Geram Aksi Pedofil, SBY Segera Terbitkan Inpres
JAKARTA - Maraknya kasus kekerasan seksual pada anak yang terjadi di beberapa daerah, mencuri perhatian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Orang nomor satu di Indonesia itu mengaku geram dengan aksi kekerasan seksual yang dilakukan para pedofil. Kemarin (8/5), SBY menggelar rapat terbatas (ratas) khusus membahas masalah tersebut. Bahkan, dalam waktu dekat, pihaknya akan mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) gerakan lawan kekerasan seksual terhadap anak. \"Kita semua dikejutkan dengan kejadian yang tentu membuat kita semua marah, syok dan berbagai reaksi yang memang patut kalau itu terjadi. Yaitu kejadian kekerasan seksual terhadap anak. Ini sesuatu yang sangat serius,\" papar SBY saat membuka ratas di Kantor Presiden, kemarin. SBY menuturkan, pemerintah memahami betul kemarahan masyarakat terkait maraknya kejahatan seksual terhadap anak. Sebab, hal tersebut membawa trauma dan dampak kejiwaan bagi anak-anak yang menjadi korban kejahatan seksual. Presiden berusia 64 tahun itu menuturkan, sebenarnya pemerintah melalui pihak kepolisian telah melakukan penindakan hukum bagi para pelaku kejahatan seksual tersebut. Namun, dia mengakui, upaya tersebut nampaknya belum cukup. \"Oleh karena itu, saya menetapkan bahwa yang diperlukan sekarang ini adalah aksi nyata kita. Tindakan nyata bersama di seluruh tanah air. Karena itu, dalam pertemuan yang baru saja saya pimpin bersama Wapres saya tetapkan dan putuskan langkah yang agar benar-benar kita bisa melakukan gerakan nasional pencegahan dan pemberantasan kejahatan seksual terhadap anak,\"papar SBY seusai rapat. SBY melanjutkan, dalam mewujudkan gerakan tersebut, banyak hal yang harus dilakukan. Diantaranya diperlukan edukasi serta sosialisasi secara masif dan terus menerus terkait bahaya dan dampak kekerasan seksual, di sekolah-sekolah. Sosialiasi juga perlu dilakukan di sejumlah media massa. \"Kita akan lakukan secara agresif, masif, dan berkelanjutan,\" lanjutnya. Berikutnya, kata SBY, pengawasan juga perlu dilaksanakan terus menerus, khususnya di lingkungan keluarga. Selain itu, diperlukan pula respon yang cepat serta penindakan hukum yang nyata terhadap pelaku kejahatan seksual. \"Yang tidak kalah pentingnya, rehabilitasi terhadp anak-anak yang jadi korban terutama secara mental,\" katanya. Karena itu, SBY menjelaskan perlunya penguatan revisi dan penyempurnaan dari perangkat undang-undang dan peraturan yang ada, terkait penindakan hukum pada pelaku kekerasan seksual pada anak. Mengenai payung hukum terhadap gerakan tersebut, dia menuturkan pihaknya segera mengeluarkan instruksi presiden (inpres). Jika gerakan tersebut sudah mulai dijalankan, dia berjanji akan melakukan sejumlah evaluasi. \"Undang-Undang dan peraturan yang ada perlu penguatan, revisi dan penyempurnaan. Sehingga manakala dijalankan akan ada efek tangkal, efektif dan menjanjikan hukuman yang tidak ringan. Ini diperlukans lagi revisi, penyempurnaan perangkat itu. Manakala harus ada penyempurnaan Instruksi Presiden itu, kita sempurnakan, karena itu hanya instrument untuk sebuah implementasi yang langsung di lapangan,\" jelasnya. SBY pun mengingatkan, karena ini merupakan gerakan nasional, maka harus melibatkan semua pihak. Disamping pemerintah dan penegak hukum, komisi-komisi terkait seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), organisasi perempuan, komunitas pakar, para psikolog, psikiater, orgaisasi keguruan, serta dunia usaha juga harus ikut serta. Tidak hanya itu, dia juga menyebut para relawan, komunitas masyarakat lokal, ketua RT, Ketua RW, dan Lurah/Kepala Desa. \"Merekalah yang mengerti setiap harinya, setiap jamnya, apa yang terjadi di rumah-rumah, di komunitas-komunitas yang paing depan, komunitas kecil. Kalau ditanya kapan? Sesegera mungkin, tidak perlu kita tunggu kelengkapan baru melaksanakan tindakan massif, harus kita mulai pada bulan ini, bulan Mei,\" tegasnya. Untuk itu, SBY mengungkapkan, pekan depan pihaknya akan mengundang komunitas-komunitas masyarakat terkait untuk membahas gerakan tersebut. \"Saya akan dengarkan pandangannya, usulan-usulannya tapi tentu tidak boleh berlama-lama, harus ada gerakan bersama, dan kemudian sambil jalan kita sempurnakan segalanya,\" ujar SBY. Kapolri Sutarman pun menyambut baik rencana revisi UU Perlindungan Anak. Bahkan, dia berharap pelaku kejahatan seksual bisa dihukum mati. Dia menguraikan, selama ini dalam UU Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002, hanya disebutkan maksimal hukuman penjara 15 tahun penjara. Hukuman tersebut dinilai tidak maksimal sehingga tidak menimbulkan efek jera. \"Kalau bisa hukuman seumur hidup atau hukuman mati saja. Saya mengharapkan hakim memutus seberat-beratnya,\" ujarnya saat ditemui di Kantor Presiden, kemarin. Sementara itu, mengenai pelecehan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa atau pedofilia ini dikatakan oleh psikolog seks, Zoya Amirin, sangat susah untuk disembuhkan. Ia mengibaratkan pedofilia seperti penyakit diabetes yang sudah terjangkit pada seseorang. \"Tidak bisa sembuh tapi bisa dikontrol dengan terapi konseling dan obat psikofarmakologi,\" ujarnya saat dihubungi kemarin. Kendati susah disembuhkan, Zoya menuturkan bahawa penyakit ini bukan merupakan herideter atau dapat diturunkan secara genetik dalam keluarga. Sehingga, tidak perlu ada kecemasan atau tudingan bahwa dalam satu keluarga mengalami penyimpangan seksual. Ia juga mengatakan, penyimpangan psikologis ini biasanya terjadi akibat trauma masa kecil, menjelang remaja atau masa remaja akhir. \"Kebanyakan dari pengidap penyimpangan perilaku seks ini sih banyaknya kaum pria,\" tandasnya. Hal itu tercermin dari dua kekerasan seksual yang saat ini menjadi sorotan masyarakat. yakni kekerasan seksual yang terjadi di Jakarta International School (JIS) dan kekerasan seksual yang dilakukan oleh Emon di Sukabumi. (ken/mia)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: