Korut Bebaskan Dua Sandera Warga AS
AMERIKA - Kenneth Bae (46) dan Matthew Miller (25), akhirnya bisa bernapas lega. Sabtu (8/11), pukul 21.00 waktu setempat, mereka tiba di pangkalan Lewis-McChord negara bagian Washington, Amerika Serikat (AS). Keduanya tidak lagi menjadi tahanan kerja paksa di Korea Utara (Korut). \"Terima kasih kepada siapa saja yang telah mendukung, menyemangati, dan tidak melupakan saya,\" ujar Bae. Pria berdarah campuran Amerika-Korea itu adalah seorang misionaris yang telah ditahan selama dua tahun di Korut. Keluarganya menyambut kedatangan Bae dengan sukacita. Bebasnya Bae dan Miller disambut baik Presiden AS Barack Obama. Menurut dia, misi untuk membebaskan kedua sandera sangat menantang. Itu merupakan momen kedua Pyongyang untuk membebaskan sandera asal AS. Akhir bulan lalu mereka juga membebaskan Jeffrey Fowle (56). \"Saya rasa ini adalah hari yang luar biasa bagi mereka (Bae dan Miller, red) serta keluarganya dan tentu saja kami sangat bersyukur mereka bisa kembali dalam keadaan selamat,\" ucap Obama. Pejabat di Kementerian Luar Negeri menegaskan, tidak ada kesepakatan apa pun dengan Korut untuk kebebasan dua warga AS tersebut. Mereka menegaskan bahwa Direktur Intelijen Nasional AS James R. Clapper diutus secara langsung untuk melakukan negosiasi ke Korut. Clapper membawa surat langsung dari Obama yang ditujukan untuk Pemimpin Korut Kim Jong-un. Dalam surat tersebut, Obama menyebut Clapper sebagai utusan pribadinya. Di sisi lain, para analis berpendapat bahwa keputusan Korut membebaskan seluruh sandera dari AS adalah dampak dari tudingan PBB bahwa Kim Jong-un telah melakukan kejahatan melawan kemanusiaan. Buktinya, keputusan tersebut hanya berjarak beberapa hari dari penandatanganan resolusi antara Jepang dan negara-negara Uni Eropa (UE). Resolusi yang dikirimkan ke Komite Majelis Umum PBB itu mendesak agar rezim Korut yang dipimpin Kim Jong-un diadili di Pengadilan Kriminal Internasional (ICC). \"Korut tampaknya berusaha membalik arus diplomatik yang mendukung draf resolusi PBB, di mana targetnya adalah pimpinan mereka,\" ungkap profesor di University of North Korean Studies, Seoul, Yang Moo-Jin. (afp/cnn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: