RSGJ Bakal Jadi Rujukan MDR-TB

RSGJ Bakal Jadi Rujukan MDR-TB

CIREBON – Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Gunung Jati Kota Cirebon bakal menjadi sub rujukan mengatasi Multidrug-Resistant Tuberculosis (MDR-TB), setelah ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan. Ketua Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi RSUDGJ dr Tommy Yuwono Santoso SP Uro didampingi dr Syifa Imelda SpP serta Kabid Pelayanan Medis RSUDJG dr Siska mengungkapkan, setelah ditunjuk oleh kementerian kesehatan, maka RSUD Gunung Jati membuat keputusan untuk mengembangkan ruangan, untuk ruang isiolasi. Hal itu dilakukan supaya pasien yang menderita MDR-TB terlokalisasi.“Sebetulnya realisasi ruang baru untuk mengatasi MDR-TB sudah dari tahun kemarin, tapi belum bisa terlaksana sampai kita mendapat teguran dari kementerian. Mudah-mudahan di tahun 2015 ini kita bisa merealiasasikannya,” ujar dia kepada Radar, Rabu (7/1). Menurutnya, untuk ruang isolasi MDR – TB ada enam, sedangkan ruang rawat inap dan rawat jalan ada dua belas ruang. Ruangan tersebut tidak boleh disatukan karena sangat inveksi. Yang membuat prihatin saat ini adalah, warung - warung yang berada di dalam lingkungan rumah sakit. Sebab, apa yang mereka jual dan dikonsumsi oleh orang sehat sangat berbahaya karena mengandung virus. “Memang secara kasat mata tidak terlihat, tapi kita sudah pernah cek langsung dan melihat terdapat virus berbahaya,” terangnya. Dalam persoalan ini, bukan berniat mengusir pedagang dan menakut-nakuti pembeli, tapi semuanya berdasarkan penelitian. Dia khawatir, penyebaran virus akan semakin meluas dan membahayakan nyawa dari orang tersebut. “Kita hanya berupaya melakukan pencegahan inveksi virus agar tidak meluas dengan mensterilkan warung-warung di lingkungan rumah sakit. Artinya, kalau tidak ada upaya pencegahan maka, kemungkinan invensi semakin lebih besar,” jelasnya. Lebih lanjut dia menjelaskan, ketika kondisi sudah seperti ini, maka warung-warung tersebut harus direlokasi. Namun, relokasi tersebut bukan menjadi kewenangan rumah sakit. Bagaimana pun juga memang menajemen harus bertindak ektrem seperti di Rumah Sakti Cipto Mangun Kusumo dan Rumah Sakit Hasan Sadikin. Di sana tidak ada warung di lingkungan rumah sakit, tujuannya satu untuk menghindari inveksi. “Rumah sakit tidak hanya mengobati, tapi berupaya melakukan pencegahan terjadinya infeksi, sehingga 10 warung di lingkungan Rumah Sakit Gunung Jati harus direlokasi,” tukasnya. Setelah ruang isolasi sudah jadi, maka tidak sembarangan orang yang bisa masuk ke sana. Masker yang digunakan pun  khusus, tidak sama dengan masker lainnya. Sebab, cara penularan penyakit tersebut melalui udara, percikan, batuk dan bersin. Proses pengobatan pun harus secara kontinu sampai sembuh, kalau sampai terhenti kemudian lanjut lagi pengobatannya, maka virus yang ada di dalam tubuh, bisa kebal dengan obat yang sering biasa di konsumsi. “Ketika melanjutkan pengobatan, konsumsi obatnya harus dari impor. Proses penyembuhannya minimal memakan waktu 20-24 bulan,” pungkasnya. (sam)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: