NU Tak Menyoal Perbedaan Awal Ramadan
KUNINGAN - Sesuai dengan Maklumat PP Muhammadiyah No 02/MLM/I.0/E/2014, hari ini (28/6), warga Muhammadiyah di seluruh Indonesia memulai ibadah puasa. Tadi malam, mereka sudah melaksanakan salat tarawih pertama di masjid-masjid yang biasa dijadikan tempat ibadah warga Muhammadiyah. “Kami memiliki Majelis Tarjih yang mengkaji hal itu. Keputusannya, 1 Ramadan 1435 H jatuh pada hari Sabtu (hari ini, red). Idul Fitri jatuh pada hari Senin 28 Juli dan Idul Adha Sabtu 4 Oktober,” sebut Sekretaris PD Muhammadiyah Kuningan, Drs Rosid Ismail, kemarin (27/6). Tadi malam, warga Muhammadiyah melaksanakan salat tarawih pertama di sejumlah tempat seperti di Masjid Perguruan Muhammadiyah, Masjid Kutaraja Maleber, masjid RS Wijaya Kusumah dan sejumlah masjid lainnya. “Warga Muhammadiyah di Kuningan itu mencapai lebih dari 10 ribu orang. Tapi perlu diingat bahwa ada yang organisatoris dan ideologis. Untuk organisatoris tentu saja lebih sedikit. Berbeda dengan ideologis, jauh lebih banyak karena banyak yang sepaham dengan pemikiran Muhammadiyah,” ungkapnya. Dalam menyikapi perbedaan awal puasa, menurut Rosid, bukan sesuatu yang baru. Sehingga pihaknya mempersilakan siapa pun untuk menjalankan ibadah sesuai keyakinannya masing-masing. Bahkan, bagi warga Muhammadiyah yang bisa menghitung sendiri pun dipersilakan untuk menjalankannya. “Kalau ada warga Muhammadiyah yang memiliki kemampuan untuk melakukan hisab sendiri pun, silakan untuk menjalankan sesuai dengan hasil hisabnya,” kata Rosid. Untuk itu, pihaknya mengajak semua umat Islam untuk menyambut Ramadan dengan penuh suka cita. Karena Ramadan merupakan bulan penuh berkah, ampunan dan penuh rahmah. Ramadan juga merupakan bulan peningkatan kapasitas dan kualitas seluruh umat Islam. Sehingga Rosid mengimbau untuk memanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Secara bersamaan, imbuh Rosid, agenda nasional Pilpres 9 Juli masuk pada bulan Ramadan. Ia berharap, berkah bulan mulia akan menghasilkan pemimpin yang didambakan dan menjadi harapan umat Islam. “Kita memilih pemimpin dalam suasana ibadah. Dan sebetulnya, memilih pemimpin juga bagian dari ibadah. Pilpres kali ini dilalui dengan suasana mental-mental orang puasa, sehingga Insya Allah dapat mewarnai. Pada bulan Ramadan kita belajar kejujuran, sehingga jangan curang,” ungkapnya. Kaitan dengan golput, Rosid mengingatkan agar warga muslim tidak bersikap seperti itu. Sebab momentum pilpres hanya lima tahun sekali yang bakal menentukan nasib bangsa lima tahun ke depan. “Masa kesempatan baik disia-siakan. Kalau merasa tidak ada yang cocok, paling tidak pilih yang sedikit madaratnya. Silakan menentukan sikap secara rasional dan cerdas spiritual. Persoalan kelebihan dan kekurangan seseorang, itu kan manusiawi. Yang penting pemimpin nanti mau merespons aspirasi umat Islam,” ucap Rosid. Terpisah, Ketua PC NU Kuningan HR Machmud Silahudin mengatakan, perbedaan awal puasa bukan persoalan yang harus diperdebatkan dengan keras. Tapi justru ditempatkan sebagai rahmat atas keyakinan dan pandangan keilmuannya masing-masing. “Bisa saja hasil sidang Isbat penetapan awal oleh pemerintah hasilnya sama dengan pandangan hisab yang menjadi pijakan sahabat-sahabat dari Muhammadiyah. Otomatis kita juga akan mengikutinya,” ungkap Machmud. Yang utama dalam puasa, menurutnya, kesiapan ruhani dan keikhlasan dalam menjalankannya. Itulah yang akan dinilai ibadah serta berpahala dalam pandangan Allah SWT. “Kita semua merasa perlu untuk mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa kepada semua masyarakat muslim, tanpa melihat kapan memulai atau mengakhirinya dalam hitungan satu bulan,” imbaunya. (ded)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: