Yingluck Resmi Terdakwa Korupsi Beras

Yingluck Resmi Terdakwa Korupsi Beras

BANGKOK - Kejaksaan Agung Thailand menjatuhkan dakwaan terhadap mantan Perdana Menteri (PM) Yingluck Shinawatra dalam kasus korupsi beras. Kemarin (19/2) lembaga tersebut memutuskan untuk melanjutkan proses hukum terhadap perempuan 47 tahun itu dengan menggunakan undang-undang pidana. \"Kami telah resmi mendakwa mantan PM Yingluck Shinawatra atas kelalaiannya dalam program pengadaan beras saat menjabat kepala pemerintahan,\" kata Chutichai Sakhakorn, salah seorang Dirjen di Kejaksaan Agung Thailand. Gara-gara Yingluck, negara mengalami kerugian yang tidak sedikit. Yakni sekitar USD 4,46 miliar (Rp57,3 triliun). Meski sudah disebut sebagai terdakwa oleh Kejaksaan Agung, Yingluck masih punya harapan untuk bisa lolos dari segala proses hukum tersebut. Sebab, pada akhirnya segala keputusan berada di tangan Mahkamah Agung (MA). MA yang akan memutuskan apakah Yingluck harus ditahan dan menjalani serangkaian pemeriksaan atau tidak. Rencananya MA baru memutuskan nasib Yingluck pada 19 Maret. Lembaga peradilan tertinggi di Thailand itu bisa menerima atau bahkan menolak kasus tersebut. Selama menjalani proses hukum, adik bungsu Thaksin Shinawatra itu dilarang pemerintah untuk meninggalkan Negeri Gajah Putih. Dia masuk daftar cekal karena berstatus terdakwa. Kemarin Yingluck tidak hadir dalam hearing di kantor MA tersebut. Tapi, pengacaranya, Norawit Larlaeng, hadir. \"Klien saya tidak punya niat atau rencana untuk meninggalkan Thailand. Beliau akan menjalani proses hukum yang berlaku,\" tandasnya. Dia membantah rumor bahwa Yingluck akan mencari suaka di luar negeri. Kemarin kejaksaan mengumpulkan sekitar 20 boks berkas tentang dugaan korupsi itu. MA akan membentuk panel sembilan hakim. Selanjutnya, mereka memutuskan kasus Yingluck tersebut pada 19 Maret. Jika terbukti bersalah, ibu satu anak tersebut terancam mendekam di penjara sekitar sepuluh tahun. Selain itu, dia akan langsung tersingkir dari panggung politik Thailand hingga lima tahun ke depan. (AFP/BBC/hep/c10/fat)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: