Pihak yang Tidak Puas Dipersilakan Gugat ke MK
CIREBON - Sesuai jadwal, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Cirebon menggelar rapat pleno terbuka rekapitulasi hasil perhitungan perolehan suara anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten pada pemilu legislatif (Pileg) tahun 2014 di gedung Asramahaji Watubelah, (19-20/4). Menurut Ketua KPU Kabupaten Cirebon, Saefuddin Jazuli, rapat pleno tersebut sesuai dengan jadwal yang ada. Dalam rekapitulasi perhitungan suara ini, disaksikan perwakilan seluruh partai politik (parpol) dan instansi terkait, sehingga jika ada kejanggalan atau kesalahan, mereka bisa protes ataupun meminta klarifikasi sehingga mendapatkan data yang valid. \"Alhamdulillah pleno berjalan lancar. Rapat pleno rekapitulasi KPU selesai sekitar 20 jam. Kami telah mencocokkan, setiap angka dari kecamatan untuk dibacakan, didengarkan, dilihat oleh semua saksi dan undangan,\" katanya kepada Radar, usai menutup rapat pleno, Minggu pagi. Kepada para saksi maupun caleg yang tidak puas dengan hasil pleno, Saefuddin menyerahkan sepenuhnya hak para caleg untuk melaporkan gugatan, meskipun yang bersangkutan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konsitusi (MK). Lebih lanjut, setelah pleno tersebut, model DB akan diserahkan ke provinsi guna mengikuti tahapan pleno tingkat KPU Provinsi pada tanggal 22 April 2014 nanti. \"Silakan saja, itu sebagai proses demokrasi. Kami akan siap-siap adu data dan membandingkan hasilnya. Kemudian, setelah dilakukan pleno tingkat provinsi pada tanggal 22 April nanti, lalu pleno pusat. Kemungkinan tanggal 11 Mei 2014 hasil ketetapan pemenangan kursi sudah bisa dilihat,\" ungkapnya. Sementara itu, Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPD PKS Kabupaten Cirebon, Nurul Ain Akyas menolak menandatangani hasil rekapitulasi suara. Ia beralasan, banyak menemukan adanya penggelembungan suara dan pengurangan suara PKS di daerah pemilihan (Dapil) VII. Kemudian, Nurul juga merasa keberatan dengan cara pleno terbuka yang dilakukan KPU Kabupaten Cirebon. Pasalnya, di dalam aturan rapat pleno terbuka harus dilakukan dalam waktu bersamaan atau tidak melakukan penghitungan di dua titik tempat. \"Kami menolak untuk hasil itu, karena saat menemukan adanya penggelembungan suara, semua upaya telah kami tempuh termasuk instruksi dari KPU untuk melapor ke Panwaslu, kemudian mendapatkan rekomendasi. Eh kita sudah lapor ke Panwaslu, Panwaslu mengatakan rekomendasi bukan kewenangannya, jadi seola-olah kami merasa dipimpong. Lalu, kami juga merasa keberatan dengan rapat pleno KPU. Itu bukan rapat pleno terbuka namanya, tapi rapat komisi,\" tegasnya. Dengan kejanggalan tersebut, pihaknya akan mengajukan keberatan hingga ke Mahkamah Konstitusi (MK). \"Itu hak yuridis kami, kita akan segera lapor ke MK,\" tegasnya. Di tempat yang sama, Kapolres Cirebon Kabupaten AKBP Irman Sugema SIK mengklaim bahwa proses rekapitulasi suara Pileg 2014 berjalan lancar dan aman. \"Alhamdulillah berjalan lancar dan aman. Saya tidak mengerti yang dinamakan pleno kacau itu seperti apa,\" katanya. SEMUA HASIL REKAPITULASI TIDAK SAH Mantan Komisioner Divisi Teknis KPU Abdullah Syafi’i SSi ME mengatakan, hasil rapat pleno perolehan suara tingkat kabupaten tidak sah. Sebab, penghitungan yang dilakukan dibagi menjadi dua kelompok. “Yang namanya pleno itu harus dilakukan secara serentak dan disaksikan semua pihak. Harusnya, rekap itu dibacakan satu persatu secara rinci, mulai dari DPR RI, DPD, DPRD provinsi, DPRD Kabupaten/Kota tidak boleh ada pembagian kelompok,” ujar Syafi’i kepada Radar, Minggu (20/4). Alasan KPU untuk mempercepat penghitungan, lanjutnya, adalah salah besar. Karena di dalam pedoman dan aturan PKPU sendiri, diatur rekap itu paling lama dilakukan tiga hari. “Boleh rekap itu ditunda dulu dan dilanjutkan besok lagi, saya rasa itu tidak bermasalah. Wong hasilnya saja sudah ada di dalam kotak suara kok, tinggal dijaga ketat saja. Jadi tidak mungkin ada permainan suara pun,” ucapnya. Dia juga mengkritik, yang namanya pleno rekapitulasi penghitungan suara itu dipimpin oleh komisioner minimal empat orang, dengan membacakan secara jelas mekanismenya mulai dari DPR RI sampai ke bawah. “Kalau tidak sesuai dengan mekanisme, maka harus disesuaikan dengan mekanisme. Contohnya, ada saksi di kelompok A, saat penghitungan di kelompok B saksi satunya tidak melihat,” terangnya. Sementara itu, Ketua KPU Kabupaten Cirebon Saefuddin Jazuli MSi mengatakan, pembagian dua kelompok dalam rekapitulasi hasil pleno tingkat kabupaten itu diperbolehkan. “Di tahun 2009 saja hal itu dilakukan. Bahkan di tahun itu dibagi menjadi tujuh forum atau kelompok. Artinya, tidak musti pararel,” ucapnya. Diungkapannya, pernyataan anggota komisioner yang menyatakan tidak sesuai dengan aturan PKPU itu mirip dengan PKS, lantaran tidak terima dengan hasil rapat pleno. “Penolakan PKS itu protes di bagian sistem penghitungan sama rekapnya,” tuturnya. Meski PKS tidak menandatangani hasil rekapitulasi KPU, tidak akan mempengaruhi penghitungan suara. Dia juga mengakui, pihaknya hanya memantau rekap oleh petugas. “Kita hanya memantau saja pasca memberikan sambutan dan memimpin. Artinya, kami tidak mengikuti rapat pleno, kami hanya memantau saja,” pungkasnya. (via/sam)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: