Membuka dan Menutup Tahun dengan Banjir

Membuka dan Menutup Tahun dengan Banjir

Kaleidoskop 2014 Bidang Lingkungan Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, banjir kiriman masih menghantui setidaknya 12 kecamatan di Kabupaten Cirebon. Persoalan yang sama dari tahun ke tahun tak kunjung ada solusinya. Kalaupun ada, alasan tidak cukupnya anggaran membuat upaya normalisasi sungai-sungai dan perbaikan infrastruktur daerah aliran sungai (DAS) terus tertunda. Jadilah banjir membuka dan menutup tahun ini. MASIH membekas diingatan warga yang tinggal di aliran Sungai Cisanggarung atas banjir di awal tahun 2014. Banjir yang disebut Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung (BBWSCC) sebagai banjir terparah selama 25 tahun terakhir, membuat permukiman warga terendam berhari-hari. Bahkan, di beberapa titik sampai didirikan pengungsian. Banjir terus berulang, setidaknya sepuluh kali sampai musim hujan usai. Belum sirna trauma atas banjir yang demikian dahsyat, memasuki musim penghujan di penghujung 2014 banjir kembali datang. Banjir benar-benar menjadi pembuka dan  penutup tahun kuda kayu. Berdasarkan data Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air dan Pertambangan (PSDAP), sejumlah kecamatan tercatat rawan banjir seperti, Gegesik, Kapetakan, Kaliwedi, Suranenggala, Gunung Jati, Susukan Lebak, Waled, Gebang, Pasaleman, Losari, Pangenan dan Pengarengan. Ada dua penyebab terjadinya banjir di 12 kecamatan tersebut, tingginya curah hujan dan luapan sungai seperti di Sungai Bondet, Kumpul Kwista, Sungai Cimanis, Sungai Ciberes dan Sungai Cisanggarung.  Banjir bukan satu-satunya ancaman di musim hujan. Longsor juga saat ini mengancam warga yang tinggal di dekat tebing Sungai Cipager Kelurahan Kemantren dan Sungai Ciwaringin. Di wilayah timur, kawasan yang rawan banjir yakni, Blok Plabuhan dan Blok Cihoe Desa Ciledug Wetan Kecamatan Ciledug dan Desa Cilengkrang Kecamatan Pasaleman. Di dua desa ini, ratusan rumah terendam banjir di awal tahun. Tidak hanya dua kecamatan tersebut, beberapa daerah lain seperti Kecamatan Pabedilan, Losari, Desa Babakan, Losari Lor dan Kecamatan Pabedilan, juga mengalami banjir cukup parah. Di penghujung tahun 2014, beberapa kecamatan tersebut kembali kebanjiran meski ketinggiannya berkurang. Desa Losari Kidul Kecamatan Losari mengalami kebanjiran akibat bocornya tanggul Sungai Cisanggarung. Beberapa desa di Kecamatan Waled kembali terendam banjir akibat dangkal dan meluapnya Sungai Ciberes. Banjir juga merendam Blok Kalibangka Desa Rawaurip dan Desa Japura Lor Kecamatan Pangenan, serta Desa Japura Kidul dan Desa Japura Bakti Kecamatan Astanajapura. Banjir tak hanya menyambangi permukiman warga. Sedikitnya, 1.123 hektare sawah terendam, dengan ketinggian air rata-rata 50-100 cm yang berasal dari luapan Sungai Jonggol anak Sungai Cimanuk. Bahkan, banjir yang terjadi di awal tahun bisa dikatakan yang terparah sepanjang sejarah. Banjir pernah melanda pada tahun 2005, tapi tidak separah banjir pada awal tahun 2014 lalu. PPK Sungai Pantai BBWSCC, Helmi Lazuardi menjelaskan, tantangan BBWSCC semakin banyak, menyusul banyaknya infrastruktur DAS yang mengalami kerusakan disertai dengan cuaca yang cukup ekstrem ini. “Bukan hanya tanggul dan tebing yang kritis dan rusak, banjir juga disebabkan cuaca ekstrem dan perubahan iklim. Saya tanya ke warga di tepi Sungai Cisanggarung, menurut mereka banjir seperti ini belum pernah terjadi selama 25 tahun belakangan,” katanya. Sayangnya, kata dia, BBWSCC juga punya keterbatasan anggaran dalam upaya perbaikan infrastruktur sungai. Mengingat, wilayah BBWSCC tidak hanya Kabupaten Cirebon saja. BBWSCC memiliki otoritas di daerah aliran sungai dari Garut hingga Brebes. Kepala Seksi Rehabilitasi dan Peningkatan Sumber Air DPSDAP, Sugeng SE mengungkapkan, data wilayah yang rawan banjir bersifat tidak tetap. Banjir bisa saja terjadi di daerah aliran sungai lain. Tetapi, bisa juga di 12 kecamatan itu menjadi tidak rawan banjir setelah adanya perbaikan infrastruktur sungai dan upaya lainnya. “Biasanya banjir tersebut karena curah hujan yang tinggi dan kiriman air dari hulu. Diwilayah barat yang rawan banjir lantaran terdapat Sungai Kumpul Kwista berikut anak-anak sungainya,” tuturnya, belum lama ini. Sugeng mengatakan, upaya penanganan banjir memang membutuhkan dana tidak sedikit. Selama ini yang dilakukan hanya membangun tanggul dan bronjong. Padahal, upaya normalisasi tidak kalah penting. Tidak hanya itu, perawatan sungai tidak bisa dilakukan di kawasan muara saja. Perawatan juga harus dilakukan sampai ke hulu.  “Kalau menggunakan APBD tidak cukup karena anggarannya terlalu besar,” ujar Sugeng. Menurut Sugeng, untuk satu DAS bila dinormalisasi menyeluruh, perlu anggaran miliaran rupiah. Yang sangat disayangkan, terkadang upaya normalisasi ini tidak bertahan lama. Kabupaten Cirebon yang berada di kawasan muara memiliki tingkat endapan yang tinggi. Endapan ini membuat pendangkalan sungai lebih cepat. “Kita sudah berupaya semaksimal mungkin. Kalau tidak diantisipasi segera, Cirebon bisa seperti Jakarta. Apalagi wilayah cirebon berada di dataran rendah. Di musim kemarau kekurangan air, di musim hujan mendapat banjir kiriman,” bebernya. Di tempat terpisah, Sekretaris I Satuan Pelaksana Bencana Alam, Zaenal Abidin mengatakan, untuk antisipasi terjadinya bencana dalam kategori besar, pemerintah memiliki anggaran tidak terduga yang setiap tahun dianggarkan. Hanya saja, dirinya tidak tahu persis besaran anggaran tersebut. “Ada pos anggaran untuk dana tak terduga di pemda yang dikelola oleh TAPD (tim anggaran pemerintah daerah). Tapi bantuan itu bukan berupa dana. Biasanya membuat pengusian, dapur umum, suplai makanan dan lain-lain,” jelasnya. Diungkapkannya, dalam mengantisipasi bencana ini, pihaknya sudah melakukan rapat koordinasi dengan beberapa satlak yang dipimpin langsung oleh sekretaris daerah (sekda). Ada beberapa organisasi perangkat daerah yang terlibat seperti, PDAM untuk pelayanan air bersih, DPSDAP untuk penanganan banjir, PMI dan dinas kesehatan untuk pelayanan kesehatan, dinas pertanian karena menyangkut lahan pertanian, dinas sosial termasuk bagaian kesejahteraan sosial untuk memberi bantuan pada kerusakan yang terjadi dan dinas pendidikan untuk perawatan sekolah yang rusak terkena banjir. Zaenal mengakui, tidak adanya Badan penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) mengakibatkan penanggulangan bencana tidak terfokus. Pembentukan badan khusus bencana sebenarnya telah diwacanakan namun terbentur keterbatasan anggaran. Zaenal menyatakan, pihaknya telah melakukan langkah persiapan penanggulangan bencana seperti berkoordinasi dengan seluruh organisasi perangkat daerah serta seluruh camat untuk melakukan persiapan. Prosedur penetapan standar penanggulangan bencana pun telah tersusun. “Secara keseluruhan kami telah melakukan persiapan penanggulangan bencana. Bukan berarti kami menunggu datangnya bencana, namun langkah persiapan untuk menekan angka risiko yang ditimbulkan pada saat dan pasca bencana,” kata Zaenal. Meski tidak memiliki BPBD, kesiapsiagaan Pemerintah Kabupaten Cirebon untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana alam guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harga benda, dan berubahnya tata kehidupan masyarakat, terhitung sudah matang. Untuk pembentukan posko bencana sendiri dilihat dari dimana lokasi terjadinya bencana. Yang jelas, semua pihak yang sudah disiapkan dalam mengani kasus ini tersebar disetiap kecamatan dan desa. Dia mengungkapkan, tim tagana yang akan diterjunkan dalam barisan terdepan ketika bencana sebanyak 70 orang yang sebar disetiap kecamatan. “Persiapan dapur umum, posko, obat-obatan, semua sudah disiapkan termasuk perahu karet. Kalau terjadi longsor, kita sudah menyiapkan dua beko dari dinas bina marga, dinas komunikasi dan informatika memberikan informasi ke masyarakat, DPSDAP telah mempersiapkan bronjong kawat dan karung warung ketika banjir,” paparnya. (samsul huda/deny hamdani) PENYEBAB BANJIR -          Tanggul jebol -          Cuaca ekstrem -          Pendangkalan -          Sungai tersumbat sampah UPAYA PENANGANAN BANJIR -          PDAM menyiapkan air bersih -          Dinkes dan PMI menangani pelayanan kesehatan -          Dinas Pendidikan menangani sekolah yang rusak -          Bagian Kesra dan Dinsos mengupayakan rehabilitasi kawasan yang rusak -          Dinas Pertanian menangani lahan pertanian yang terkena dampak banjir SUNGAI PENYEBAB BANJIR -          Sungai Cisanggarung -          Sungai Cimanis -          Sungai Ciberes -          Sungai Kumpul Kwista -          Sungai Bondet KAWASAN RAWAN BANJIR Gegesik, Kapetakan, Kaliwedi, Suranenggala, Gunung Jati, Susukan Lebak, Waled, Gebang, Pasaleman, Losari, Pangenan dan Pengarengan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: