Yance Jalani Sidang Perdana
Pengacara Anggap Hanya Pelanggaran Administratif BANDUNG– Mantan Bupati Indramayu, DR H Irianto MS Syafiuddin (Yance), menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Jl RE Martadinata Bandung, Senin (26/1). Sidang dipimpin hakim Marudut Bakara SH MH didampingi dua anggota Barita Lumban SH MH dan Budi Basari SH. Sidang perdana mengagendakan pembacaan surat dakwaan primer dan subsider yang dibacakan secara bergantian oleh jaksa. Dari 10 jaksa yang menangani perkara Yance, hanya lima yang hadir dalam persidangan tersebut. Jaksa yang dipimpin Yuli Isnur SH mengatakan Yance berperan melakukan mark up pembebasan lahan untuk pembangunan PLTU di Sumuradem. Atas peran itu negara dirugikan sebesar Rp4,1 miliar. Kerugian tersebut, kata Yuli Isnur, karena nilai jual tanah yang seharusnya Rp22 ribu meter persegi, ternyata dijual Rp42 ribu per meter persegi. “Dalam dakwaan primer saudara H Irianto Mahfud Syidik Syaffiudin alias Yance dijerat pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU 31/1999 tentang tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001, tentang perubahan atas UU nomor 31/1999 tentang tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1-KUHP,” bebernya. Sementara subsider, sambung Yuli, Yance dijerat pasal 3 UU nomor 31/1999 tentang tipikor sebagaimana diubah dengan UU nom0r 20/2001 tentang perubahan atas UU UU nomor 31/1999 tentang Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke 1-KUHP. Pembacaan surat dakwaan berlangsung selama satu jam, mulai pukul 10.30 hingga 11.30. Yance datang ke Pengadilan Tipikor dari Rutan Kebon Waru Bandung sekitar pukul 10.00. Kedatangannya disambut ratusan massa pendukungnya yang meneriakan yel-yel pembebasan Yance. Ketua Tim Pembela Yance, Khalimi SH, menjelaskan, kliennya tidak layak dijadikan sebagai terdakwa. Pengadaan tanah seluas 82 hektare untuk pembangunan PLTU merupakan proyek percepatan sesuai amanah Peraturan Presiden (Perpres) No 71 tahun 2006, tentang penugasan kepada PT PLN (Persero). Dalam Perpres tersebut sesuai pasal 2 ayat (3) diperingatkan, semua perizinan menyangkut amdal, bahwa pembebasan dan kompensasi jalur transmisi dan proses pengadaan tanah harus diseleasikan dalam jangka waktu paling lama 120 hari oleh instansi/pejabat terkait yang berwenang sejak pertama kali diajukan. Bila proyek lambat dikerjakan, akan terjadi pemadaman listrik di Pulau Jawa dan Bali, kemudian PLN akan menderita kerugian Rp27 miliar per harinya. Pengadaan tanah tersebut akhirnya sukses. Menurut Khalimi, suksesnya pengadaan tanah tersebut mendapat apresisasi dari berbagai pihak, salah satunya Wakil Presiden Jusuf Kalla. “Jadi, Pak Yance yang didakwa Pasal 2 ayat (1) Pasal 3 dan Pasal 18 UU nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 202001 tentang tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat (1) KUHP, tidak layak menjadikan Pak Yance sebagai terdakwa dengan berbagai alasan,” jelasnya usai sidang. Alasan tersebut, lanjut Khalimi, bahwa dalam dokumen autentik yakni putusan Mahkamah Agung (MA) RI, yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht van gewisjde) terhadap Drs H Moch Ichwan MM, selaku wakil ketua panitia pengadan tanah dan Deddy Haryadi SH, selaku sekretaris. Memvonis lepas dari segala tntutan hukum (ontslag van alle rechsvervolging), yakni No 1449 K/Pid. Sus/2011 tanggal 3 April 2012 untuk Moch. Ichwan dan No. 1448 K/Pid.Sus/2011 tanggal yang sama untuk Deddy Haryadi. Sedangkan satu terdakwa lain, yakni Agung Rijoto, selaku pemilik tanah Hak Guna Usaha (HGU) dalam putusan MA, No. 1451 K/Pid.Sus/2011 tanggal 21 Desember 2011 divonis bersalah Junctp Permohonan Peninjauan Kembali (PK) Agung Rijoto Nomor 73 MA RI tersebut. “Dengan demikian tidak ada keterlibatan saudara Yance yang berkedudukan sebagai ketua panitia pengadaan tanah untuk kepentingan PLTU Sumuradem. Karena sudah menjadi asas hukum pertanggungjawaban pidana adalah bersifat individual,” papar Khalimi, didampingi kuasa hukum lainnya. Dijelaskan Khalimi, dalam tiga putusan MA tersebut, tidak ada uraian dakwaan untuk membidik Yance sebagai subjek hukum secara bersama-sama dengan Drs Moch Ichwan, Deddy Haryadi dan Agung Rijoto. Karena konstruksi dakwaan penuntut umum hanya ditujukan kepada tiga orang tersebut. Fakta otentik ini membuktikan bahwa Yance tidak dapat dibidik Pasal 55 ayat (1) ke KUHP. “Putusan MA telah mengabsahkan penggunaan SK Bupati Indramayu Nomor 593.05/Kep.1051-Disnah/2004 tanggal 17 2004, tentang pembentukan panitia pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum di Kabupaten Indramayu yang mendasarkan pada keputusan Presiden RI Nomor 55 tahun 1993 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum,” terangnya. “Begitu pula telah menganggap wajar tentang pengalihan hak atas tanah HGU No 15/Sumuradem dari PT Wiharta Jarya Agung kepada sadara Agung Rijoto melalui akte notaris,” tambah Khalimi. Seperti diketahui, sebelum Yance duduk di kursi pesakitan di PN Tipikor Jabar, Pengadilan Negeri Indramayu empat tahun lalu telah menyidangkan dua terdakwa Daddy Haryadi SH MH (mantan Sekretaris P2TUN) dan mantan Wakil Ketua P2TUN, Drs Mohamad Ichwan MM yang notabennya sebagai bawahan saat pembebasan tanah. ”Kalau kita melihat keputusan bebas dua terdakwa, Yance selaku mantan Ketua P2TUN seharusnya ikut bebas. Kedua terdakwa sendiri divonis bebas sebagai bawahannya,” terang Khalimi. Ditambahkan Khalimi, dampak vonis bebas hakim kepada dua terdakwa yakni Daddy Haryadi dan Mohammad Ichwan, menjadikan status tersangka mantan Bupati Indramayu Yance oleh Kejaksaan Agung seharusnya otomatis gugur. Pasalnya, konstruksi dakwaan jaksa penuntut umum terhadap mantan bupati Indramayu ini sama persis dan sebangun dengan apa yang didakwakan terhadap Daddy Haryadi maupun Mohamad Ichwan, yaitu Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 Undang-Undang No.31/1999 sebagaimana dirubah oleh Undang-Undang No.20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) KUHPidana. ”Keputusan vonis bebas kepada kedua terdakwa, seharusnya diikuti Yance. Akan tetapi kita lihat saja nanti pada sidang berikutnya,” terang Khalimi. (kom)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: