Sosialisasi DBH Migas Minim

Sosialisasi DBH Migas Minim

Raperda Tentang Desa Belum Disahkan MAJALENGKA – Belum kunjung direalisasikannya Dana Bagi Hasil (DBH) migas tahun 2014 terus mengundang perdebatan sejumlah pihak. Kepala Desa Bongas Kulon Kecamatan Sumberjaya, Abdul Jaelani medesak Pemda Majalengka segera mencairkan dana perimbangan atau sharing tersebut. Sejatinya DBH tersebut sudah ada dari pihak Pertamina yang dialokasikan kepada Pemkab setiap tahunnya. Namun demikian, dengan munculnya Undang-undang baru yaitu tentang desa sampai saat ini belum ada keputusan. “Memang sampai saat ini belum ada keputusan baik dari legislatif maupun eksekutif tentang keputusan ini. Kami menyadari karena ini perlu dibahas dengan sangat matang. Tetapi kami minta dengan satu tahun yang sudah berjalan (2014, red) dana itu seharusnya sudah bisa dicairkan,” desak Abdul, Kamis (5/2). Namun jika anggaran di tahun 2014 dana tidak diadakan meski ada sosialisasi terlebih dahulu. Sebab, hingga awal bulan Februari ini belum menunjukkan titik terang soal pencairan. Tahun 2014 sendiri sudah berlalu dan seharusnya sudah bisa diterima, walaupun nilai tidak besar namun itu merupakan hak desa khususnya yang terdampak dari adanya kegiatan Pertamina. “Kami juga belum mengetahui kalau dana itu nantinya disatukan dengan dana transfer. Harusnya bulan Januari lalu para instansi terkait bisa menyosialisasikan dengan alasan apa dan kenapa sampai tidak dicairkan. Sebenarnya dulu yang mendapatkan hanya daerah yang terkena eksploitasi atau bekas sumur yang walaupun tidak terpakai,” imbuhnya. Ia mengakui jika pada tahun 2013 lalu pihaknya menerima dana tersebut sebesar Rp15 juta. Jika tahun 2014 lalu dana tersebut cair tentunya pengalokasian sama seperti halnya alokasi dana desa (ADD). Sebesar 30 persen untuk pemberdayaan, 70 persen lainnya untuk infrastruktur. “Dana 70 persen untuk pembangunan fisik itu rencananya untuk menata kantor balai desa. Ruangan dibuat lebih luas, akan ada ruangan meeting serta membuat ruang kepala desa baru. Agar penataan balai desa lebih bagus lagi,” ujarnya. Sementara itu, Rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang Desa yang saat ini tengah dibahas oleh panitia khusus (Pansus), sudah dipastikan tidak disahkan menjadi Perda di tahun 2014 lalu. Wakil Ketua Pansus Raperda Desa, H Suparman SIP mengatakan secara draf seluruh materi Raperda beserta kriteria ketentuan lainnya sebagaimana yang diamanatkan Undang-undang Nomor 6/2014 tentang Desa maupun Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 dan Nomor 60/2014, sudah rampung semua disusun dan dibukukan. Namun untuk pengesahan, pihaknya tidak ingin terburu-buru lantaran Pansus maupun Pemda melalui OPD pemrakarsanya sepakat untuk menunggu terbitnya Peraturan menteri (Permen) dari Kementerian terkait atau jika ada Permen Desa dan PDT, serta Permenkeu. Menurutnya, jika mengacu pada skala rasio, keputusan apapun yang diambil Pansus, sama-sama beresiko. Misalnya, jika memutuskan untuk disahkan dalam waktu dekat atau sebelum adanya Permen terkait, maka resikonya nanti bakal ada pengajuan perubahan Perda, manakala ada poin-poin dalam Perda yang tidak selaras dengan Permen terkait. Di sisi lain, jika Pansus memutuskan untuk me­nunda terlalu lama penge­sahan Raperda Desa menjadi Perda definitif, maka hal ini juga tetap beresiko. Misalnya, untuk kebutuhan pelaksanaan pemilihan kepala desa (Pilkades) serentak yang direncanakan di tahun 2015 bakal digelar oleh 90-an desa, bakal terkatung-katung karena belum ada dasar hukum pelaksanaannya. “Kalau menghitung skala resiko, keputusan apapun yang kita ambil, sama-sama mengandung resiko. Makanya, kita tunggu sampai menanti terbitnya Permen terkait. Jangan sampai para Kepala desa dan stakholder Perda Desa ini memandang keputusan kami didasari politis, karena kita serba hati-hati dan taat aturan,” ujar mantan Kades Cimanggu Kecamatan Bantarujeg ini. Apalagi, jika ditunda berlama-lama, pihaknya juga terbentur tata tertib (tatib) DPRD, dimana batas usia Pansus terbentuk untuk mengawali pembahasan Raperda, hingga dituntut mampu mengesahkan Raperda tersebut menjadi Perda tidak lebih dari tiga bulan. Sedangkan Pansus Desa sendiri sudah terbentuk sejak awal November tahun lalu. Pihaknya sadar jika penundaan rencana penetapan Perda Desa ini juga memiliki resiko lain. Yakni adanya desakan dari kepala desa atau stakeholder pengguna Perda Desa ini mendesak dewan untuk segera menetapkanya. Namun, hal ini tidak akan mempengaruhi keputusan Pansus karena pihaknya tidak ingin penetapan pengesahan maupun penundaan pengesahan, diintervensi oleh pihak lain melainkan mesti murni keputusan kolektif kolegial dari Pansus Desa. (ono/azs)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: