Pelantikan Dewan Dinilai Cacat Hukum

Pelantikan Dewan Dinilai Cacat Hukum

KUNINGAN – Prosesi pelantikan yang sudah dilaksanakan Senin (8/9) lalu dipersoalkan Ketua Barak (Barisan Rakyat) Kuningan, Nana Rusdiana SIP. Karena menurutnya SK pelantikan tersebut cacat hukum. “Sebelum pelantikan kami dari unsur Forum Gerakan Melawan sudah melayangkan surat kepada Gubernur Jabar yang punya kewenangan untuk melantik anggota DPRD, perihal penangguhan pelantikan. Tapi ternyata tidak digubris,” tandas Nana kepada Radar, kemarin (10/9). Dalam surat tersebut, ia membeberkan alasan penangguhan pelantikan. Dikatakannya, beberapa anggota DPRD yang berasal dari partai peserta pemilu yang meloloskan caleg-nya diduga tidak memenuhi syarat pencalonan. Menurutnya, hal tersebut dapat dikategorikan tindak pidana. Namun ternyata, gubernur Jabar tetap melakukan pelantikan tanpa klarifikasi atas surat yang dilayangkan. KPU Kuningan pun tidak melakukan klarifikasi, padahal mendapat tembusa surat tersebut. “Menurut hemat kami, pejabat yang berwenang melantik anggota DPRD jelas memaksakan kehendak dan mengabaikan hukum yang berlaku serta mengabaikan aspirasi masyarakat,” tandasnya. Dalam upaya membangun demokrasi, dia sebagai bagian dari Forum Gerak Lawan (FGL) akan terus berjuang untuk melakukan upaya hukum. Caranya dengan menggugat gubernur Jabar ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk mempersoalkan SK pelantikan yang dinilainya cacat hukum. “Selain itu, kami akan melaporkan KPU Kuningan ke DKPP karena dianggap melanggar kode etik. Kami juga akan melaporkan ke Polres Kuningan sebagai unsur Gakumdu dengan alasan adanya dugaan tindak pidana tentang pemalsuan dokumen sebagai persyaratan bakal calon sebagaimana diatur UU 8/2012 dan rujukan UU 15/2011,” ancamnya. Dalam menjawab pernyataan KPU yang mengaku sudah mematuhi aturan, Nana meminta para komisioner untuk belajar lagi. Khususnya mempelajari UU 15/2011 yang lebih bersifat komprehensif. “Mengacu pada aturan, kewajiban KPU untuk memverifikasi dan klarifikasi itu mestinya menanyakan langsung ke lembaga terkait. Bukan hanya berpatokan pada surat pernyataan,” pintanya. Pada aksi unjuk rasa Senin (8/9), Nana terlihat berada di lokasi. Ia tergabung dalam Forum Gerak Lawan bersama Komunitas Anak Bangsa (KAB), Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI), Koalisi Rakyat Bersatu (KRB), Komunitas Masyarakat Pengamat Kuningan (Kampak), dan Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI). Tampak dalam aksi, Fri Maladi dari Kampak menyuarakan aspirasinya di hadapan para anggota dewan. Begitu pula Deki, Sukadi dan M Ishak. Bahkan termasuk Ketua FPI, KH Endin Kholidin yang mendesak agar Perda Mihol direvisi. “Kami mendesak agar perda mihol direvisi. Karena ketentuan nol persen tidak secara keseluruhan tapi masih ada pengecualian yaitu di hotel bintang tiga,” tegasnya. Terlihat pula Ketua GMNI, Meli Puspita. Melihat anggota GMNI, Nabil, yang ditangkap polisi dirinya berusaha untuk mengeluarkannya. “Sebetulnya GMNI itu mau masuk ke ruangan pelantikan karena diundang oleh Pak Rana Suparman, tapi pas mau masuk tidak diperbolehkan,” jelas Meli. (ded)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: