Wali Kota: Itu Tergantung Keputusan Bersama DPRD
PERDA Nomor 4/2013 tentang Pelarangan Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol di Kota Cirebon kini ramai lagi dibicarakan. Bahkan ada wacana agar perda ini direvisi atau disesuaikan dengan peraturan lain yang lebih tinggi. Meski demikian, wacana penyesuaian atau revisi ini tampaknya sulit terwujud karena perwakilan umat Islam menolaknya. Wali Kota Cirebon Drs H Ano Sutrisno MM juga belum bisa memutuskan persoalan ini. Ano mengatakan nasib perda ini diserahkan kepada keputusan bersama dengan dewan. Ano menilai hal itu merupakan produk hukum bersama antara legislatif dengan eksekutif. “Bagaimana hasil dengan dewan saja. Karena perda itu keputusan bersama antara dewan dan pemerintah,” ujarnya kepada Radar melalui sambungan telepon dari Jakarta, Rabu (23/4). Jika dewan menghendaki perubahan dan menyesuaikan dengan aturan lebih tinggi, hal itu harus dibahas secara mendalam. Sebab, perda tersebut sebelumnya telah disepakati bersama untuk dilaksanakan. “Kita harus bahas secara mendetail. Jangan sampai menimbulkan persoalan baru di belakang hari,” pesannya. Dengan kata lain, jika pada akhirnya rapat tersebut menghendaki perubahan perda miras tidak lagi nol persen di Kota Cirebon, Ano menganggap hal itu keputusan bersama dan harus dihormati semua pihak. Menurutnya, semangat perjalanan perda mihol nol persen itu karena keprihatinan pemerintah terhadap nasib generasi penerus bangsa. Selain itu, mihol banyak mengandung sisi tidak baik dibandingkan positifnya. “Semangatnya dulu seperti itu. Tapi, apapun hasil keputusan rapat 5 Mei nanti, saya serahkan kepada forum,” ucapnya. Pernyataan Wali Kota Ano Sutrisno tersebut menanggapi keinginan dewan untuk mengubah dan menyesuaikan Perda Nomor 4 tahun 2013 tentang Pelarangan Peredaran dan Penjualan Mihol di Kota Cirebon, dengan Peraturan Presiden Nomor 74 tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Mihol. Namun, dalam catatan Radar, anggota Komisi A DPRD Kota Cirebon, Cecep Suhardiman SH MH justru ingin mempertahankan perda nol persen pelarangan mihol itu. Pada bulan lalu, Cecep menyampaikan bahwa langkah terobosan membuat perda tersebut sangat diapresiasi daerah lain. Bahkan, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan gugatan Yudisial Review FPI terkait cantolan hukum diperbolehkannya mihol dalam Kepres Nomor 3 tahun 1997. Hal itu, lanjut Cecep, menunjukan sikap MA yang menginginkan masa depan bangsa dijalani tanpa racun dari barang haram tersebut. Di samping itu, jajaran pemkot Cirebon bersama DPRD Kota Cirebon telah berkomitmen kuat membebaskan kota wali ini dari peredaran dan penjualan maupun konsumsi mihol melalui Perda 4 tahun 2013. Selama ini, mihol sering ditemukan peredaranya hingga masyarakat kecil. Padahal, dalam berbagai fakta kasus, mihol telah merenggut ratusan bahkan ribuan nyawa. Termasuk, kata Cecep, merusak mental generasi masa depan bangsa. Terkait pemasukan yang diberikan miras untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) pemkot, Cecep menilai tidak ada masalah dengan itu. Sebab, PAD dari retribusi izin penjualan mihol sejak tahun 2011 tidak menunjukan nilai yang tinggi. Bahkan, sebagian besar penjualan mihol tidak memiliki izin. Sehingga, keberadaan perda pelarangan mihol tidak terlalu berpengaruh ke PAD dalam kaitan dengan pengusaha tempat hiburan dan peredaran miras di Kota Cirebon. “Perda mihol masih berlaku hingga saat ini,” terangnya saat itu. (ysf)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: