Revisi UU Pilkada Terhambat Nomor

Revisi UU Pilkada Terhambat Nomor

Sebelum Diajukan ke Baleg, Dibahas Antarfraksi dan Pemerintah JAKARTA - Gerak cepat untuk merevisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) yang sudah disahkan DPR terhambat persoalan sepele. Sebab, hingga saat ini, UU yang sebelumnya merupakan perppu peninggalan era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu belum masuk lembaran negara. Dampaknya, DPR belum bisa mengambil keputusan atas revisi tersebut. “Revisi itu harus menunggu undang-undang diundangkan dahulu. Sementara sampai sekarang nomor UU itu belum ada,” kata anggota Komisi II DPR Saan Mustopa, kemarin (1/2). Sesuai dengan perundang-undangan, UU menjadi sah dan berlaku setelah diberi nomor dan tahun di lembaran negara RI, berita negara RI, serta nomor pada tambahan lembaran negara dan tambahan berita negara RI. Tanpa nomor dari UU Pilkada ataupun UU Pemerintah Daerah yang juga akan direvisi terbatas, DPR tidak bisa mengambil keputusan untuk melakukan revisi. “Kalau (UU) itu belum diberi nomor, kita mau membahas apa? Bahwa ia sudah menjadi UU ketika sudah ada nomornya dan menyebutkan tentang apa?” tambah Saan. Saat ini yang bisa dilakukan Komisi II DPR ialah melakukan persiapan informal untuk revisi. Ketika UU Pilkada sudah dinomori, Komisi II bersama pemerintah bisa langsung menerapkan revisi. “Materi-materi ini dibahas antarfraksi dan pemerintah, kemudian diajukan ke baleg (badan legislasi, Red),” jelas politikus Partai Demokrat itu. Saan menambahkan, memang ada mekanisme perundangan yang menyebutkan, jika dalam 30 hari presiden belum menindaklanjuti sebuah UU yang disahkan DPR, secara otomatis sah masuk dalam lembaran negara setelah 30 hari. Masalahnya, DPR hanya punya waktu sampai 17 Februari hingga revisi tersebut disahkan di paripurna. “Kalau menunggu 30 hari, itu berarti DPR memasuki reses dan baru bisa membahas pada masa sidang berikutnya,” kata Saan. Jika merujuk pada jadwal terdekat, DPR akan mengadakan sidang paripurna pada 5 Februari untuk mengesahkan draf revisi UU Pilkada dan Pemda. Dia mengharapkan presiden pada hari itu bisa mengesahkan Perppu Pilkada sebagai UU sehingga Komisi II DPR akan menyiapkan usul inisiatif perubahan UU Pilkada. “Kalau Senin masuk ke baleg, masuk rapat paripurna paling lambat minggu depannya. Sebab, di baleg ada panitia kerja yang belum tuntas membahas program legislasi nasional,” jelas wakil ketua baleg itu. Kendala lain, kata Saan, adalah pembahasan untuk menetapkan revisi yang tidak bisa dilakukan dengan cepat. Sebab, DPR harus menunggu surat presiden yang merupakan penugasan presiden kepada menteri terkait untuk melakukan pembahasan. Sementara itu, pakar hukum tata negara Refly Harun menilai, saat ini pemerintah dan DPR dihadapkan kepada dua pilihan dalam revisi. Apakah mau mencapai yang ideal atau hanya melakukan semampunya. “Kalau yang ideal, merevisi perppu (UU Pilkada) itu saya kira lama sekali,” ujarnya di Jakarta, kemarin. Menurut dia, untuk merevisi UU secara ideal, lima bulan pun tidak cukup. Karena itu, dia menyarankan DPR dan pemerintah segera menginventarisasi hal-hal yang paling penting dalam UU tersebut. Dengan demikian, revisi bisa berjalan dengan lebih efektif. “Kalau saya, yang penting itu adalah yang bisa menjaga integritas pilkada,” lanjutnya. (bay/byu/aph/c4/fat)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: