Usulkan Buka Hasil Tes Psikologi

Usulkan Buka Hasil Tes Psikologi

*** Kedua Tim Pemenangan Capres Sepakat JAKARTA - Hasil tes kesehatan terhadap pasangan capres-cawapres, terutama hasil tes psikologi perlu dibuka ke publik. Sebagai bahan bagi masyarakat dalam menentukan pilihannya, tim pemenangan Prabowo-Hatta Rajasa maupun Jokowi-Jusuf Kalla telah sama-sama mengusulkan agar KPU memfasilitasinya. Juru debat tim pemenangan Prabowo-Hatta, Fahri Hamzah, menyadari data kesehatan, termasuk psikologi, merupakan data pribadi yang bersifat rahasia. Namun, dia termasuk yang berpandangan bahwa data psikotes itu perlu dibuka. “Supaya rakyat tahu seperti apa tingkat kecerdasan, kecakapan, kejujuran, dan tingkat komitmen capres yang akan dipilih,” kata Fahri di Jakarta kemarin (1/6). Dia menganalogikan dengan calon karyawan yang hendak menjadi pegawai sebuah perusahaan. Setelah mengetahui hasil tes kesehatan calon karyawan, perusahaan berhak menolak jika ternyata tidak sesuai dengan kriteria kebutuhan. “Karena itu, rakyat memang seharusnya diberi tahu, selanjutnya terserah rakyat sendiri,” lanjutnya. Apakah yakin Prabowo setuju hasil tes psikologinya diumumkan? Fahri yakin jika alasannya untuk bisa mendapatkan pemimpin yang terbaik bagi bangsa dan negara, yang bersangkutan tidak akan menolak. “Bila tujuannya untuk mendapatkan pemimpin yang baik dan rakyat bisa tahu karakter pemimpinnya, kenapa tidak,” tuturnya. Yang paling penting diketahui publik, menurut Fahri, adalah hasil tes psikologi. Sebab, dengan mengetahui hasil tes psikologi, rakyat sebagai pemilih akan tahu seperti apa konsistensi capres, kemantapan hati, kecerdasan, motivasi, dan alasan yang mendorongnya menjadi calon presiden. Secara terpisah, Hendrawan Supratikno, anggota tim pemenangan Jokowi-JK juga setuju hasil tes psikologi capres-cawapres 2014 diumumkan. Dia juga menganggap kalau hal tersebut menyangkut kepentingan yang besar karena taruhannya 240 juta rakyat Indonesia. “Saya setuju hasil tesnya diumumkan. Secara kategoris kita hormati etika psikiater. Tetapi secara selektif, perlu diumumkan karena ini menyangkut kepentingan untuk memilih pemimpin bangsa,” kata Hendrawan. Menurut dia, jika ada pola-pola kejiwaan yang mengganggu tugas kenegaraan, hal tersebut tentu perlu disampaikan ke masyarakat. Pola-pola kejiwaan yang bisa mengganggu pelaksanaan tugas sebagai pemimpin negara, antara lain, sifat yang impulsif dan kerap dirundung ketakutan. Termasuk, sering mimpi buruk atau lainnya. “Hal-hal seperti ini harus dibuka karena tanggung jawab pemimpin bangsa itu besar,” tandas politikus PDIP tersebut. (dyn/c7/fat)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: