Waktu Mepet, DPRD Banyak Agenda

Waktu Mepet, DPRD Banyak Agenda

Menanti Realisasi UU 6/2014 Tentang Desa Sejak disahkannya UU 6/2014 tentang desa Desember 2013 lalu. Harapan besar muncul dari para kuwu (kepala desa) beserta perangkat desa lainnya tentang peningkatan kesejahteraan aparatur desa dan masyarakat pada umumnya. Sebab, Pasal 72 dalam undang-undang tersebut, anggaran desa ditetapkan minimal 10 persen dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam APBD setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus (DAK). HARAPAN lainnya adalah bertambahnya masa jabatan kuwu dari lima menjadi enam tahun. Periodesasi kuwu bahkan bisa tiga periode dari sebelumnya maksimal dua periode dan honorarium aparat desa akan sesuai dengan upah minimun kabupaten (UMK). Walaupun demikian, undang-undang tersebut tidak sekonyong-konyong bisa diterapkan pasca pengesahan. Sebab, untuk melaksanakan undang-undang tersebut dibutuhkan petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis berupa peraturan pemerintah. Pada bulan Juni 2014, paraturan yang ditunggu-tunggu itu akhirnya terbit. Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah 34/2014 tentang peraturan Pelaksanaan UU 6/2014 tentang desa. Hal ini tentu menghadirkan secercah harapan bahwa undang-undang desa segera dilaksanakan pada tahun 2015. Setelah PP sudah tertib, tugas beralih kepada pemerintah kabupaten/kota untuk membuat perangkat hukum yang bersifat spesifik agar penerapan undang-undang desa lebih konferhensif dan menyesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah. Sambil menunggu disahkannya PP 34/2014, Pemerintah Kabupaten Cirebon sudah menyusun rarpeda tentang desa dan badan permusyaratan desa. Yang kemudian, diajukan ke DPRD dalam sebuah rapat paripurna pada pertengahan tahun 2014 ini dengan tujuan dibahas bersama-sama DPRD. “Raperda tentang desa dan BPD sudah kita ajukan, mudah-mudahan bisa segera dibahas oleh DPRD melalui pansus II, karena kebutuhannya sangat mendesak,” ujar Kabag Hukum Setda Kabupaten Cirebon, H Uus Heriyadi SH CN. Di tengah harapan besar agar raperda tentang desa dan BPD untuk segera dibahas, pada pekan lalu. DPRD malah mendahulukan sosialisasi dua raperda inisiatifnya, yakni raperda tentang penanggulangan HIV/AIDS dan raperda tentang penyelenggaraan perizinan terpadu. Menurut Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Cirebon, Junaedi ST bahwa sosialisasi raperda inisiatif yang dilakukan oleh sejumlah anggota DPRD di setiap dapilnya, tentu memiliki dimensi yang berbeda dengan pembahasan raperda tentang desa dan BPD. Artinya, apa yang disosialisasikan oleh DPRD, merupakan raperda inisatif DPRD, sehingga DPRD berkewajiban menyosialisasikan kepada masyarakat tentang inisiatifnya menyusun peraturan daerah. Sementara, raperda tentang desa dan BPD merupakan raperda yang diusulkan oleh pihak eksekutif, yang sudah barang tentu yang menyosialisasikan adalah eksekutif. “Pembahasan raperda tentang desa dan BPD dan sosialisasi raperda inisiatif DPRD adalah dua hal yang berbeda. Artinya, bukan kita mengesampingkan pembahasan raperda tentang desa dan BPD dan juga tidak menganakemaskan raperda inisiatif yang kita ajukan. Semua bisa berjalan beriringan,” tuturnya. Melihat usulan dan masukan dari para kuwu tentang pembahasan raperda ini, Junaedi memandang ada beberapa variasi usulan dari sejumlah kuwu. Misalnya, ada yang memandang agar raperda ini segera disahkan mengingat implementasi anggaran tahun 2015 hanya menyisakan beberapa bulan. Namun, di sisi lain ada sebagian yang ingin pembahasan ini perlu dipertimbangan secara mendalam. “Kami sebagai Komisi I, menampung semua aspirasi, kemudian disalurken kepada pansus yang berwenang untuk dijadikan bahan referensi,” ungkapnya. Dalam beberapa rapat kerja dengan Pemerintah Kabupaten Cirebon, Komisi I menyamakan persepsi terlebih dahulu bahwa dasar hukum harus menjadi pijakan dalam pembahasan ini. Sehingga ketika ada usulan yang masuk, tapi tidak dilandasi dasar hukum yang kuat, tidak serta merta diakomodir, agar tidak bertentangan dengan aturan hukum yang ada diatasnya. “Ini yang agak repot ya, sebagian ada yang mendesak agar raperda ini segera disahkan ada pula yang menuntut kehati-hatian,” imbuhnya. Terpisah, Kepala Bidang Pemerintahan Desa dan Kelurahan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Kabupaten Cirebon Drs Adang Kurnida menjelaskan bahwa untuk pelaksaan pemilihan kuwu serempak yang rencananya akan dilaksanakan pada tahun 2015 mendatang, pihaknya sudah menyiapkan anggarannya. Namun, untuk kepastian nominal biaya pemilihan kuwu yang di “subsidi” oleh pemerintah daerah belum ditentukan, karena masih dalam tahap hitung menghitung dengan Badan Anggaran DPRD Kabupaten Cirebon. “Kita masih hitung-hitung, ya kita ambil perkiraan, perdesa antara Rp30-50 juta,” jelasnya. Sementara, Ketua Pansus II DPRD Kabupaten Cirebon, Aan Setiawan SSi memastikan pembahasan raperda tentang desa dan BPD bisa dilakukan minggu depan pasca pembahasan RAPBD Kabupaten Cirebon 2015 selesai. “Jika rapat banggar selesai, kita akan fokus pada masalah perdesaan,” tegasnya. Sebab, setelah diterbitkan UU 6/2014 tentang desa, banyak sekali perubahan yang menyangkut tata kelola pemerintahan desa, mulai dari penganggaran desa, periodeisasi jabatan kuwu, honorarium kuwu dan perangkat desa sampai dengan mekanisme pemilihan kuwu secara serempak.” Insya Allah, 2015 UU tentang desa bisa diimplementasikan,” pungkasnya. (mohamad junaedi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: