ada indikasi penggelembuingan suara. Data D1 mendadak ada suaranya, padahal sebenarnya tidak ada,” tandasnya. Hujan interupsi yang dilakukan sejumlah saksi dan pengurus partai sebelum rapat pleno, rupanya membuat Komisioner KPU gerah. Hal itu membuat Ketua KPU, Emirzal Hamdani SE menuding bahwa sejumlah saksi dan pengurus partai tersebut terindikasi ingin menggagalkan pelaksanaan pleno. Sontak saja, penyataan Emirzal kembali membuat panas suasana. Para pengurus dan saksi tidak terima kalau pihaknya dituding berencana menggagalkan pemilu. Bahkan secara lisan, salah seorang pengurus partai meminta pihak kepolisian segera memproses pernyataan ketua KPU itu sebagai perbuatan tidak menyenangkan. Meski banyak interupsi, Emirzal bersama komisioner KPU lainnya akhirnya tetap memulai rapat pleno tersebut. \"Kami meminta ketua KPU meminta maaf dan pihak kepolisian juga memproses tindakan yang dilakukan ketua KPU ini. Jelas pernyataan ini menyinggung. Kami meminta komisioner KPU untuk mengundurkan diri,\" ujar Budi Permadi. Sementara itu, Ketua Aliansi Masyarakat Penegak Demokrasi Pancasila, Gunadi Rasta SH MH mengatakan, penyataan ketua KPU sangatlah tidak beretika. Pasalnya, kata dia, harus ada bukti yang kuat bila para pengurus partai dan saksi tersebut berencana untuk mengagalkan pemilu. \"Apa dasarnya mengatakan kalau kita hendak menggagalkan pemilu,\" tuturnya. Maka dari itu, pihaknya juga meminta pada pihak kepolisian menindaklanjuti permasalahan ini. Bila tidak, lanjut dia, pihaknya pun akan melakukan gerakan. \"Tadi sudah disaksikan oleh Kapolres dan saya harap bisa ditindaklanjuti. Kalau tidak, kita akan bertindak,\" tukasnya. Komisioner KPU, Dita Hudayani SH menjelaskan, alasan penyelenggaraan PSU mengacu kepada Surat Edaran (SE) KPU RI No 275/2014 tentang surat suara yang tertukar bukan di dapilnya, maka akan diadakan pemungutan suara ulang, kemudian ditindaklanjuti surat KPU nomor 306/2014 tentang penanganan surat suara tertukar. Intinya, surat suara tertukar itu dilakukan pemungutan ulang berdasarkan surat suara tertukar di TPS mana atau lembaga (jenis surat suara). “Ini hanya DPRD kota yang tertukar,” kata Dita. Lebih jauh Dita menegaskan, tertukarnya surat suara bukan dari KPU Kota Cirebon, tetapi kesalahan dari boks kertas suara yang dikirim dari KPU RI. Seperti biasanya, dalam satu boks ada satu jenis contoh surat suara yang terpasang di kardus sebagai bukti kalau itu adalah surat suara seperti yang tertera di atas kardus. “Tidak mungkin diperiksa satu per satu,” kata Dita. (kmg/abd)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: