Jaringan Bom Cirebon Habis
Dari Informasi Yadi, Nang Ndut Ditangkap CIREBON - Penangkapan Nanang Irawan alias Nang Ndut, di Madiun, kemarin (21/10) pagi, mengakhiri pelarian kawanan pengebom Masjid Adz Dzikra, Mapolresta Cirebon dan Gereja GBIS Solo. Kelompok yang menamakan diri Tauhid wal Jihad, ini berhasil digulung oleh kerja rapi Detasemen Khusus 88 Mabes Polri dengan strategi persuasi. Nanang Irawan, warga Cemani, Grogol, Surakarta, ditangkap di sebuah pabrik penyamakan kulit di Dolopo Madiun oleh tim Mabes Polri. “Dia tidak melakukan perlawanan,” ujar Kadivhumas Polri, Irjen Anton Bachrul Alam, di kantornya, kemarin (21/10). Nanang menggunakan nama samaran Gilang Rian Janu. Dugaan sementara, Nanang tidak hanya terlibat dalam kasus pengeboman masjid Mapolresta Cirebon. “Kita juga dalami keterlibatannya untuk kasus peledakan di GBIS Solo. Polri punya tujuh hari untuk menyidik sebelum resmi dijadikan tersangka,” kata mantan Kapolda Jatim ini. Penangkapan Nanang, berawal dari informasi yang diperoleh dari Yadi Al Hasan yang ditangkap di rumahnya, Desa Pasindangan, Kecamatan Gunungjati, Kabupaten Cirebon. Yadi menyerah tanpa perlawanan setelah berhasil dibujuk melalui perantara komunikasi kakaknya, Aceng. Yadi mengakui, dua bulan sebelumnya, menemui Nanang di Solo. Saat itu, Nanang hendak pergi ke Madiun dan tinggal di sana. “Dengan ditangkapnya Yadi dan Nanang, untuk jaringan Cirebon sudah semuanya (tertangkap). Tapi, untuk yang lain masih ada DPO,” kata Anton. Nang Ndut diciduk di tempat kerjanya, pabrik penyamakan kulit di Kelurahan Bangunsari, Dolopo, Kabupaten Madiun, sekitar pukul 07.10 WIB, kemarin (21/10). “Informasi yang kami terima, salah satu jaringan bom bunuh diri Cirebon dan Solo ditangkap tadi pagi (kemarin, Red). Siang langsung dibawa ke Jakarta oleh Densus 88,” papar Kapolres Madiun, AKBP Nanang Juni Mawonto. Menurut Nanang, terduga teroris itu bukan warga Kabupaten Madiun. Nang Ndut yang saat menjadi karyawan pabrik itu beralih nama menjadi Gilang Rian Janu ini diketahui sebagai warga Solo. Selama di Dolopo, Nang Ndut bekerja di pabrik penyamakan kulit milik Zaki Adibani, warga Solo. “Dia pendatang. Beberapa pekan ini keberadaannya diendus anggota Densus 88. Tadi pagi, sekitar enam anggota Densus membekuknya,” tambah kapolres. Ditanya lebih jauh keterlibatan Nang Ndut dalam aksi terorisme, Nanang enggan berkomentar banyak. Menurutnya, kewenangan menjelaskan status teroris maupun operasi penangkapan ini ada di Mabes Polri. Penangkapan Nang Ndut dikuatkan keterangan Sukarno, rekan kerja Nang Ndut. Terduga teroris itu ditangkap saat membuka pintu pabrik, Jumat pagi. “Setahu saya yang ditangkap itu Gilang Rian Janu, dia itu salah satu karyawan pabrik kulit ini. Sudah tiga bulan dia bekerja di sini,” terangnya. Sukarno, sempat tidak tahu jika Janu-panggilan Gilang Rian Janu- itu ditangkap Densus 88. Menurutnya, sekitar pukul 07.00, pintu depan pabrik belum dibuka dan dia mencari Janu. Dari keterangan tetangga, Janu dibawa seseorang. Sukarno pun menghubungi pemilik pabrik dan disarankan mendatangi Mapolsek Dolopo. “Ya, baru dapat kabar ini. Janu itu kerja di sini sebagai admin. Kerja Janu cukup baik. Karena tinggalnya di belakang pabrik, dia bertugas membuka pintu pabrik saat pagi,” papar Sukarno. Salah satu pekerja pabrik yang enggan disebutkan namanya menjelaskan, Janu bekerja di pabrik ini atas rekomendasi Faisol, sopir salah seorang kerabat Zaki Adibani. Menurutnya, Faisol sering dicurhati Janu jika ekonominya sedang goyah. Sebab pernikahannya tidak disetujui orang tuanya, Janu juga tidak memiliki pekerjaan tetap. “Karena disambati, Faisol meminta bantuan untuk mencarikan pekerjaan,” jelasnya. Dijelaskan, Janu juga tinggal di rumah Zaki bersama karyawan lain, Budi. Namun saat Janu ditangkap, Budi sedang pulang ke Solo. “Janu itu orangnya pendiam, nggak neka-neka,” ujarnya. Sekitar pukul 12.00, usai penangkapan, petugas Polres Madiun datang ke lokasi, menggeledah salah satu kamar di dekat musala rumah Zaki Adibani, di Jalan Gemah Ripah, Bangunsari, Dolopo. Terlihat petugas memeriksa lemari dan bawah kasur di kamar itu. Petugas menemukan sejumlah barang yang diduga milik Nang Ndut, seperti, buku berjudul koleksi SMS Indah Mesra-Romantis Puitis dan Humor. DPO lain terkait kasus terorisme adalah Umar alias Bujang alias Dede alias Rosi, Santoso alias Santo alias Abu Wardah, Cahya alias Ramzan, Imam Rasyidi alias Imam Sukamto alias Harun alias Yasir, dan Taufik Balaga alias Upik Lawanga. Mereka diduga terlibat pelatihan militer di Aceh dan juga kasus pengeboman di Poso 2006-2007. Di bagian lain, kemarin, tim Densus 88 juga melakukan penggeledahan di rumah Yadi di Cirebon. Mereka mencari barang bukti sebagai penguat sangkaan terhadap ketelibatan bapak satu anak berusia delapan bulan ini. Tim menemukan peta lokasi Mapolresta Cirebon, sejumlah buku dan kaos. Hari ini, tim Densus 88 Mabes Polri, juga akan menggelar rekonstruksi di sejumlah tempat di Solo terkait tersangka Umar Patek. Adik ipar Dulmatin Hari Kuncoro, juga dibawa ke Solo untuk melengkapi keterangan lokasi persiapan bom Bali 1 yang terjadi sembilan tahun lalu. Kali ini, tim Densus 88 sebenarnya cukup berani mengambil risiko melakukan rekonstruksi di Solo. “Kami ekstrawaspada dengan adanya upaya provokasi-provokasi,” kata sumber Jawa Pos (Grup Radar Cirebon) yang ikut mengawal Patek. Selain mengerahkan 500 polisi setempat, tim CRT (Crisis Response Team) Densus 88, juga siaga penuh. Tim CRT ini dibekali dengan senjata peluru tajam yang siap digunakan jika kondisi mendesak. (rdh/jpnn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: