Keluarga Bingung Segel Kantor PMI
Mengkalim Ahli Waris Pemilik Tanah SUMBER - Kantor Unit Donor Darah (UDD) PMI Kabupaten Cirebon disegel sejumlah orang yang mengaku ahli waris pemilik tanah, kemarin (4/2). Kantor yang berada di Jl Tuparev Nomor 69 Desa Sutawinangun, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Cirebon, diklaim berdiri di atas tanah pribadi milik keluarga Bingung Marta bin Salek dan Darga Warsani bin Bingung Marta. Penyegelan tersebut diawali dengan ditutupnya akses masuk utama menuju PMI Kabupaten Cirebon. Sekitar pukul 12.00 WIB, pagar PMI Kabupaten Cirebon ditutup rapat-rapat oleh kuasa hukum keluarga Bingung Marta dan Darga Warsani beserta dengan ahli warisnya. Tak hanya sekadar menutup rapat pagar, sekitar pukul 14.00 WIB, massa terlihat tidak sabar. Bersama dengan kuasa hukumnya, Yudia Alamsyah SH, mereka meminta para karyawan PMI untuk meninggalkan dan mengosongkan kantor. Bahkan barang-barang milik PMI seperti kursi sempat diangkut keluar gedung. Mobil operasional PMI pun sempat didorong paksa dan dikeluarkan sejumlah orang yang mengaku ahli waris itu. Pasien yang sedang mengikuti layanan darah di UDD PMI pun sempat terusir. Sempat terjadi keributan atas upaya penyegelan dan pengusiran karyawan PMI itu. Kuasa hukum keluarga Bingung Marta, Yudia Alamsyah SH mengatakan, tanah milik kliennya dikuasai pemerintah daerah. Bahkan di atasnya pun didirikan bangunan yang menjadi aset pemerintah daerah. Bahkan, Yudia menilai, ada upaya penyerobotan tanah milik kliennya oleh pemerintah daerah. Mengingat bupati sudah sempat mendaftarkan tanah tersebut ke BPN untuk disertifikatkan. “Padahal, klien kami memiliki dasar leter C. Kami sudah melakukan pendekatan dengan pemerintah daerah, namun ini seolah ada upaya penyerobotan tanah. Bahkan dia (bupati, red) sudah menghalang-halangi kami dalam peyertifikatan tanah atas nama ahli waris,” bebernya. Tanah milik kliennya, dikatakan Yudia seluas lebih dari 8 ribu meter. Tidak hanya kantor PMI, sejumlah kantor yang ada di sekitar kawasan tersebut juga akan dikosongkan. Seperti kantor PWRI, Stasiun Radio Ranggajati, eks Laboratorium Dinas Peternakan Kabupaten Cirebon dan SDN 1 Sutawinangun. “Untuk masjid tidak akan kita ungkit. Dan untuk sekolah masih kami beri toleransi. Sementara yang lainnya akan kita kosongkan,” lanjutnya. Pihaknya sudah dua kali melayangkan surat somasi. Dalam surat somasi tersebut, pihaknya meminta PMI memberikan penjelasan dan membuktikan hak kepemilikan atas tanah dan segera mengosongkan bangunan atau tanah tersebut. Surat somasi pertama dilayangkan tanggal 20 Januari 2015 dan surat kedua pada 26 Januari 2015. “Ahli waris baru mempunyai kekuatan untuk bertindak. Dari tahun 60-an, ahli waris ditekan oleh oknum, sehingga mereka tidak berani mempersoalkan kepemilikan tanah ini,” jelasnya. Yudia pun membenarkan, pada 2011 sempat dilakukan gugatan atas persoalan ini pada Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Makhamah Agung. Namun gugatan tersebut ditolak. Artinya dalam hal ini Yudia menilai, tidak ada pihak yang dimenangkan. “Sementara pemda beralibi ada putusan MA. Padahal hasil putusan itu No. Artinya tidak ada yang dimenangkan,” lanjutnya. Maka dari itu pihaknya bersama dengan ahli waris pun melakukan pengamanan fisik. Pihaknya juga menuntut Pemerintah Kabupaten Cirebon untuk menertiban bangunan ilegal. Mengingat, seluruh bangunan yang berdiri di tanah tersebut tidak memiliki izin mengenai bangunan (IMB). Ditemui di tempat yang sama, Kasubag Pelayanan Donor Darah, Aris Sugema mengatakan, PMI hanya pengguna lahan. Pihaknya mendapatkan hak guna bangunan atas nama pemerintah daerah. Namun ternyata di tengah perjalanan ada pihak-pihak yang menggugat. Bukan hanya keluarga Bingung Marta, namun masyarakat lainnya seperti keluarga Hj Sophia juga mengklaim tanah tersebut miliknya. “Kami di sini hanya pengguna saja, tapi ternyata ada pihak yang menggugat. Yang merasa mereka adalah ahli waris dari tanah ini. Kalau tidak salah, ada tiga keluarga yang menggugat,” tuturnya, kemarin (4/2). Aris mengatakan, pelayanan PMI di Jl Tuparev sudah berjalan sejak tahun 1996. Dan dalam keterangan hak guna bangunan pun, penggunaannya tidak berbatas waktu. Gugatan, jelas Aris, mulai bermunculan kala pemerintah Kabupaten Cirebon memiliki rencana untuk mengembangkan unit donor darah. “Memang mereka sudah mengirimkan surat somasi, tapi kami tidak ada kewenangan untuk membalas surat tersebut. Kewenangan menjawab surat ada di tangan pengurus PMI,” lanjutnya. Mengenai gugatan yang dilayangkan, Aris mengaku, pihak PMI sebenarnya tidak mempermasalahkan. Karena hal tersebut merupakan hak masyarakat. Namun, satu hal yang harus digarisbawahi, Aris beserta dengan pengurus PMI lainnya tidak ingin jika polemik berdampak pada pelayanan masyarakat. Mengingat, PMI memiliki peran yang vital di dunia kesehatan. “Kita tidak menghalang-halangi mereka. Semua ada jalurnya. Tapi yang terpenting jangan sampai pelayanan publik terganggu. Urusan tanah ini antara penggugat dengan pemda. Jadi saya minta tolong jangan sampai pelayanan terganggu,” tukasnya. Terpisah, Direktur UDD PMI Kabupaten Cirebon dr J Suwanta Sinarya MKes mengatakan, pihaknya sudah memberikan penjelaskan pada kuasa hukum terkait surat somasi yang diterimanya. Suwanta mengaku, dirinya tidak memiliki kapasitas untuk membalas surat somasi dari pihak penggugat. “Atasan kami pengurus cabang. Saya tidak memiliki kapasitas untuk menjawab somasi. Jadi bukannya kami tidak mau menjawab, tapi kapasitas memberikan surat jawaban somasi ada di pengurus cabang,” lanjutnya. Suwanta pun mengaku tidak tahu menahu mengenai kepemilikan tanah tersebut. Pasalnya, dirinya hanya sebagai pengelola dan merupakan pengguna gedung. “Kalau memang kata Bupati di sini, ya kami di sini, kalau memang harus pindah, ya pindah. Kami hanya pengguna,” tukasnya. (kmg)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: