Tunjangan Dipotong Tidak Masalah

Tunjangan Dipotong Tidak Masalah

Anggota DPRD Tetap Perjuangkan Masa Jabatan Kuwu SUMBER– Sanksi adminitrasi yang mengancam bupati, wakil bupati dan para anggota DPRD bila ngotot mengesahkan rancangan peraturan daerah (raperda) mengenai pemerintah desa, tak membuat anggota DPRD gentar. Mereka yakin, usulan perpanjangan masa jabatan kuwu menjadi delapan tahun dapat diterima gubernur maupun kementerian dalam negeri kendati di dalam UU 6/2014 masa jabatan kuwu disebutkan hanya enam tahun. “Tidak menjadi masalah kalau tunjangan kami dipotong, asal tuntutan kuwu di realisasikan dari enam tahun menjabat menjadi delapan tahun,” ujar Anggota Fraksi Partai Nasdem, Sukaryadi, kepada Radar, Rabu (17/12). Dia menilai, produk hukum pemerintah pusat yang dikemas menjadi undang–undang sudah disahkan dan tidak bisa diotak-atik, berarti pemerintah pusat pun ikut harusnya kena sanksi. Pemerintah pusat juga menyalahi salah satu klausul undang-undang desa yang menyebutkan bahwa tidak ada perangkat desa boleh jadi PNS. Padahal, di bagian lain ada pasal yang mengatur mengenai pejabat kuwu dari kalangan pegawai negeri sipil (PNS), yang bertugas bila kuwu masa jabatannya habis. “Kalau memang memaksa akan ada sanksi administrasi untuk dipotong tunjangan, kita akan kembalikan lagi kebijakan ini kepada pemerintah. Kalau bupati menyampaikan dengan elegan kepada para kuwu dan kemendagri, kita juga akan mengikuti bupati,” kata anggota Komisi I DPRD itu. Yang jelas, sebagai mantan ketua Forum Komunikasi Kuwu Cirebon (FKKC), dirinya akan tetap memperjuangkan aspirasi para kuwu dan itu merupakan harga mati bagi Fraksi Partai Nasdem. “Tidak ada bargaining dan kepentingan pribadi dalam mengangkat aspirasi kuwu soal masa jabatan dari enam menjadi depalan tahun,” tukasnya. Meski demikian, sebelum mengajukan usulan, persoalan ini akan dikonsultasikan terlebih dahulu ke kemendagri dan pemerintah pusat. Bila kemendagri mengembalikan permasalahan ini ke pemerintah daerah, harus diselesaikan dengan cara duduk bersama antara FKKC, legislatif dan eksekutif untuk mencari solusi yang terbaik terkait dengan produk perda. “Kalau belum juga menemui titik temu, perda tentang pemerintah desa dan BPD akan lama disahkannya,” jelasnya. Dia menjelaskan, kalau saja kemendagri mempunyai kebijakan tersendiri dalam klausul masa jabatan mengenai otonomi daerah, masalah seperti ini tidak perlu terjadi. Secara khusus, Sukaryadi juga menyebut penolakan Asosiasi BPD yang amenolak tuntutan FKKC, merupakan tindakan yang terlalu berlebihan. “Tuntutan masa jabatan kuwu apakah merugian BPD? tentu tidak. Saya menilai BPD over, ketika tidak setuju dengan masa jabatan kuwu. Padahal, ketika jabatan kuwu bertambah jabatan BPD otomatis mengikuti masa jabatan kuwu,” bebernya. Perlu diketahui, dalam klausul UU 22/1999 disebutkan bahwa masa jabatan kuwu hanya lima Tahun, tapi ada dua kabupaten yang masa jabatan kuwunya hingga 10 tahun yakni Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Indramayu. “Di Jawa Barat hanya dua daerah yang masa jabatan kuwu menjadi 10 tahun di tahun 1999. Bagi saya yang terpenting adalah menjaga kodusivitas daerah utamanya,” tandasnya. Seperti diketahui, tuntutan FKKC yang meminta masa jabatannya ditambah dari enam menjadi delapan tahun, diprediksi bakal sulit terealisasi. Meski perda tentang pemerintah desa dan BPD disahkan DPRD, dikhawatirkan akan ditolak gubernur. “Yang namanya perda itu kan harus diketahui oleh gubernur dan kemendagri. Ketika tidak sesuai dengan UU, perdanya akan ditolak,” ujar Kepala Bagian Hukum Setda, Uus Haryadi SH MH, Selasa (16/12). Dikatakannya, kalau produk tersebut tetap dipaksakan, tunjangan anggota DPRD dan bupati selama tiga bulan tidak bisa diberikan, karena terkena sanksi administrasi. “Ini sudah menjadi aturan dan ketetapan UU 23/2014,” terangnya. (sam)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: