Aang Jamin Tak Ada Penggusuran di Geothermal
** Geothermal Justru akan Menghijaukan Kuningan KUNINGAN - Mantan bupati Kuningan dua periode, H Aang Hamid Suganda akhirnya angkat bicara soal pertambangan panas bumi alias geothermal di Gunung Ciremai. Ia menegaskan, eksplorasi panas bumi yang hendak dikelola perusahaan asal Amerika tersebut bukan penjajahan baru. Bahkan kaitan dengan WKP (wilayah kerja pertambangan) seluas 24 ribu hektare, tidak ada upaya relokasi warga sampai terjadi penggusuran Pendopo dan gedung dewan. “Bukan penjajahan baru, apalagi sampai muncul isu relokasi segala, engga bakalan ada, saya jamin itu,” tegas pria yang kini menjabat Ketua BKAD (Badan Kerjasama Antar Daerah) itu usai deklarasi tim pemenangan Jokowi-JK, kemarin (1/6). Ia memaparkan, saat 10 tahun memimpin Kuningan pihaknya telah mencanangkan program kabupaten konservasi. Dikembalikan kepada amanat karuhun, Kuningan harus hijau dengan alam yang sejuk. Sehingga dalam merealisasikan programnya itu disetujui pencanangan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC), membangun kebun raya, membuat hutan kota serta melestarikan embung atau situ. “Nah, untuk membangun Kuningan dalam kemandirian ini Kuningan kita dianugrahi SDA yang luar biasa berupa air dan panas bumi. Kedua SDA tersebut harus bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat,” tandas suami Bupati Hj Utje Ch Suganda itu. Pertambangan panas bumi, lanjut dia, tidak bertentangan dengan program konservasi. Pihaknya pun mengaku tidak gegabah dan siap mempertanggungjawabkan lahir batin karena sudah menyetujui geothermal yang sejalan dengan konservasi. Aang merasa yakin geothermal tidak akan merusak alam. Justru dengan adanya geothermal malah akan menghijaukan Kuningan, khususnya yang masuk WKP. “Memang betul WKP geothermal itu seluas 24 ribu hektare. Tapi yang digunakannya hanya 1 persen saja yakni 2 hektare. Itu ada di Pajambon dan di luar wilayah TNGC. Untuk selebihnya ya harus hijau, bukan berarti untuk dirusak,” jelasnya. Sebagai penggagas program konservasi, Aang mengikuti proses tersebut dari awal. Sehingga pihaknya meminta masyarakat untuk memahami hal itu, jangan terbawa isu yang tidak benar. Seperti isu penjualan gunung senilai Rp63 triliun, isu akan ada pertambangan emas dan isu-isu lainnya. “Areal yang akan dipergunakan untuk geothermal itu hanya 1 persen dari 24 ribu hektare. Saya jamin itu, dan saya siap mempertanggungjawabkan. Boleh distop kalau ternyata diluar ketentuan,” tandasnya. Disinggung soal kekhawatiran keringnya air apabila dilakukan pertambangan panas bumi, Aang membantahnya. Dia menjelaskan, pertambangan panas bumi harus diikuti dengan penyediaan air sehingga alam harus hijau. Dengan adanya pertambangan itu, justru nanti bakal menambah air. Bagaimana dengan penolakan DPRD? Senada dengan Wabup H Acep Purnama MH, dirinya mengaku tidak tahu DPRD menolak pertambangan panas bumi. Karena menurutnya, tidak bisa secara tiba-tiba menolak tanpa dipelajari secara benar terlebih dulu. Pasca pilpres nanti, pihaknya berharap ada sosialisasi lebih intensif terkait geothermal. Menurut dia, manfaat yang hendak diperoleh nanti, infrastruktur akan terbuka secara besar, begitu pula tingkat ekonomi masyarakat mengalami peningkatan. “Adanya pemikiran dari masyarakat yang tak sejalan dengan pemerintah, itu karena sosialisasinya yang kurang,” ungkapnya. Bukankah sudah dianggarkan dana untuk sosialisasi? Aang mengiyakan namun menurutnya masih sedikit. Mestinya Pemprov Jabar yang melakukan sosialisasi lebih menyeluruh selaku pihak yang menenderkan proyek tersebut. “Sebetulnya keduluan oleh isu penjualan Gunung Ciremai. Dampaknya memang luar biasa. Padahal Majalengka sendiri tidak masalah. Saya tegaskan bukan penjajahan baru dan tidak akan ada relokasi. Nanti akan ada sosialisasi lebih intensif,” pungkasnya. (ded)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: