Honorer K2 Ancam Mogok Nasional
PGRI Anggap Menpan Tidak Mengerti Kondisi Lapangan CIREBON - Rencana pemerintah untuk melakukan penghentian sementara (moratorium) rekrutmen CPNS mulai tahun 2015 hingga lima tahun ke depan, memantik reaksi keras kalangan pendidikan, terutama honorer K2. Mereka mengancam akan melakukan aksi mogok nasional dengan turun ke jalan sebagai bentuk penolakan atas rencana kebijakan tersebut. Ketua Dewan Koordinator Honorer Indonesia (DKHI) Cabang Kuningan, Udin Zaenal Abidin mengatakan, sangat menyayangkan jika pemerintah akan menerapkan kebijakan moratorium pengangkatan CPNS. Pasalnya, selain para honorer, juga hak masyarakat yang berharap menjadi CPNS. Padahal, lanjutnya, tiap tahunnya banyak PNS yang pensiun, sehingga membutuhkan PNS generasi berikutnya. “Harus saya katakan, banyak yang gelisah dengan pernyataan menpan yang baru itu. Bukan hanya honorer K2 yang tidak akan terselesaikan, tapi masyarakat umum juga merasa tidak diberikan kesempatan menjadi CPNS,” jelas Udin kepada Radar, kemarin (30/10). Oleh karena itu, DKHI Kuningan menolak tegas adanya rencana moratorium tersebut. Jika pemerintah ngotot, pihaknya akan menurunkan massa menggelar aksi di jalan-jalan. Dengan demo besar-besaran, diharapkan pemerintah bisa melihat kondisi ril di masyarakat. “Kami sudah melakukan pertemuan dengan anggota di gedung PGRI, dan honorer sepakat akan melakukan demo nasional kalau ini memang terjadi,” jelas dia. Dikatakan, bagi honorer K2, moratorium tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan bahwa K2 yang diverifikasi dan validasi, ditambah Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) dari bupati, bakal segera diangkat. “Menjadi CPNS harapan para honorer. Sebab, untuk berkerja di tempat lain sudah tidak mungkin karena faktor usia,” tegas Udin. Bukan hanya honorer, masyarakat umum yang saat ini banyak mencari kerja pun kecewa mendengar informasi moratorium CPNS selama lima tahun itu. “Ketika Kuningan tahun 2014 tidak membuka formasi saya rela mendaftar di daerah lain. Tapi kalau semuanya distop saya mau mencoba di mana? Sedangkan bekerja di swasta di Kuningan cukup sulit,” ucap Dina Setiawati warga Kelurahan/Kecamatan Kuningan. Dia berharap ada perubahan aturan agar tidak meresahkan. Dina lebih setuju kebutuhan diserahkan kepada daerah, sementara pusat hanya menyetujui usulan. Senada, Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Cirebon Djodjo Sutardjo SE MM mengatakan, pernyataan Menpan Yuddy Chrisnandi sangat prematur dan baru sebatas wacana. Djodjo menilai, statemen Yuddy tidak didukung analisa dan fakta kebutuhan lapangan. Sebab, banyak daerah kekurangan tenaga guru maupun pegawai di lingkungan pemerintahan daerah. Karena itu, PGRI Kota Cirebon menyatakan protes keras. Menilik fakta dan data di lapangan, untuk Kota Cirebon saja, bebernya, masih banyak kekurangan tenaga pengajar dan pegawai di lingkungan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Hal ini, akibat moratorium yang dilakukan sejak beberapa tahun lalu. Kekurangan tenaga pengajar dan pegawai akan semakin bertambah, jika moratorium diperpanjang hingga lima tahun ke depan. Padahal, kebutuhan akan tenaga pengajar khususnya, tidak dapat digantikan secara sederhana. “Guru itu bidang yang spesialis. Sama seperti dokter. Penggantinya harus dari jalur pendidikan,” ujarnya. Kepala BK-Diklat Kota Cirebon Anwar Sanusi SPd MSi mengatakan, kebijakan moratorium dari Menpan harus dikoordinasikan dengan daerah terlebih dahulu. Mengingat, efek yang paling dirasakan atas kebijakan itu adalah pemerintah daerah. “Menteri sebelum menyatakan perpanjang moratorium, turun dulu ke daerah. Cek di lapangan, apakah kebutuhan pegawai sudah tercukupi atau masih kurang? Saya yakin pasti banyak daerah yang kekurangan pegawai,” tukasnya. Kekurangan pegawai itu, lanjut Anwar, akibat dari moratorium. Jika diperpanjang, otomatis kekurangan semakin bertambah. Apabila moratorium benar-benar dilakukan kembali untuk lima tahun ke depan, BK-Diklat Kota Cirebon akan mengusulkan kepada pimpinan untuk datang ke Kemenpan. Tujuannya, memberikan penjelasan akan kebutuhan yang mendasar dan mendesak di Kota Cirebon. Khususnya untuk tenaga pendidik. “Kita kurang guru SD saja sekitar 120 orang. Itu profesi yang sulit digantikan,” tukasnya. Terlebih, BK-Diklat Kota Cirebon bersama pihak terkait di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Cirebon, telah melakukan rapat pembahasan terkait rencana pembukaan tes CPNS berdasarkan kebutuhan. Sebab, Pemkot Cirebon telah memenuhi syarat untuk mengajukan tes CPNS. Seperti menyelesaikan Analisis Beban Kerja (ABK) dan Analisis Jabatan (Anjap). Namun, ujar Anwar, jika akhirnya hasil konsultasi ke Kemenpan tidak membuahkan hasil dan pada sisi lain kebijakan perpanjangan moratorium dilakukan, BK-Diklat maupun Pemkot Cirebon akan menjalankannya. (mus/ysf)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: