Aturan Baru Haji Rawan Protes
Kebijakan Menunda Keberangkatan Bagi yang Pernah Berhaji JAKARTA - Kementerian Agama (Kemenag) harus berhati-hati dalam mengeluarkan regulasi baru penyelenggaraan ibadah haji. Diantara regulasi anyar yang rawan menuai protes adalah mencoret nama calon jamaah haji yang sudah pernah berhaji sebelumnya. Semangat menelurkan kebijakan itu memang positif. Yakni menggeser sementara, untuk memberi kesempatan jamaah yang sama sekali belum pernah berhaji. Setelah kuota jamaah haji Indonesia kembali normal, calon jamaah yang terkena penggeseran atau penundaan itu akan diberangkatkan berhaji. Inspektur Jenderal (Irjen) Kemenag Mochammad Jasin mengatakan, aturan baru itu perlu dibahas dengan matang. “Rencana penerbitan PMA (Peraturan Menteri Agama) tentang pelarangan haji bagi yang sudah pernah berhaji itu harus dibahas bersama dengan DPR,” katanya di Jakarta kemarin. Pasalnya aturan ini bakal bersinggungan dengan kepentingan masyarakat luas. Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu menjelaskan, sebelum ada landasan yang kuat pemerintah tidak bisa menggeser-geser calon jamaah haji di daftar antrean (waiting list). Penggeseran hanya dimungkinkan jika ada calon jamaah yang meninggal atau sakit keras sehingga tidak mendapat rekomendasi untuk terbang berhaji. Atau juga jika ada calon jamaah yang dengan alasan darurat lain tidak bisa pergi berhaji. Rencana kebijakan menunda sementara keberangkatan calon jamaah yang sudah pernah berhaji itu, juga harus dilengkapi dengan pendataan yang rapi. Seperti data sidik jari, nama calon jamaah haji, serta tempat dan tanggal lahir. “Data itu harus terekam secara bio metrik, untuk antisipasi penipuan,” jelasnya. Yakni praktek penipuan jamaah sudah pernah berhaji tetapi mengaku belum pernah berhaji. Ketua Komisi VIII (bidang keagamaan) DPR Saleh Partaonan Daulay mengatakan, pemerintah memang harus menyiapkan sistem database yang kuat sebelum menerapkan regulasi baru itu. “Jika tidak, regulasi ini bisa sia-sia,” katanya. Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu mencontohkan, si A pernah berhaji 10 tahun silam menggunakan kuota Provinsi Jawa Timur. Kemudian dia mendaftar haji lagi menggunakan kuota Provinsi Sumatera Utara, karena pindah domisili atau alasan lainnya. Jika database Kemenag tidak kuat, si A itu terbaca belum pernah berhaji oleh sistem pendaftaran haji di Kanwil Kemenag Sumatera Utara. “Kasus-kasus pindah domisili seperti ini harus diantisipasi Kemenag,” tandasnya. Selain urusan database itu, dia meminta Kemenag melakukan strategi sosialiasi yang baik. Sehingga calon jamaah yang tertunda keberangkatannya karena sudah pernah berhaji, tidak protes atau merasa dirugikan. Caranya bisa dengan menjanjikan kursi khusus ketika kuota haji Indonesia sudah kembali normal. Secara prinsip, Saleh oke-oke saja dengan aturan itu. Sebab dengan menunda sementara keberangkatan calon jamaah yang sudah berhaji itu, bisa mewujudkan sistem keadilan untuk masyarakat. Apalagi dia meyakini bahwa kewajiban berhaji itu cukup sekali seumur hidup. “Tapi kami tetap berharap Kemenag menjelaskan langsung rencana ini ke kami (Komisi VIII DPR, red),” papar Saleh. Sebagaimana diketahui, tahun depan kuota haji Indonesia tetap dipotong 20 persen. Alasannya renovasi dan perluasan Masjidilharam masih belum selesai. Pantauan di penghujung penyelenggaraan haji 2014 lalu, belum ada tanda-tanda proyek perluasan dan renovasi Masjidilharam itu selesai dalam waktu dekat. Dengan pemotongan itu, maka kuota haji Indonesia yang awalnya 211 ribu jamaah susut menjadi 168.800 jamaah. Jumlah itu lantas dibagi 155.200 jamaah haji reguler dan 13.600 jamaah haji khusus. (wan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: