Pemberontak Gelar Pemilu Tandingan

Pemberontak Gelar Pemilu Tandingan

UKRAINA – Pemberontak di Ukraina merealisasikan rencana untuk menggelar pemilihan umum (pemilu) presiden dan parlemen. Kemarin (2/11), pemilu dilaksanakan di dua wilayah yang mereka kuasai. Yaitu, Donetsk dan Luhansk. Versi pemberontak pro-Rusia, dua wilayah tersebut telah berganti nama menjadi Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk. ’’Saya harap bahwa pemilihan ini akan bisa mengubah sesuatu. Mungkin kami akhirnya bisa diakui sebagai negara merdeka,’’ ujar Tatyana Ivanovna (65) salah seorang pemilih. Warga yang mendukung para pemberontak itu antusias datang ke tempat pemungutan suara. Karena pemilu dianggap ilegal, tidak ada pengamat internasional yang hadir. Tidak diketahui berapa orang yang memberikan hak suara. Yang jelas, tempat pemungutan suara buka mulai pukul 05.00 GMT hingga 17.00 GMT. Alexander Zakharchenko yang saat ini memimpin Donetsk diperkirakan akan menjadi presiden di wilayah tersebut. Sedangkan di Luhansk, Igor Plotnitsky paling difavoritkan. “Pemilihan ini penting karena ini akan memberikan legitimasi kepada kekuatan kami dan memberi kami jarak yang lebih jauh dengan Kiev,’’ ujar Ketua Komisi Pemilu di Republik Rakyat Donetsk Roman Lyagin. Digelarnya pemilu di dua wilayah itu tentu saja membuat pemerintah Ukraina berang. Sebab, pada 5 September lalu Kiev dan para pemberontak menandatangani perjanjian gencatan senjata. Meski, kenyataannya di lapangan mereka masih saling serang. Dengan adanya pemilu tersebut, Ukraina merasa ditusuk dari belakang. Mereka menuding para pemberontak mengambil kekuasaan secara paksa. Mereka juga menolak berpartisipasi dalam pemilihan anggota parlemen Ukraina beberapa waktu lalu. ’’Ini adalah pemilu semu yang diinginkan teroris dan bandit untuk menyelenggarakan pemerintahan di wilayah yang mereka kuasai,’’ ujar Presiden Ukraina Petro Poroshenko. Lembaga Keamanan Ukraina saat ini sedang melakukan penyelidikan tindak kriminal terkait pemilu itu. Dengan adanya pemilu tersebut, kemungkinan damai antara pemerintah dan pemberontak kian jauh. Negara-negara Barat juga menegaskan bahwa pemilihan itu tidak sah. Hanya Rusia yang secara pasti mendukung pemilihan di Donetsk dan Luhansk tersebut. Keputusan Rusia itu membuat Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Uni Eropa (UE) berang. Jumat lalu (31/10) pemimpin Ukraina, Jerman, dan Prancis melalui sambungan telepon mendesak Presiden Rusia Vladimir Putin agar mencabut pernyataannya. Namun, sepertinya Putin bergeming. Berdasar data dari PBB, konflik di Ukraina selama tujuh bulan ini telah memakan 4 ribu korban jiwa. Para pemberontak terus berusaha memperluas area kekuasaan hingga ke Kota Pelabuhan Mariuopol. (reuters/afp/bbc)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: