Pilkada Serentak Telan Anggaran Rp 5,6 Triliun

Pilkada Serentak Telan Anggaran Rp 5,6 Triliun

JAKARTA - Hitung-hitungan biaya pilkada mulai tampak di masing-masing daerah. Sebanyak 201 di antara 204 daerah yang akan menyelenggarakan pilkada tahun ini sudah merampungkan hitung-hitungan anggaran. Hasilnya, terkumpul angka Rp5,6 triliun sebagai akumulasi biaya pilkada di 201 daerah tersebut. Apabila dirata-rata, setiap daerah menghabiskan Rp 27,8 miliar untuk penyelenggaraan pilkada. “Bervariasi ya (anggaran tiap daerah, Red), tapi total Rp5,6 triliun,” ujar Komisioner KPU Arief Budiman, kemarin (10/2). Tiga daerah yang belum menganggarkan berada di wilayah Sulawesi. Salah satunya Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. “Alasan dia (daerah yang belum ada anggaran, Red) waktu itu, regulasinya masih berupa perppu, belum tentu disahkan,” lanjutnya. Sekarang, dengan disahkannya perppu menjadi UU, mau tidak mau daerah harus menyiapkan anggaran. Kalaupun pilkada diputuskan berlangsung pada 2016, anggaran harus sudah direncanakan pada tahun sebelumnya. Namun, jika pilkada tetap berlangsung pada 2015, daerah masih bisa menganggarkan lewat perubahan APBD. Pendanaan pilkada menggunakan APBD hanya berlaku bagi pilkada serentak gelombang pertama. Untuk pilkada serentak gelombang berikutnya, pendanaan akan ditanggung APBN. Arief juga menjelaskan hasil pertemuan KPU dengan Presiden Joko Widodo kemarin. Intinya, presiden menginginkan tidak adanya perubahan jadwal pemungutan suara. “Kalau bisa 2015, ya 2015,” tutur Arief menirukan presiden. Bagi KPU, hal itu tidak menjadi masalah karena sejak awal desain pilkada memang 2015. Berdasar desain KPU, pemungutan suara pilkada serentak bakal berlangsung Desember, sedangkan Jokowi berharap pemungutan suara bisa dilakukan September. Mengenai harapan presiden, KPU tidak langsung menjawab. Menurut mantan anggota KPU Jawa Timur itu, harus ada beberapa tahap yang dimampatkan apabila pemungutan suara dilangsungkan September. Beberapa tahap yang bisa dipangkas adalah uji publik, sengketa TUN, masa pendaftaran calon, dan pemilihan putaran kedua. Khusus uji publik dan putaran kedua, masih ada opsi dihapus. Apabila dihapus, pemungutan suara pada September masih memungkinkan untuk dilakukan, meski tetap mepet. Hal senada disampaikan Ketua KPU Husni Kamil Manik. Menurut dia, untuk menjawab harapan presiden, pihaknya harus melakukan simulasi kembali dan berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri. Yang paling utama berkaitan dengan pemangkasan tahap pilkada. “Saya jawab, kami butuh waktu untuk menganalisis apa saja yang bisa diringkas,” tuturnya. Karena itu, KPU segera bertemu Mendagri untuk rapat koordinasi (rakor) terkait dengan UU Pilkada. Rakor itu bakal dilakukan sebelum DPR menyelesaikan revisi UU Pilkada. Selanjutnya, KPU segera merevisi draf peraturan yang telah disusun. Revisi akan menyesuaikan dengan perubahan yang dibuat DPR dalam UU Pilkada. (byu/c5/fat)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: