Kasus Bansos Mestinya Sudah Terungkap
Penyalahgunaan Bantuan Sudah Terendus Sejak 2012 SUMBER– Penanganan kasus hukum penyalahgunaan bantuan sosial, hibah dan bantuan keuangan tahun anggaran 2009-2012 tergolong lambat. Sebab, kasus tersebut sudah dapat diungkap sejak tahun 2012 lalu. Hanya saja, kasus tersebut mendadak menghilang lantaran hubungan politis. Mantan anggota DPRD periode 2009-2014, H Rakhmat SE mengaku, pernah mewanti-wanto pada tahun 2011 bahwa bantuan sosial yang menjadi persoalan saat ini akan menimbulkan masalah di kemudian hari. “Kasus bansos ini seperti gunung es karena model penyalurannya yang tidak benar,” ujar Rakhmat, kepada Radar, usai menggelar kegiatan pendidikan kader partai politik terhadap pembangunan daerah, Minggu (30/11). Menurutnya, model penyalurannya sendiri karena dulu belum ada peraturan pemerintah nomer berapa yang mengatur sesuai dengan by name, by address. Tapi, di tahun 2011 sekitar bulan September–Oktober peraturan menteri baru keluar. “Anggaran tahun 2009-2010 yang dibahas tahun 2008, 2009, 2010 itu kan belum ada permennya, sehingga sangat mudah eksekutif mengeluarkan bansos. Dengan tanda tangan saja dari eksekutif anggaran sudah bisa cair, sehingga sangat mungkin larinya dana tersebut tidak tepat sasaran,” ungkapnya. Ketua DPC Partai Hanura itu menjelaskan, ketika kasus bansos ini mencuat, semua pihak yang terkait harus terima risiko. Karena, persoalan ini tidak datang dengan tiba-tiba. Tapi, semuanya secara perlahan melalui proses. “Saya sudah ingatkan kepada temen-temen, tapi yang paling utama adalah pelaku kebijakan dalam hal ini eksekutif. Sedangkan legislatif hanya membuat, tapi tidak mengeksekusi. Tapi kalau kebijakannya dewan salah juga maka akan bermasalah,” terangnya. Dia menuturkan, kasus bansos tahun anggaran 2009-2012 yang baru muncul sekarang ini dinilai sudah terlalu lama penangannya atau lambat. “Harusnya tahun 2012 itu sudah selesai dan ceritanya nanti akan lain tidak seperti ini,” ucapnya. Lambatnya penanganan kasus hukum di Kabupaten Cirebon, kata Rakhmat, karena ada hubungan politik. Kemudian, yang namanya proses hukum itu tidak semudah apa yang dibayangkan seperti membalikkan telapak tangan. “Bukan karena kesalahan kasus bansos, tapi karena salah kebijakan. Artinya bukan hanya penyalahgunaan bansos tidak sampai kepada si penerima saja, tapi ketika si penerima tidak layak menerima (orang mampu, red) ini juga salah,” jelasnya. Rahmat menambahkan, lolosnya anggaran pemerintah melalui APBD tahun 2009-2012 karena ada keteribatan eksekutif dan legislatif disana. Kalau tanpa dua lembaga itu, tidak mungkin anggaran itu bisa dicairkan. “Bansos itu kan punyanya bupati, nah anggota dewan kalaupun punya itu dana dapil dan temen-temen hanya mengajukan. Tapi begitu realisasi, kemudian di lapangan mungkin ada kongkalikong itu urusan lain. Artinya tanpa bantuan dari eksekutif dalam hal ini bupati, anggaran bansos tidak akan keluar,” tuturnya. Ketika di lapangan anggota dewan yang diketahui bersalah, kata dia, itu urusan pribadi mereka masing-masing. Tetapi, secara prosedur eksekutif dan legislatif terlibat karena sama-sama punya peran. “Padahal kalau saja dari awal kita ketat saya kita tidak mungkin terjadi seperti ini,” tukasnya. Jika diketahui terdapat anggota Fraksi Partai Hanura terlibat dan ditetapkan sebagai tersangka, sebagai ketua DPC, akan melakukan pemecatan terhadap kader partai tersebut. (sam)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: