Subsidi BBM Rp500-1.000 Per Liter

Subsidi BBM Rp500-1.000 Per Liter

BPH Migas Usul Lebih Tinggi di Kisaran Angka Rp1.500-2.000 JAKARTA - Besaran subsidi tetap untuk bahan bakar minyak (BBM) terus digodog. Dengan situasi harga minyak yang masih dalam tren rendah, pemerintah mulai mempertimbangkan opsi untuk menurunkan besaran subsidi. Staf Khusus Wakil Presiden Bidang Ekonomi dan Keuangan Wijayanto Samirin mengatakan, harga minyak murah saat ini merupakan momentum tepat untuk bermigrasi dari fixed price atau harga tetap ke fixed subsidy atau subsidi tetap. “Jika keputusan diambil awal tahun (2015), subsidi Rp500-1.000 per liter layak dipertimbangkan,” ujarnya kepada Jawa Pos (Radar Cirebon Group) kemarin (25/12). Sebagaimana diketahui, saat ini pemerintah tengah merumuskan solusi permanen atas beban subsidi BBM yang sering menghimpit APBN. Opsinya adalah skema subsidi tetap. Dengan skema ini, harga BBM subsidi akan naik turun mengikuti harga keekonomian BBM.Misalnya, jika pemerintah mematok subsidi Rp1.000 per liter, maka ketika harga keekonomian premium Rp9.000 per liter, maka harga jual premium subsidi menjadi Rp8.000 per liter. Namun, jika harga keekonomian turun menjadi Rp8.000 per liter, maka harga premium turun menjadi Rp7.000 per liter. Berdasar kalkulasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dengan asumsi harga minyak USD 60 per barel dan nilai tukar rupiah Rp12.300 per USD, harga keekonomian premium adalah Rp8.665 per liter. Saat ini, ketika harga minyak sudah menyentuh USD 55 per barel dan rupiah 12.400 per USD, harga keekonomian premium bisa lebih rendah. Menurut Wijayanto, opsi subsidi tetap sudah dimatangkan di tingkat teknis oleh Kementerian Keuangan dan Kementerian ESDM. Kebijakan ini juga dinilai merupakan win win solution karena fiskal pemerintah lebih terjaga dan masyarakat tetap mendapat subsidi BBM. “Jadi ini kebijakan ideal,” katanya. Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil menambahkan, saat ini pemerintah sebenarnya sudah mengantongi berapa besaran subsidi tetap yang akan diberikan untuk BBM jenis premium dan solar. “Tapi belum boleh disampaikan,” ujarnya di Kantor Presiden Rabu lalu (24/12). Sofyan memastikan, peme­rintah akan mengumumkan kebijakan tersebut pekan depan, menjelang pergantian tahun. Sehingga, subsidi tetap tersebut bisa berlaku mulai 1 Januari 2015. Dia juga menolak berkomentar saat ditanya apakah besaran subsidi tetapnya berkisar Rp500-1.000 per liter. “Pokoknya pemerintah akan fair (adil, red), sabar saja,” katanya. Terpisah, Direktur Program dan Pembinaan Migas Kementerian ESDM Agus Tjahjono saat dihubungi semalam enggan berkomentar banyak. Dia memilih untuk menyimpan rapat-rapat informasi soal besaran subsidi tetap itu. Beralasan tidak mau mendahului pernyataan Menko Perekonomian Sofjan Djalil, dia meminta untuk menunggu selesainya cuti bersama. “Belum dapat arahan dari sidang kabinet. Diputuskan seperti apa, ditunggu saja dulu, mungkin Senin (29/12) sore,” katanya. Dia juga tidak mau mengomentari apakah besaran subsidi senilai Rp500 sampai Rp1.000 sudah pas. Yang pasti, berbagai usulan dengan nilai yang beragam memang sudah masuk. Tetapi, itu juga tidak bisa disampaikan ke media karena belum matang. Yang pasti, subsidi tetap kemungkinan besar tidak mencapai angka Rp2 ribu. Apalagi, piha-pihak terkait tidak ada yang mengusulkan nominal itu. “Enggak sampai kalau segitu,” imbuhnya. Disinggung soal rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Migas (RTKM) yang mengusulkan peralihan Premium ke Pertamax, termasuk pola subsidinya, menurut Agus itu tidak masuk pertimbangan. Besaran subsidi tetap yang akan berlaku pada awal tahun depan hanya untuk Premium saja. Kalau pemerintah mengabulkan permintaan tim yang dipimpin Faisal Basri itu, bakal ada rapat lagi soal penentuan besaran subsidi. Tidak bisa disamakan karena banyak hal yang membuat harga pembentuknya berbeda. “Akan berubah (besaran subsidi), harga patokannya saja tidak sama,” jelasnya. Hitungan yang lazim diketa­hui, dari Premium (RON 88) ke Pertamax (RON 92) terjadi penambahan 4 oktan. Nah, setiap tambahan 2,5 oktan, biayanya hanya 1 persen. Itu berarti, akan ada kenaikan harga 1,6 persen saat Premium benar-benar dihentikan dan beralih ke Pertamax. Sementara Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) meng­usulkan besaran subsidi yang cukup besar. Angkanya di kisa­ran Rp1.500 hingga Rp2 ribu. Kepala BPH Migas Andy Noorsa­man Sommeng memang tidak me­nyebut angka pasti, tetapi angka itu menurutnya pas. “Usulan sudah diberikan, masih dibicarakan di Kemenkeu. Angka dari BPH Migas, antara Rp1.500 sampai Rp2 ribu,” jelasnya. Hitungan kasar, kalau angka dari BPH Migas diterima, maka subsidi yang harus disiapkan pemerintah mencapai Rp92 triliun untuk 46 juta kilo liter (KL) BBM bersubsidi. Penghematan langsung terlihat karena dalam APBN 2015, pemerintah mengalokasikan anggaran belanja subsidi BBM atas premium, minyak tanah dan solar senilai total Rp276 triliun. Berdasarkan kuota pemakaian, volume premium dibatasi maksimal 29,5 juta kilo liter (kl), minyak tanah 800 ribu kl, dan solar 15,7 juta kl. Namun, secara pribadi, Andy mengatakan ada baiknya solar saja yang disubsidi. “Lebih bagus premium dan pertamax tidak disubsidi. Menurut saya, solar saja yang disubsidi karena terkait dengan transportasi umum,” katanya. Direktur Marketing & Retail Pertamina Ahmad Bambang kepada koran ini mengatakan pihaknya tidak ikut-ikut soal menentukan besaran subsidi. Sebagai penyalur BBM, Perta­mina menyerahkan keputusan itu kepada pemerintah. “Itu wewenang pemerintah. Sampai saat ini masih dikaji (besarannya),” katanya. Lebih lanjut dia menjelaskan, berapapun besarannya nanti, Pertamina pasti siap men­jalankan. Dia yakin kalau pemerintah memper­timbangkan daya beli ma­syarakat. Bambang menyebut sisi positif subsidi tetap bisa membuat jumlah subsidi tiap tahun lebih bisa diperkirakan sehingga APBN dapat di-ma­nage lebih baik. (owi/dim)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: