Aspirasi Kuwu Mental

Aspirasi Kuwu Mental

Bagian Hukum akan Upgrade Perbup Jadi Perda SUMBER– Pemerintah Kabupaten Cirebon sepertinya tidak menghiraukan keinginan puluhan kuwu dan DPRD soal revisi Peraturan Bupati (Perbup) 42/2014. Pasalnya, peraturan tersebut dianggap sudah sesuai dengan UU 6/2014 dan PP 43/2014. Bahkan, Bagian Hukum Setda mulai merencanakan perbup yang mengatur pejabat kuwu harus PNS tersebut menjadi peraturan daerah (perda). Hanya saja, dorongan menjadi perda tersebut terbentur lantaran alat kelengkapan DPRD belum juga dibahas. Kepala Bagian Hukum Setda, Uus Heryadi SH CN mengatakan, PP43/2014 pasal 40 ayat 3 dan 4 meyebutkan, kekosongan jabatan kepala desa dalam menyelenggarakan pemilihan kepala desa serentak, bupati atau wali kota menunjuk kepala desa berasal dari PNS di lingkungan pemkab. “Artinya kepala desa yang habis masa jabatannya tetap diberhentikan dan selanjutnya bupati atau wali kota mengangkat pejabat kepala desa,” ujar Uus, kepada Radar didampingi Kepala Sub Bagian Dokumentasi Hukum Isnaeni Jazila, saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (20/10). Menurut dia, pengangkatan pejabat PNS tersebut semata untuk mengisi kekosongan pemerintahan desa. Tentunya, penunjukkan tersebut berdasarkan amanat dari UU dan PP. “Secara tidak langsung perbup yang sudah ada tidak dapat di revisi, karena perbup yang sudah dibuat mengacu pada UU dan PP,” terangnya. Dia menjelaskan, terkait hukum adat, di Kabupaten Cirebon sendiri tidak ada. Sebab, yang namanya hukum adat tersebut harus ada penetapan dari pemerintah. “Kalau di Cirebon itu paling hanya tradisi, bukan hukum adat,” tuturnya. Uus mencontohkan, pemilihan langsung yang ada saat ini adalah berawal dari hukum adat. Namun, setelah masuk di dalam kualifikasi, hukum adat tersebut ditetapkan oleh UU. “Memang kami juga tidak menampik didalam UU dan hukum adat ada yang tidak sejalan. Artinya yang namanya adat itu kan harus ada penetapan dari pemerintah,” ucapnya. Diungkapkannya, yang namanya otomoni tersebut bukan hanya diserahkan ke pemerintahan desa saja. Tapi sudah serahkan ke pemerintah pusat. “Kita ini kan masih dalam satu lingkup negara kesatuan. Jadi ada hal-hal tertentu yang diambil oleh negara. Contohnya seperti pejabat itu harus PNS,” imbuhnya. Awal mulanya munculnya perbup sendiri, kata Uus, dilandasi semua perda yang mengatur tentang desa dicabut oleh pemerintah pusat. Artinya ada kekosongan hukum. Kondisi ini, kemudian pemerintah daerah segera mengambil langkah dengan membuat perbup. “Dalam membuat perbup pun bukan asal buat saja, tapi semuanya mengacu pada aturan agar tidak bertentang dengan UU,” tukasnya. Saat disinggung ketika pejabat PNS ditunjuk oleh bupati, apakah peran BPD secara tidak langsung hilang? Menurut Uus, tidak dilibatkan BPD karena ada kekhususan sendiri fungsinya. BPD bisa disamakan dengan DPRD yang memiliki fungsi budgeting dan pengawasan “Kalau BPD tidak dilibatkan salah juga. Tapi melihat dari fungsi BPD tidak hanya mengusulkan pejabat, ada lagi fungsi yang lebih besar lagi seperti penganggaran, membuat peraturan desa, membuat perencanaan pembangunan desa yang secara prinsip adalah kewenangan BPD,” paparnya. Terkait rencana pertemuan dengan Forum Komunikasi Kuwu Cirebon (FKKC), Uus mengaku tidak ada rencana itu. Termasuk dengan legislatif dan para kuwu. Sebab, posisi bagian hukum hanya menjalankan aturan sesuai petunjuk. Di lain pihak, rencana bagian hukum membuat perda untuk memperkuat dasar hukum perbup rupanya tidak sejalan dengan keinginan Wakil Bupati Cirebon H Tasiya Soemadi. Gotas justru tidak sependapat dengan adanya perbup tersebut. Mantan kedua DPRD dua periode itu menilai, bila Perbup 42/2014 tetap diterapkan di pemerintahan desa, dikhawatirkan masyarakat tidak akan kondusif. Sebab, perbup tersebut bertentangan dengan hukum adat dan kultur di pedesaan. “Untuk pejabat kuwu itu kan bisa di musyawarahkan di wilayah masing-masing. Jangan sampai dipaksakan kalau pejabat tersebut harus PNS. Artinya perbup tersebut bertentangan dengan adat desa. Perbup ini diperlukan evaluasi kembali,” ujar Gotas. Untuk menjaga kondusivitas daerah, kata Gotas, pemerintah daerah harus merevisi perbup tersebut dan mendengar aspirasi dari para kuwu. (sam)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: